Mengukur Kompetensi Manajerial ASN Konseptor dan eksekutor Siapakah yang Unggul?

FOTO: Adnan Pratama, S.STP., M.A.P. Asesor SDM Apratur
FOTO: Adnan Pratama, S.STP., M.A.P. Asesor SDM Apratur
Advertisement

Penulis, Adnan Pratama, S.STP., M.A.P. Asesor SDM Apratur

ARTIKEL – Berdasarkan Undang Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara dan Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2020 , perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 11 tahun 2017 tentang manajemen PNS, maka semua ASN yang memenuhi syarat yang akan atau telah menduduki jabatan diharuskan untuk mengikuti proses penilaian kompetensi. Berbicara mengenai penilaian kompetensi ASN, hal ini telah diatur dalam peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (Menpan) Reformasi Birokrasi No. 38 Tahun 2017 Tentang Standar Kompetensi Jabatan Aparatur Sipil Negara, dimana ada 8 (Delapan) Kompetensi Manajerial dan 1 (satu) Kompetensi Sosio Kultural yang harus dipenuhi dalam menduduki suatu jabatan.

Penulis mengangkat tulisan ini berdasarkan pengamatan dan fenomena yang terjadi dalam proses penilaian kompetensi melalui metode Assessment Center yang dilaksanakan oleh pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan dalam rangka Pemetaan Kompetensi Jabatan Pimpinan Tinggi Pratama (eselon 2) yang diikuti oleh seluruh pejabat eselon 2 lingkup pemerintah provinsi sulawesi selatan.

Sedikit gambaran terkait fenomena penempatan pejabat eselon 2 di lingkungan pemprov sulsel, dimana beberapa jabatan diisi oleh orang-orang yang berlatar belakang karir sebagai akademisi, mengingat Undang Undang No. 5 Tahun 2014 ini mengatur pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi Pratama dapat di isi oleh ASN dari seluruh lembaga negara, dan selebihnya adalah orang-orang yang sudah lama berkecimpung dalam birokrasi pemprov sulsel.

Advertisement

Dalam tulisan ini, Penulis menggambarkan orang yang berlatar belakang karir akademisi sebagai Konseptor dan orang yang berlatar belakang karir birokrat murni adalah eksekutor.

Berdasarkan hasil penilaian kompetensi, siapakah yang unggul?

Konseptor kah, eksekutor kah? Mari kita telisik proses penilaiannya.

Dalam metode Assessment Center penilaian kompetensi dilaksanakan dengan pendekatan Multi assessor dan Multi Method / Instrument, dimana dalam proses ini melibatkan beberapa orang asesor dan menggunakan beberapa alat ukur simulasi untuk mengukur dan menilai kompetensi berdasarkan perilaku manajerial yang dimunculkan oleh peserta (asesi).

Mari kita lebih spesifik dalam proses penilaian pemetaan kompetensi Jabatan Pimpinan Tinggi Pratama lingkup Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan. Dalam kegiatan pemetaan ini, proses asesmen melibatkan 12 (dua belas) orang asesor, menggunakan 4 (Empat) alat ukur simulasi dan dilanjutkan dengan wawancara berbasis kompetensi. Simulasi yang digunakan diantaranya, case analyst, proposal writing, in basket / in tray, dan leaderless group discussion (LGD).

Dalam simulasi ini peserta disajikan beragam persoalan yang dimana dari respon yang diberikan akan menampakkan perilaku kompetensi yang dimiliki masing-masing asesi. Salah satu contoh dalam simulasi case analyst atau analisa kasus, asesi diberikan kasus tertentu yang kemudian asesi diminta untuk melakukan analisis permasalahan serta solusi pemecahan masalahnya. Termasuk langkah kerja serta skema kerjasamanya.

Berdasarkan hasil penilaian yang muncul, ada beberapa perbedaan mendasar yang membedakan antara konseptor dan eksekutor, yakni dalam hal pengambilan keputusan. Dari pengamatan dan penilaian beberapa asesor, konseptor lebih detail dalam hal perencanaan, mereka lebih mematangkan analisis permasalahannya dengan mengaitkan dengan teori-teori akademis yang ada.

Namun karena simulasi ini dibatasi oleh waktu, pada akhirnya mempengaruhi dalam proses keputusan akhirnya. Para konseptor cenderung lemah dalam eksekusi akhir dari detail perencanaan yang disusun.
Nah, bagaimana dengan eksekutor, akankah hasilnya lebih baik?. Dalam analisa kasus ini tidak hanya memunculkan satu atau dua kompetensi saja, bisa lebih bahkan kesembilan kompetensi yang dipersyaratkan bisa saja muncul dalam simulasi. Konseptor bisa saja lemah dalam kompetensi pengambilan keputusan

Namun bisa dipastikan mereka unggul dalam kompetensi orientasi pada hasil, dimana mereka dapat memunculkan kepiawaian mereka dalam menyusun konsep dan perencanaan yang detail.

