LEGIONNEWS.COM – NASIONAL, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah mendalami kasus dugaan korupsi pengadaan pupuk di Kementerian Pertanian era Mentan Syahrul Yasin Limpo (SYL).
Terbaru komisi antirasuah itu memanggil Direktur PT Dwi Mitra, Tommy Mursamsu Mardisusanto. Dia diperiksa oleh penyidik KPK di gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan.
Pemeriksaan Direktur PT Dwi Mitra dibenarkan Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri. Kepada media dikatakan KPK mengklarifikasi Tommy soal proyek pengadaan pupuk di Kementan era Menteri Pertanian (Mentan) SYL. Tommy diperiksa. Senin kemarin (8/1/2024).
“Saksi ini hadir dan dikonfirmasi antara lain terkait dengan pengetahuannya soal pelaksanaan proyek pengadaan pupuk di Kementan RI pada saat tersangka SYL menjabat sebagai Mentan,” kata Ali kepada wartawan, Selasa (9/1).
Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan penahanan paksa terhadap mantan Direktur Jenderal Hortikultura Kementerian Pertanian Hasanuddin Ibrahim dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi pengadaan pupuk hayati untuk pengendalian organisme pengganggu tumbuhan pada Kementerian Pertanian tahun anggaran 2013. Langkah itu disampaikan oleh Deputi Penindakan KPK Karyoto dalam keterangan pers di Gedung Merah Putih, Jakarta, Kamis (20/5/2022).
“Untuk kepentingan penyidikan dilakukan upaya penahanan paksa oleh tim penyidik untuk 20 hari ke depan terhadap tersangka HI terhitung tanggal 20 Mei 2022 sampai 8 Juni 2022 di rutan KPK pada Gedung Merah Putih,” ujarnya.
Dalam perkara ini, sebelumnya KPK telah menetapkan tiga tersangka. Selain Hasanuddin yang menjabat periode 2012, dua orang lainnya adalah SR (Sutrisno) selaku pihak swasta. SR ketika itu merupakan Direktur Utama PT Hidayah Nur Wahana. Satu tersangka lain adalah Eko Mardiyanto selaku PPK pada Ditjen Hortikultura Kementan periode 2012.
Konstruksi Perkara
Menurut Karyoto, tindak pidana korupsi terjadi pada 2012. Eko, selaku PPK, melakukan rapat pembahasan bersama Hasanuddin di antaranya terkait anggaran dan pelaksanaan proyek lelang pengadaan fasilitas sarana budidaya untuk mendukung pengendalian organisme pengganggu tumbuhan tahun anggaran 2013.
Dalam rapat tersebut diduga ada perintah Hasanuddin untuk mengarahkan dan mengkondisikan penggunaan pupuk merek Rhiza Gold dan memenangkan PT HNW sebagai distributornya.
“Selama proses pengadaan berjalan, diduga HI aktif memantau proses pelaksanaan lelang, di antaranya dengan memerintahkan EM untuk tidak menandatangani kontrak sampai dengan daftar isian pelaksanaan anggaran APBNP 2012,” ujarnya.
Di samping itu, menurut Karyoto, Hasanuddin juga memerintahkan beberapa staf di Ditjen Holtikultura untuk mengubah nilai anggaran pengadaan dari semula 50 ton dengan nilai Rp 3,5 m menjadi 255 ton dengan nilai Rp 18,6 miliar. Di mana perubahan data tersebut tanpa didukung data kebutuhan riil dari lapangan berupa permintaan dari daerah.
“HI juga turut melibatkan adiknya Ahmad Nasir Ibrahim alias Nasir karyawan freelance PT HNW untuk aktif menyiapkan kelengkapan dokumen sebagai formalitas kelengkapan lelang,” kata Karyoto.
Selanjutnya setelah pagu anggaran disetujui Rp 18,6 miliar, Karyoto mengatakan proses lelang yang sebelumnya sudah dikondisikan sejak awal oleh Hasanuddin kemudian memenangkan PT HNW sebagai pemenang lelang.
Atas perintah Hasanuddin, Eko menandatangani berita serah terima pekerjaan 100% untuk syarat pembayaran ke PT HNW, di mana faktanya progres pekerjaan belum mencapai 100%.
“Atas perbuatan tersangka tersebut, diduga mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar sejumlah Rp 12,9 miliar dari nilai proyek Rp 18,6 miliar,” ujar Karyoto.
Atas perbuatannya, tersangka disangkakan pasal 2 atau pasal 3 UU 31 Tahun 1999, sebagaimana telah diubah dengan UU 20/2021 tentang perubahan atas UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat 1 kesatu KUH Pidana.
“Upaya paksa penahanan tersangka pada penyidikan perkara pengadaan pupuk hayati di Kementerian Pertanian tahun 2016 ini merupakan komitmen KPK untuk menyelesaikan setiap tunggakan perkara agar penegakan hukum tindak pidana korupsi dilaksanakan secara tuntas, dan pihak terkait bisa segera mendapatkan kepastian hukum,” kata Karyoto. (**)