Bahar Razak: Mafia Tanah di Patuku tidak Terlepas Oknum Pejabat Setempat

Muh. Bahar Razak, Ketua Umum Badan Peneliti dan Pengkajian Peraturan Perundang-Undangan - BP4.
Muh. Bahar Razak, Ketua Umum Badan Peneliti dan Pengkajian Peraturan Perundang-Undangan - BP4.
Advertisement

LEGION NEWS.COM, MAKASSAR Perilaku mafia tanah atau keberadaannya di tengah masyarakat tidak terlepas peran oknum Pemerintah setempat, Sebab perkara tanah adalah hak keperdataan yang di mulai dari administrasi Pemerintahan yang sah.

Jadi jika ada persoalan tanah yang hak kepemilikannya 2 orang atau lebih, maka di pastikan ada oknum Pemerintah setempat yang ikut andil dalam memberikan keterangan administrasi suatu hak kepada salah satu yang bukan pemiliknya, Ujar Muh. Bahar Razak, Ketua Umum Badan Peneliti dan Pengkajian Peraturan Perundang-Undangan – BP4.

Ulas Bahar, Sebenarnya gampang untuk mengungkap suatu perkara tanah jika keinginan itu benar-benar ingin di wujudkan dalam suatu pemerintahan yang kredibel. Karena hak kepemilikan itu memiliki riwayat yang jelas dan tegas dan tidak akan bisa di rekayasa. Sebab ada aturan baku yang tidak dapat di rekayasa dan harus searah hirarki nya peraturan Perundang-undangan.

Hal yang menjadi rumit atas persoalan tanah jika keterlibatan dari pihak penentu yang menerbitkan alas hak dengan menggunakan Peraturan “atasan-nya” yang membelakangi Undang-Undang pokok Agraria, lalu kemudian ada oknum Pejabat yang Merubah seluruh riwayat tanah pada lokasi pemerintahan setempat dan pada akhirnya hak kepemilikan jatuh pada para mafia tanah.

Advertisement

Lanjut Bahar, adapun mengenai tanah Negara dan atau yang di kuasai Negara, kesemuanya  diberikan kewenangan kepada Menteri Dalam Negeri dengan Luasan kepemilikan tanah yang terbatas, lalu di delegasikan kepada kepala Pemerintahan Daerah yang tidak serta-merta dapat di kuasai oleh pihak swasta, dikecualikan melalui program nasional untuk pengembangan masyarakat setempat seperti yang terjadi di Patuku, Desa Parigi, Kecamatan TinggiMoncong, Kabupaten Gowa.

Dimana para warga Patuku adalah masyarakat yang di tunjuk untuk melaksanakan reboisasi hutan atau lahan melalui Program Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GERNAS), ujarnya.

Jika ada seseorang yang mengakui tanah Rincik yang konon adalah merupakan tanah negara, maka yang perlu di buktikan adalah pada buku “B” sebab tidak menutup kemungkinan pada Buku “C” sudah berubah, lalu kemudian sandingkan dengan Mutasi Tanah yang ada di Pemerintah setempat. Selain dari itu Ujar Bahar, Pemerintah setempat kadang menerbitkan Surat-Surat Keterangan yang multi Tafsir, tidak tegas, dan terkesan abal-abal yang pada akhirnya Pemilik Asli kebingungan atas perilaku Pejabat yang menerbitkan Keterangan dimaksud dan pada akhirnya Saling menggugat, tutupnya. (***)

Advertisement