Ranperda Tentang Ratschap Finua di Kota Tual Dinilai Akal-Akalan Dewan-Pemkot

Ranperda Ohoi, Akal Pemkot-Dewan di Tual Ingin Hilangkan Kewenangan Raja

TUAL, Legion News – Badan perencanaan peraturan daerah DPRD bersam Pemkot Kota Tual menggodok Ranperda yang mengatur tentang penataan Ratschap Ohoi atau Finua. Dengan tujuan memilih kepala desa.

Ranperda ohoi atau finua terselip banyak kepentingan “busuk”. Bahkan habya akal-akalan Pemkot dan Dewan di Tual ingin hilangkan kewenangan Raja-raja.

Salah satu seorang aktivis dan praktisi hukum. Sahmadi Reniwurwarin, SH.,MH. Menyebutkan jika Ranperda soal ohoi atau finua perlu dipertanyakan karena terselip kepentingan sehingga perlu diteliti legalitas dan produk ilmiah.

Advertisement

Menurutnya, apabila Bapemperda DPRD Kota Tual, yang telah melakukan studi komperasi. Maka hasil studi komparasi tersebut hanya dapat digunakan sebagai acuan untuk melakukan pengkajian secara komperhensif terhadap karakteristik masyarakat adat pada bebrapa Ratschap yang tergolong dalam wilayah administrasi pemerintah Kota Tual.

“Sebagai contoh di ketahui terdapat karakteristik masyarakat adat pada Ratschap Kilsoin dan Ratschap Kilmas di Pulau-pulau Kur, yang secara prinsipil memiliki perbedaan struktur dan tatanan adat secara turun temurun baik dari aspek bahasa sosial budaya,” ujarnya, Senin (8/6/2020).

“Maupun tatanan pemerintahan adat, filosofi hukum adatnya, dan karakteristik masyarakat adat pada wilayah Kota Tual yang berpedoman pada karakteristik hukum adat Lar Vul Ngabal,” sambung Sahmadi dalam keterangan reaminya.

Pendapat Sahmadi sebagai respon atas pernyataan ketua DPRD kota Tual soal Ranperda Ohoi atau Finua yang dianggap final dan tidak cacat presudur hukum adat.

Sahmadi Reniwurwarin menagaskan, apabila beberapa Ranperda yang mengatur tentang perubahan Status Desa (administratif) menjadi Desa Adat tersebut, didalam materi yang terkandung di dalamnya tidak mengatur mengakomodir komprehensif karakteristik dan nilai-nilai sosial budaya yang hidup dan di anut oleh seluruh komponen masyarakat adat yang terhimpun dalam wilayah administrasi Kota Tual secara komprehensif.

“Maka dapat dipastikan bahwa beberapa produk hukum daerah Kota Tual tersebut akan mengancam tatanan nilai serta struktur masyarakat adat di Kota Tual,” jelasnya.

Dia menuturkan, apalagi dalam tahapan perencanaan maupun penyusunan beberapa Ranperda Kota Tual tersebut terkesan mengabaikan asas hukum pembentukan perundang-undangan yang baik, dalam hal ini asas keterbukaan bahwa dalam pembentukan peraturan perundang-undangan di mulai dari Perencanaan, Penyusunan, Pembahasan, Pengesahahan atau Penetapan dan Pengundangan bersifat Transparan dan Terbuka.

Dengan demikian dalam tahapan Pembentukan empat buah Ranperda Kota Tual tersebut, maka seluruh lapisan masyarakat adat Kota Tual, di berikan ruang dan kesempatan yang seluas-luasnya untuk memberikan masukan agar memperkaya khasana materi naskah Akademik yang akan di jadikan sebagai landasan empat buah Ranperda yang akan di bentuk oleh Bapemperda Kota Tual.

“Perlu di diketahui bahwa dalam beberapa tahapan pembentukan empat buah Ranperda tersebut oleh DPRD Kota Tual terkesan tertutup hal ini terlihat pada tidak adanya naskah akademik, serta kurangnya penyebarluasnya draf-draf hukum empat buah Ranperda tersebut kepala seluruh lapisan masyarakat adat sebagai subjek hukum yang hak dan kepentingannya akan di atur dalam bebrapa Ranperda Tersebut,” tuturnya.

Ditambahkan, kondisi demikian mempertegas kesimpulan Publik bahwa tujuan dari pembentukan beberapa Ranperda yang mengatur tentang nilai-nilai kearifan lokal di Kota Tual sangat jauh dari aspek filosofis, sosiologis, dan yuridis.

“Kalau demikian, maka pertanyaan filosofisnya adalah apa tujuan sebenarnya dari tujuan sebenarnya dari pembentukan empat buah Ranperda tersebut oleh Bapemperda DPRD Kota Tual ?. Attau bahasa sederhanya (Ranperda Anfaak I Fo Anbe ? (Peraturan Daerah I, Dapuna Kot Hi Ra Hi ?). Yang kurang lebih Empat buah Ranperda untuk siapa?,” pungkasnya.

Sebelumnya, Hasan Syarifudin Borut sebagai Ketua DPRD Kota Tual, terkait empat buah Rapenda Kota Tual, melalui kepada awak media pada tanggal 6 Juni 2020. Terkait pembentukan produk hukum daerah dalam hal ini, empat buah Ranperda Kota Tual yaitu,

Pertama, Ranperda Kota Tual tentang Ratschap Ohoi atau Finua. Kedua, Ranperda Kota Tual tentang Pemilihan Kepala Ohoi atau Finua. Ketiga, Ranperda Kota Tual tentang Badan Saniri Ohoi atau Finua. Keempat, Ranperda Kota Tual tentang Ratschap, Ohoi dan Finua
Yang pada pokoknya menyatakan bahwa pembentukan empat buah Ranperda tersebut.

“Tidak perlu ada naskah akademik, karena tahapan pembentukan empat buah Ranperda tersebut telah melalui studi komperasi oleh DPRD Kota Tual terhadap Perda 03 Tahun 2009 di Kabupaten Maluku Tenggara. Naskah Akademik sudah ada sebab secara administrasi kedua daerah terpisah Pemerintahan, namun secara adat hanya satu,” kata Hasan Syarifudin Borut.

Pernyataan tersebut tidak dibenarkan secara hukum, apabila di tinjau dari ilmu hukum perundang-undangan, sebab dalam pembentukan suatu produk hukum baik pada tingkat pusat maupun daerah, mestinya Bapemperda DPRD Kota Tual, berpedoman pada peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang mekanisme pembentukan Peraturan Perundang-undangan, di antaranya.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2019 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, dan Permendagri nomor 80 tahun 2015 tentang pembentukan produk hukum daerah yang diubah dengan Permendagri nomor 120 tahun 2018. (*)

Advertisement