LEGIONNEWS.COM – MAKASSAR, Dua kota di provinsi sulawesi selatan (Sulsel) masuk dalam daftar 10 kota dengan skor Indeks Kota Toleran (IKT) terendah berdasarkan pengamatan selama tahun 2024.
Dari 10 kota yang masuk IKT terendah terdapat 2 kota di Sulsel, Yaitu Kota Makassar dan Parepare. Hal itu disampaikan Direktur Eksekutif SETARA Institute, Halili Hasan, dalam keterangannya, Selasa (27/5/2025).
SETARA Institute dalm rilis daftar 10 kota dengan skor Indeks Kota Toleran terendah.
Namun, rendahnya skor IKT ini bukan disebabkan oleh maraknya peristiwa intoleransi atau hal-hal negatif lainnya.
“(Skor rendah) Juga disebabkan ketiadaan fokus dan inovasi terhadap pemajuan toleransi di kotanya. Sementara, kota-kota (lain) telah bergegas dalam melakukan berbagai inovasi maupun terobosan dalam pemajuan toleransi,” ujar Halili Hasan dikutip dari Kompas.com
Berikut skor Indeks Kota Toleran (IKT) terendah di 10 kota di Indonesia;
1. Kota Parepare, Sulawesi Selatan, skor 3,945.
2. Kota Cilegon, Banten, skor 3,994.
3. Kota Lhokseumawe, Aceh, skor
4,140.
4. Kota Banda Aceh, skor 4,202.
5. Pekanbaru, Riau, skor 4,320.
6. Bandar Lampung, skor 4,357.
7. Makassar, Sulawesi Selatan, skor 4,363.
8. Ternate, Maluku Utara, skor 4,370.
9. Kota Sabang, Aceh, skor 4,377.
10. Kota Pagar Alam, Sumatera Selatan, skor 4,381.
Halili mengatakan, dari tahun ke tahun, peringkat 10 kota dengan indeks toleransi terendah tidak banyak mengalami perubahan. Misalnya, di kota Pagar Alam dan Sabang yang pada tahun 2023 juga menempati peringkat 81 dan 85 dari total 94 kota yang diteliti.
Pada dua kota ini tidak terdapat kebijakan yang diskriminatif dan peristiwa intoleran. Namun, di dua kota ini, ekosistem toleransi belum benar-benar terbukti.
Misalnya, terkait dengan visi toleransi dalam pembangunan, kebijakan promotif toleransi, hingga kinerja pemerintah yang belum menunjukkan adanya semangat pemajuan toleransi. Sementara itu, stagnansi kebijakan dan keinginan untuk menjadi lebih toleran juga membuat kota-kota ini menempati peringkat bawah. Misalnya, kota Cilegon, Banda Aceh, Pekanbaru, dan Lhokseumawe yang berdasarkan pantauan SETARA Institute belum menghadirkan inovasi untuk memajukan toleransi, baik dalam bentuk program maupun kebijakan.
“Meskipun terus diupayakan dan sudah lama memiliki ruang-ruang komunikasi dialogis yang baik antaragama dan etnis, tetapi nyatanya terhambat oleh kebijakan pemerintah kota,” kata Halili.
Ada delapan indikator yang diperhitungkan dalam penilaian Indeks Kota Toleran tahun 2024 ini. Indikator-indikator ini antara lain Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD), kebijakan pemerintah kota, peristiwa intoleransi, dinamika masyarakat sipil, pernyataan publik pemerintah kota, tindakan nyata pemerintah kota, heterogenitas agama, dan inklusi sosial keagamaan. Halili mengatakan, Indeks Kota Toleran ini diteliti berdasarkan sejumlah data yang diperoleh dari dokumen resmi pemerintah, yaitu data Badan Pusat Statistik (BPS), data Komnas Perempuan, data SETARA Institute, dan referensi media terpilih.
Pengumpulan data juga dilakukan melalui kuesioner self-assessment kepada seluruh pemerintah kota. Sementara itu, jumlah kota yang menjadi obyek kajian ada 94 kota dari total 98 kota di seluruh Indonesia. Empat kota yang tidak disebutkan merupakan kota administrasi di DKI Jakarta yang digabungkan penilaiannya menjadi satu, yaitu kota DKI Jakarta. (*/Kompas)

























