LEGION NEWS.COM – Pakar Hulum Tata Negara Universitas Muslim Indonesia Makassar, Fahri Bachmid menilai penunjukan prajurit TNI/Polri aktif jadi penjabat (Pj) kepala daerah tidak memiliki pijakan konstitusional.
Hal itu disampaikannya terkait dengan keputusan Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian yang menunjuk Kepala Badan Intelijen (BIN) Sulawesi Tengah, Brigjen TNI Andi Chandra As’aduddin sebagai Pj Bupati Seram Bagian Barat.
“Penunjukan Penjabat dari unsur prajurit TNI aktif tidak tersedia pijakan konstitusionalnya,” kata Fahri Bachmid dalam keterangan tertulisnya yang diterima redaksi kompas.tv, Kamis (26/5/2022).
Fahri menyatakan, Mahkamah Konstitusi telah membuat kaidah tegas dalam putusan perkara Nomor 15/PUU-XX/2022.
Pada prinsipnya, Fahri menjelaskan, prajurit hanya dapat menduduki jabatan sipil setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas aktif keprajuritannya. Ini adalah rumusan kaidah yang sifatnya “ekspresif verbis”.
Karena itulah, menurut Fahri, Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD tidak perlu membangun dan memperluas tafsir selain yang dibuat MK.
“Secara konstitusional MK itu adalah lembaga negara yang satu-satunya yang diberikan kewenangan untuk memberikan tafsir konstitusional yang sifatnya mengikat semua pihak ‘result interpreter of the constitution’” ungkapnya.
Disisi yang lain, dia juga menyebut, kebijakan penunjukan penjabat Prajurit TNI aktif secara fundamental adalah melanggar sejumlah Ketetapan MPR.
Antara lain ketetapan MPR Nomor: X/MPR/1998 tentang Pokok-Pokok Reformasi Pembangunan dalam Rangka Penyelamatan dan Normalisasi Kehidupan Nasional sebagai Haluan Negara.
Selain itu juga tak sesuai TAP MPR Nomor: VI/MPR/2000 tentang Pemisahan TNI dan Polri dan juga TAP MPR Nomor: VII/MPR/2000 yang menegaskan bahwa TNI dan Polri secara kelembagaan terpisah sesuai dengan peran dan fungsi masing-masing.
Menurutnya juga melanggar ketentuan norma pasal 47 ayat (1) UU No. 34/2004 tentang TNI,
Fahri Bachmid berpendapat bahwa secara teoritik maupun yuridis, mandat konstitusional yang dikirimkan MK kepada pemerintah dalam berbagai pertimbangan hukum di berbagai putusan MK adalah bersifat wajib dan mengikat.
DIa menyatakan, pertimbangan hukum dalam putusan MK adalah mempunyai daya mengikat serta wajib untuk ditindaklanjuti sebagaimana mestinya,
“Jika tidak, maka potensial menjadi masalah hukum serta berimplikasi terhadap keabsahan semua tindakan serta perbuatan pemerintahan itu sendiri, ini adalah sesuatu yang sangat serius,” ujar Fahri.
Pertimbagan hukum MK terkait hal tersebut adalah bahwa Jabatan ASN diisi dari Pegawai ASN dan Jabatan ASN tertentu dapat diisi dari prajurit TNI dan anggota Polri.
Pengisian Jabatan ASN tertentu yang berasal dari prajurit TNI dan anggota Polri dilaksanakan pada Instansi Pusat
Hal itu diatur dalam Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (UU 34/2004) dan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (UU 2/2002).
“Jika merujuk pada ketentuan Pasal 47 UU 34/2004 ditentukan pada pokoknya prajurit TNI hanya dapat menduduki jabatan sipil setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas aktif keprajuritan,” jelas Fahri. (Sumber: kompas)