Merampas Hak Rakyat di Rempang, Ketum Badko HMI Jabodetabeka-Banten Bakal Temui Bahlil

FOTO: Fadli Rumakefing, Ketua Umum (Ketum) Badko HMI Jabodetabeka-Banten periode 2021-2023
FOTO: Fadli Rumakefing, Ketua Umum (Ketum) Badko HMI Jabodetabeka-Banten periode 2021-2023

LEGIONNEWS.COM – NASIONAL, Badan Koordinasi Himpunan Mahasiswa Islam (Badko HMI) Jabodetabeka-Banten, berencana menyambangi kantor Menteri Investasi/Kepala BKPM, Bahlil Lahadalia.

Tujuan kedatangan Badko HMI itu untuk meminta pertanggungjawaban atas konflik yang terjadi di tanah Melayu tersebut. Konflik di Pulau Rempang yang tidak kunjung terurai dengan baik menjadi alasan Fadli Rumakefing, Ketua Umum (Ketum) Badko HMI Jabodetabeka-Banten periode 2021-2023 bakal menyambangi kantor mantan Ketua HIPMI itu.

Badan Koordinasi Himpunan Mahasiswa Islam (Badko HMI) Jabodetabeka-Banten berencana menyambangi kantor Menteri Investasi/Kepala BKPM, Bahlil Lahadalia. Tujuannya, untuk meminta pertanggungjawaban atas konflik yang terjadi di tanah Melayu tersebut.

Menurut Ketum Badko HMI Jabodetabeka-Banten, Proyek Strategis Nasional (PSN) di Pulang Rempang berujung duka. Alih-alih demi peningkatan ekonomi, pendapatan negara dan demi kesejahteraan rakyat, investasi dibebaskan merampas hak-hak rakyat di pelosok negeri.

Advertisement

“Pada tanggal 7 September 2023 warga melakukan penolakan pengukuran lahan yang dilakukan oleh BP Batam di Pulau Rempang, Batam, Kepulauan Riau yang berujung konflik antara rakyat dengan swasta dan negara,” kata Fadli dalam keterangannya kepada Kantor Berita Politik RMOL, Kamis pagi (21/9).

Di sisi lain, kata Fadli, Menteri Bahlil Lahadalia dalam Rapat Kerja bersama Komisi VI DPR RI menyatakan bahwa konflik di Pulau Rempang karena kurangnya sosialisasi. Pernyataan itu dianggap mengonfirmasi bahwa proyek tersebut dilakukan tanpa memperhatikan kepentingan dan hak-hak rakyat di Pulau Rempang, Batam, Kepulauan Riau.

“Pertanyaan yang muncul kemudian adalah kalau benar rakyat diperhatikan, maka sejauh ini Bahlil Lahadalia ke mana? Jangan hanya bicara soal investasi triliunan rupiah tapi kepentingan dan hak dasar rakyat dilupakan,” tegas Fadli.

Fadli menerangkan, rencana pembangunan kawasan Rempang Eco City berdampak pada penggusuran kampung tua atau kampung adat yang diklaim sudah ada sebelum Indonesia merdeka atau tepatnya pada tahun 1834.

Proyek tersebut rencananya akan memakan lahan Pulau Rempang seluas 7.572 hektare atau 45,89 persen dari total keseluruhan lahan Pulau Rempang sebesar 16.500 hektare. Akibatnya, pemerintah akan merelokasikan penduduk di Pulau Rempang sebanyak 7.500 jika ke Pulau Galang.

“Terlepas dari kepentingan negara di sektor investasi, negara berkewajiban melindungi rakyatnya dan mengutamakan kepentingan rakyat demi tercapainya keadilan sosial,” terang Fadli.

Untuk itu kata Fadli, melihat konflik di Pulau Rempang tidak terurai dengan baik, maka pihaknya akan menyambangi kantor Menteri Bahlil.

“Untuk meminta pertanggungjawaban atas konflik yang terjadi di tanah Melayu, Pulau Rempang. Keselamatan rakyat merupakan hukum tertinggi bagi suatu negara, ‘salus populi suprema lex esto’,” pungkasnya. (*)

Advertisement