Mari kita bahas hasil dari eksekutor. Masih dalam simulasi yang sama, yakni analisa kasus, eksekutor menampakkan kemampuan pengambilan keputusan yang cepat hanya saja kurang detail dalam perencanaan.

Eksekutor cenderung langsung menjurus kepada program yang ditawarkan dalam penyelesaian masalah.

Eksekutor kurang memperhatikan detail perencanaan dari program yang ditawarkan. Kelebihan dari eksekutor, mereka bisa dengan cepat mengeksekusi keputusan akhir dan menyelesaikan simulasi dengan tepat waktu.

Mari kita melangkah ke simulasi lainnya, tidak sah rasanya kalau kita hanya membahas satu simulasi saja, mengingat marwah Assessment Center, adalah multi method/multi instrument dimana untuk mendapatkan perilaku yang hendak dipotret, maka diperlukan simulasi-simulasi tertentu sesuai kompetensi yang hendak diungkap. Salah satu simulasi yang dapat diamati oleh asesor secara langsung dengan metode observasi yakni simulasi Leaderless Group Discussion (LGD).

Simulasi ini dilakukan secara berkelompok, dimana dalam satu kelompok terdapat 5-6 orang asesi yang akan berdiskusi membahas permasalahan-permasalahan tertentu. Langsung saja dalam kegiatan pemetaan pejabat eselon 2 Pemprov. Sulsel ini, penulis bertindak sebagai asesor dan melakukan observasi di beberapa simulasi salah satunya LGD.

Penulis mengamati dua kelompok yang berbeda dimana kelompok pertama diisi oleh para konseptor dan kelompok kedua diisi oleh para eksekutor. Dari pengamatan asesor ada perbedaan mendasar dari proses diskusi kedua kelompok ini, yakni dinamika dan ritme diskusi serta kembali lagi yang dikatakan diawal yakni pengambilan keputusannya.

Kelompok diskusi para konseptor bisa dikatakan berjalan dengan ritme yang cukup alot, dinamika diskusi tidak begitu terbangun. Sekali lagi, bahwa setiap simulasi dibatasi oleh waktu pada akhirnya kelompok konseptor ini tidak sampai dalam mufakat diskusi. Namun dalam proses berjalannya diskusi, secara konteks dan konten pembahasan diskusi bisa dikatakan berbobot, hal ini dikarenakan fokus dari pembahasan dibahas secara detail dan konsep-konsep kerjanya dimatangkan dengan teori-teori akademis yang ada.

Fenomena sebaliknya terjadi pada kelompok kedua yakni para eksekutor,

dimana kelompok ini lebih berjalan dinamis, dengan tindakan-tindakan eksekusi yang cepat dalam mencapai mufakat diskusi. Waktu yang disediakan untuk simulasi LGD ini adalah 45 menit, namun kelompok eksekutor dapat menyelesaikan diskusi kurang dari waktu tersebut.

Namun kembali lagi dari proses sampainya keputusan, kelompok eksekutor ini secara konteks dan konten perencanaan dan konsep program kurang didetailkan, sehingga bisa dipastikan untuk kompetensi orientasi pada hasil di kelompok ini masih kurang.

Nah, itu tadi beberapa gambaran proses penilaian kompetensi khusunya JPTP dalam lingkup Pemprov. Sulsel. melalui metode Assessment Center, untuk hasil akhir dari seluruh rangkaian penilaian dan hasil Assessor Meeting menyimpulkan bahwa setiap asesi memiliki keunggulan dan kelemahan masing-masing.

Begitupun dengan pengamatan penulis terkait antara Konseptor dan eksekutor, keduanya memiliki keunggulan dan kelemahan masing-masing individu. Penulis menyimpulkan bahwa Konseptor memiliki keunggulan dalam perencanaan dan konsep langkah-langkah kerja, dan hal ini dapat diukur dalam kompetensi orientasi pada hasil namun perlu pengembangan dalam hal pengambilan keputusan, sedangkan eksekutor unggul dalam pengambilan keputusan dalam hal ini eksekusi langkah kerja, namun perlu pengembangan dalam hal manajemen perencanaan strategis.

Pada intinya, kepemimpinan dengan kemampuan konseptor maupun eksekutor ini bisa bekerjasama dan saling melengkapi khususnya dalam organisasi pemerintahan. Kalau bisa diibaratkan, seorang konseptor itu ibarat otak sedangkan eksekutor itu sebagai tangan, kaki dan anggota tubuhnya lainnya. Tinggal bagaimana organisasi pemerintah bisa menempatkan orang-orang pada posisi yang seharusnya, “The Right Man on The Right Place”.

Advertisement