Permendikbudristek PPKS Dinilai Sebagai Langkah Progresif Kemendikbudristek

FOTO: Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Diah Pitaloka
FOTO: Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Diah Pitaloka

LEGION NEWS.COM, JAKARTA – Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Diah Pitaloka menilai Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 30 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) sebuah langkah progresif dari Kemendikbudristek.

Ia mengatakan DPR RI berupaya menyelesaikan pembahasan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS). Selain itu ia melihat, sepanjang proses advokasi RUU PKS, yang menarik adalah peranan kampus dalam membuka wawasan kekerasan seksual.

“Peran kampus dalam melakukan advokasi, edukasi, literasi, dan juga tanpa sadar membangun gelombang sosial yang membuka wawasan wacana kekerasan sebagai suatu hal yang ditunjukkan dalam kehidupan kebangsaan Indonesia di titik ini,” kata Diah dalam Webinar Nasional Pekan Progresif 2021 yang diadakan oleh Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, Sabtu (13/11/2021).

Politisi PDI-Perjuangan ini menyampaikan bahwa publik saat ini sudah berani dan sudah memperoleh ruang, dalam konteks menyuarakan kekerasan seksual, karena sifatnya yang berubah dari ranah privat ke ranah publik.

Advertisement

Dengan banyaknya kasus-kasus yang terbuka, Diah juga melihat hal ini mengejutkan, karena kampus saat ini berada di garda terdepan dalam perjuangan penghapusan kekerasan seksual.

Diah juga mengungkapkan, bahwa di DPR pembahsannya semakin berkembang dengan terus mendegarkan aspirasi masyarakat

“Sebelumnya UU hanya sebuah kata atau diksi, tetapi makin dipahami bahwa ada konteks sosial yang luar biasa dalam, luar biasa banyak persoalan yang disuarakan oleh masyarakat, dan persoalan-persoalan itu masuk ke pembahasan UU di DPR, ini menarik sekali,” jelas legislator dapil Jawa Barat III tersebut.

Sehingga, menurutnya pembahasan UU saat ini tidak hanya berdasarkan jumlah, tetapi konteks sosial masalah menjadi salah satu hal yang dipahami.

“Ini bukan masalah jumlah, ini masalah harkat dan martabat, memang tantangannya juga banyak dalam menerjemahkan paradigma dan perspektif termasuk perspektif hukum sendiri. Dan saat ini hukum mendorong perubahan dalam konteks kekerasan seksual,” imbuh Diah. (tn/sf)

Advertisement