Tidak Ada Undang-Undang Yang Sempurna

Penulis: Dr.dr. Ampera Matippanna, Sked. MH
Dokter fungsional Pada Badan Pengembangan SDM Provinsi Sulawesi Selatan

EDUKASI||Legion News – Dalam negara demokratis seperti di Indonesia, proses lahirnya sebuah undang-undang merupakan hasil dari sebuah proses daya tarik-menarik atau tolak menolak dari berbagai kepentingan-kepentingan politik diparlemen bersama dengan pemerintah yang berkuasa saat itu. Dalam teori ilmu fisika, daya tarik-menarik dan tolak menolak tersebut disebut sebagai daya sentrifugal dan sentrifetal agar benda yang bergerak selalu dalam keadaan yang seimbang.

Perpaduan keseimbangan tersebut disebut sebagai resultante yang menjadi penentu arah gerak benda tersebut. Undang-Undang yang di sahkan diparlemen adalah merupakan resultan dari kekuatan-kekuatan politik dan pemerintah untuk kepentingan masyarakat luas pada umumnya.

Sebagai sebuah reslutan politik kepentingan dapatlah dipahami bahwa Undang-Undang yang lahir tentunya merupakan kompromi politik, sehingga tidak mampu memuaskan seluruh kepentingan-kepentingan politik di parlemen, hal mana para politisi dari berbagai organisasi politik nota bene adalah sebagai representasi dari rakyat yang menjadi konstituen politiknya.

Advertisement

Oleh sebab itu maka tidak ada satupun UU yang dihasilkan akan sempurna. Namun demikian tentunya UU tersebut diharapkan mampu memenuhi aspirasi dan kepentingan dari mayoritas rakyat sebagai warga negara.

Karena UU itu lahir dan di sahkan oleh parlemen sebagai sebuah lembaga legislasi negara, yang bertindak untuk dan atas nama rakyat dan negara, maka seharusnya menjadi keputusan bersama yang sifatnya mengikat, sehingga seharusnya mendapat dukungan politik dalam pelaksanaan UU tersebut, sembari melakukan pengawasan terhadap adanya kemungkinan aspek-aspek yang merugikan kepentingan masyarakat luas.

Menyadari bahwa tidak ada UU yang sempurna, maka diharapkan bagi setiap pemangku kepentingan yang merasakan hak-hak konstitusionalnya untuk melakukan telaah akademik dan melakukan uji materi UU tersebut di Mahkamah Konstitusi pada pasal atau ayat mana dari bagian UU tersebut yang jika tetap dilaksanakan akan menimbulkan kerugian bagi kepentingan mereka dan bagi kepentingan rakyat banyak.

Mekanisme uji materi ( Judicial review) adalah salah satu bentuk partisipasi demokratis dari masyarakat untuk melakukan perbaikan dan penyempurnaan sebuah UU.

Selain mekanisme Judicial Review negara juga menjamin hak-hak konstitusional warga negara dalam menyampaikan aspirasinya dalam bentuk pernyataan sikap atau demonstrasi untuk mempengaruhi pengambilan keputusan atau pelaksanaan sebuah kebijakan sepanjang dilaksanakan sesuai dengan cara-cara dan mekanisme yang sesuai dengan ketentuan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku pula. Jaminan kebebasan dalam berkumpul, berserikat dan berpendapat sebagaimana yang diatur dalam konstitusi Pasal 28 E ayat (3) UUD 1945, bukanlah kebebasan yang tanpa syarat, tetapi kebebasan yang dilaksanakan sesuai dengan prosedur yang baik, benar dan tanpa anarkis.

Dalam teori sistem hukum, ektifitas dan keberhasilan sebuah UU tidaklah terlepas dari pengaruh subsistem struktur hukum, substansi hukum dan budaya Hukum sebagai sebuah kesatuan sistem yang berkembang dalam masyarakat.

Dari ketiga sub sistem hukum tersebut yang paling memegang peranan besar adalah subsistem struktur hukum sebagai pelaksana hukum dan perundang-undangan

BM Taverne ( 1874-1944) pakar sosiologi Hukum pernah mengatakan : Beri aku polisi yang baik, jaksa yang baik , pengacara yang baik dan hakim yang baik, maka dengan secarik undang-undang aku akan memperlihatkan keadilan.

Dari pernyataan ini sangatlah jelas bahwa meskipun tiada UU yang sempurna namun dengan integritas yang tinggi dari pelaksana hukum dan perundang-undangan akan sangat menentukan keberhasilan dari pelaksanaan UU di masyarakat.

Mari kita mengawal setiap pelaksanaan UU baik yang baru maupun yang telah lama diberlakukan oleh para pelaksana hukum agar tetap tetap berjalan pada rel yang benar.

Advertisement