Resetting Makassar Recovery

Penulis oleh: Muhammad Fadli Noor, Ketua Partai Solidaritas Indonesia Sulsel

SOROTAN||Legion-news.com Belakangan ini publik dihangatkan oleh wacana resetting RT/RW sebagai bagian dari upaya melaksanakan program Pemerintah Kota Makassar dalam penanganan Covid-19 yang disebut Makassar Recovery.

Beragam tanggapan pro dan kontra menjadi kegaduhan publik. Selain perdebatan warung kopi, media sosial, kapasitas penyimpanan ponsel juga dipenuhi beragam video dukungan maupun penolakan terhadap rencana resetting tersebut yang beredar di berbagai WAG. Belum usai kegaduhan tersebut, publik kembali dibombardir oleh wacana resetting Perusda dan juga jabatan struktural Pemerintah Kota.

Istilah resetting ini bermula dari Walikota Makassar yang menganalogikan pemerintahan sebagai sistem kerja ponsel yang jika ada subsistem (perangkat lunak aplikasi) yang tidak sesuai maka ponsel akan direset agar kembali kosong dari aplikasi pihak ketiga. Analogi Walikota Makassar tersebut jika dibedah dalam perspektif teknologi informasi akan menempatkan Kota Makassar sebagai fisik ponsel; regulasi dan perundang-undangan sebagai sistem operasi; personil pemerintahan sebagai perangkat lunak aplikasi pihak ketiga serta program daerah sebagai data input yang akan diproses. Resetting ponsel hanya akan menghilangkan aplikasi pihak ketiga dan data, tidak akan mengganggu sistem operasi maupun fisik ponsel.

Advertisement

Penggunaan istilah ini lalu dikembangkan  oleh Aminuddin Ilmar, Guru Besar Fakultas Hukum Unhas melalui tulisannya di harian ini dengan judul Resetting Pemerintahan, Inovasi dan Lompatan Penanggulangan Covid-19 atau Balas Jasa dan Balas Dendam (28/04/2020).

Tulisan tersebut perlu dikritisi karena mencantumkan atribusi penulis sebagai guru besar namun nihil argumentasi akademis ataupun narasi yang berbasis evidensi yang dapat menguatkan afirmasi terhadap dukungan resetting tersebut.

Pertama, penulis mencoba berargumen tentang terma “resetting pemerintahan” yang sebelumnya tidak pernah ada dalam istilah pemerintahan di negeri ini. Jika mempertemukan istilah “resetting pemerintahan” ala Aminuddin Ilmar dengan analogi Walikota Makassar maka seluruh elemen pemerintahan (daerah) berdasarkan PP 41/2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah sebagai subsistem akan turut dikosongkan dari  ponsel bernama Kota Makassar. Itu berarti mulai dari walikota hingga kelurahan; RT/RW tidak termasuk karena bukan bagian dari organisasi perangkat daerah.

Tentu tak bisa diterima akal sehat jika terjadi resetting pemerintahan dimana semua perangkatnya dikosongkan. Mungkin ini akan menjadi pertama di dunia. Yang lumrah terjadi adalah reset, reformulasi, revisi ataupun rekonstruksi kebijakan untuk pencapaian tujuan organisasi pemerintah.

Kedua, penulis menyatakan bahwa kegiatan reset itu dilakukan oleh karena ada ketidaksesuaian antara apa yang diharapkan dengan kenyataan yang ada. Argumentasi ini seharusnya disertai fakta apa yang diharapkan dan bagaimana kenyataannya. Walikota Makassar dalam berbagai kesempatan kerap menyebut dukungan terhadap Makassar Recovery sebagai alasan melakukan resetting.

Sebagai walikota, RPJMD adalah koridor pembangunan yang diperjanjikan kepada publik kemudian struktur pemerintahan di bawahnya akan berjanji mewujudkan harapan tersebut melalui Perjanjian Kinerja kepada Walikota. Jika RPJMD sebagai harapan masih sementara dibahas di DPRD, lalu kenyataan apa yang akan dinilai ?. Argumen penulis soal harapan versus kenyataan ini seolah menuding Walikota Makassar menilai secara subyektif kepada jajarannya.

Ketiga, penulis menyebut kerangka percepatan pelaksanaan reformasi birokrasi pemerintahan menuju pada penerapan merit system. Suka atau tidak resetting atau penataan pemerintahan harus dan wajib dilakukan.

Dalam kamus Merriam-Webster disebutkan bahwa sistem merit adalah sistem pengelolaan SDM dimana rekrutmen dan promosi pegawai dilakukan berdasarkan kemampuan dalam melaksanakan tugas, bukan dikarenakan oleh koneksi politik. Sistem merit merupakan lawan dari spoil system yang hanya mengangkat kawan dan menyingkirkan yang berbeda pandangan di luar konteks jabatannya.

Publik tentu mendukung Pemerintah Kota Makassar menjalankan sistem merit dalam tata kelola aparatur di lingkungannya dengan tetap mengacu kepada Peraturan KASN 5/2017 Pasal 3 tentang Kriteria Penilaian dalam penerapan sistem merit ini. Tidak perlu gaduh dengan istilah resetting pemerintahan yang tidak jelas tersebut, cukup melakukan penilaian dengan basis penilaian yang jelas dan terukur serta menggunakan metode yang sesuai dengan peraturan yang lebih tinggi.

Keempat, penulis berharap bahwa tujuan akhir dari resetting pemerintahan tidak lain untuk mewujudkan penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dan bebas dari indikasi korupsi. Penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dan bebas korupsi adalah harapan semua pihak. Pada prakteknya banyak kepala daerah yang menjalankan kekuasaan secara membabi buta. Tak salah jika Lord Acton mengingatkan power tends to corrupt; absolute power corrupts absolutely. Kewajiban segenap pihak untuk mengingatkan setiap kepala daerah agar menggunakan kewenangannya dalam batas-batas yang diatur dalam perundangan. Proses mutasi, promosi dan demosi dalam struktur pemerintahan adalah hal yang biasa, tidak perlu gaduh. Yang tidak biasa adalah jika Ketua RT/RW yang dipilih dalam sidang rakyat diberhentikan oleh penguasa tanpa landasan hukum yang benar.

 Mereset Makassar Recovery

Sebagai program unggulan pemerintah, gagasan Makassar Recovery selayaknya didukung. Munculnya berbagai kekhawatiran Walikota bahwa program ini tidak didukung oleh masyarakat termasuk upaya afirmasi Aminuddin Ilmar untuk mempertegas bahwa program ini bukan balas dendam seharusnya diwujudkan dengan meninjau kembali elemen-elemen dalam gagasan Makassar Recovery.

Menggunakan analogi Walikota Makassar menggunakan sistem ponsel, saya menempatkan Program Makassar Recovery sebagai data input yang akan dibaca ke ponsel bernama Kota Makassar. Dalam praktek rekayasa perangkat lunak, formula data yang akan dibaca harus sesuai dengan aplikasi pembaca data dan setiap aplikasi harus kompatibel dengan sistem operasi yang digunakan.

Artinya, program Makassar Recovery tidak bisa mengubah sistem operasi atau regulasi dan perangkat utama yang ada dalam ponsel. Dengan demikian yang seharusnya dilakukan adalah mereset gagasan Makassar Recovery agar kompatibel dengan sistem operasi (peraturan perundangan) yang ada dalam ponsel bernama Kota Makassar.

 

Advertisement