Frederikus Gebze, Ketua Asosiasi Petani Papua

Merauke||LegionNews Papua– Frederikus Gebze, Bupati Kabupaten Merauke mengunjungi lahan perkebunan kelompok Tani Orang Asli Papua di borerep Kabupaten Merauke,

Sabtu 12 September 2020, kunjungan Bupati Merauke ke perkebunan milik petani lokal Orang Asli Papua, kelompok ini terdiri dari berbagai suku Orang Asli Papua (OAP) yang menggarap lahan tidur digunakan untuk menanam umbi-umbian.

Ditengah pandemi covid 19 kelompok tani OAP menginisiasi langkah untuk menanam tanaman umbi-umbian sebagai upaya untuk membantu perekonomian keluarga serta sarana untuk mata pencaharian meningkatkan taraf kesejahteraan masyarakat Orang Asli Papua.

Langkah ini bermula dari inisiatif masyarakat Orang Asli Papua sendiri kemudian disampaikan ke kepala distrik Merauke, dan diapresiasi oleh pemerintah daerah dalam hal ini Bupati Merauke atas kesadaran masyarakat untuk mandiri diatas tanahnya sendiri.

Advertisement

“Dengan covid ini kita tidak bisa bergerak, nah bagaimana kita mau cari makan, dari situ kami berfikir untuk lahan- lahan kosong ini kita gunakan untuk menyokong kebutuhan rumah tangga” komentar Penggagas kelompok tani Orang Asli Papua,

Dalam kesempatan ini masyarakat yang tergabung dalam kelompok tani meminta bapak Frederikus Gebze menjadi ketua umum Asosiasi Petani Papua,karena dianggap peduli atas kesejahteraan petani Orang Asli Papua,

“Keberadaan orang Papua sebagai pemilik hak Ulayat yang sah Dan memiliki hak kesulungan, mereka juga memiliki prestasi untuk mengelola lahannya, namun dalam berjalannya selalu ada stigmatisasi bahwa kita kurang mampu dan lain sebagainya, selain hal ini kita anggap tidak mengenakkan, kita anggap juga sebagai motivasi bahwa kita bisa” ungkap Frederikus Gebze

Tren minat bertani Orang Asli Papua yang mulai menurun sejak 20 tahun terakhir ditambah stigma dari masyarakat pendatang karena masyarakat Orang Asli Papua dianggap tidak mampu bersaing bercocok tanam padi di lokasi transmigrasi ini menyebabkan urbanisasi besar-besaran dari kampung-kampung dan kabupaten lain di wilayah selatan Papua, sehingga terdapat beberapa titik wilayah padat penduduk Orang Asli Papua di kota Merauke, dengan tingkat pendapatan yang dibawah dari UMR kabupaten Merauke, sehingga angka putus sekolah bertambah dan stunting masih ada.

Hal serius lainnya adalah bahwa kebijakan yang diputuskan oleh Pemerintah Pusat tidak berdasar atas basic root budaya Orang Asli Papua, ketika masyarakat Papua yang makanan pokoknya adalah sagu dan umbi-umbian kemudian didatangkan transmigrasi pada era Soeharto dan diseragamkan dengan kebudayaan Jawa mengkonsumsi nasi dan menanam padi, tentu ini menjadi timpang karena mereka belum memiliki ilmu dasar dan pengalaman untuk menanam padi, beberapa dekade pemerintahan pun berganti namun pola perspektif pusat untuk Papua belum berubah, sehingga tidak ada perubahan yang berarti.

Di era pemerintahan Jokowi mencanangkan Merauke sebagai lumbung padi, namun hal ini tidak dilihat secara keseluruhan, yang diprioritaskan adalah masyarakat yang menanam padi sehingga bantuan alat Pertanian hanya diberikan ke kelompok trans, dan ini akan memperparah jurang kesenjangan Orang Asli Papua, tak heran jika dana Otsus yang besar jumlah tak dirasakan dampaknya oleh Orang Asli Papua.

“Yang kedua adalah kita ada keterbatasan dan kecemburuan karena ketidakadilan didalam distribusi alat, pada momentum inilah kita berusaha membangkitkan kesadaran Orang Asli Papua untuk produktif”

Lebih lanjut Frederikus Gebze sebagai ketua Asosiasi Petani Papua menyampaikan bahwa masih banyak hal yang perlu dilakukan untuk mengakomodir para petani Orang Asli Papua (OAP), dan berkoordinasi dengan berbagai lembaga serta Melakukan pelatihan-pelatihan kepada para anggota kelompok tani.

“Dengan demikian melihat hal ini menjadi pertanyaan apakah Otsus ini berhasil atau tidak, sementara masyarakat kita masih dibawah garis kemiskinan, kalau di bilang berhasil dalam kondisi apa, indikatornya yang seperti apa”
(Nuel)

Advertisement