Anies Baswedan Penuhi Panggilan Penyidik KPK, ini Konstruksi Perkara Kasus Pengadaan Lahan di Munjul

FOTO: Anies Baswedan hadiri pemanggilan penyidik KPK, di gedung merah putih KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Selasa (21/9/2021). [Detik]

LEGION NEWS.COM, JAKARTA – Anies Baswedan diperiksa KPK hari ini. Gubernur DKI Jakarta itu diperiksa sebagai saksi terkait kasus dugaan pengadaan lahan di Munjul, Jakarta Timur.

“Pada pagi hari ini saya memenuhi undangan untuk memberikan keterangan sebagai warga negara yang ingin ikut serta di dalam memastikan tata kelola pemerintahan berjalan dengan baik, maka saya datang memenuhi panggilan,” kata Anies di KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Selasa (21/9/2021).

Diketahui pemanggilan oleh KPK ini berkaitan dengan tersangka Dirut Perumda Sarana Jaya nonaktif, Yoory Corneles Pinontoan (YRC). Belum diketahui soal peran dari Anies Baswedan soal kasus tersebut.

Lalu bagaimana sebenarnya duduk perkara kasus lahan DKI yang membawa Anies Baswedan diperiksa KPK? detikcom merangkumkan informasinya berikut ini.

Advertisement

Sarana Jaya dan Kasus Korupsi Lahan DKI

Dalam kasus ini, sebanyak lima tersangka ditetapkan oleh KPK. Mereka antara lain:

Yoory Corneles Pinontoan sebagai Direktur Utama Sarana Jaya.

Tommy Adrian sebagai Direktur PT Adonara Propertindo

Anja Runtuwene sebagai Wakil Direktur PT Adonara Propertindo

Rudy Hartono Iskandar sebagai Direktur PT Aldira Berkah Abadi Makmur

PT Adonara Propertindo sebagai korporasi.

Sebelum mengetahui duduk perkaranya, ada baiknya mengetahui soal kaitan Sarana Jaya dengan kasus ini. Sarana Jaya dikenal sebagai perusahaan properti berbentuk BUMD milik Pemprov DKI Jakarta yang bergerak di bidang penyediaan tanah, pembangunan perumahan, bangunan umum, kawasan industri, serta sarana-prasarana.

Sarana Jaya yang merupakan BUMD mendapat penyertaan modal dari Pemprov DKI. Dalam lampiran daftar penyertaan modal daerah (PMD) dan investasi daerah lainnya tahun anggaran 2021 DKI Jakarta, Sarana Jaya mendapat PMD Rp 1.163.806.000.000 pada 2021.

Kemudian Ketua KPK Firli Bahuri menyebutkan adanya temuan 2 dokumen anggaran terkait Sarana Jaya. Dokumen pertama menyebut total anggaran yang diterima Sarana Jaya berjumlah Rp 1,8 triliun dan dokumen lainnya sebesar Rp 800 miliar.

“Jadi tentu itu akan didalami termasuk berapa anggaran yang sesungguhnya diterima BUMD Sarana Jaya. Karena cukup besar yang kami terima info karena cukup besar angkanya sesuai dengan APBD itu ada SK Nomor 405 itu besarannya Rp 1,8 triliun,” kata Firli dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Senin (2/8).

“Terus ada lagi SK 1684 itu APBP 800 miliar, nah itu semua didalami,” imbuhnya.

Dalam lampiran VIII Perda DKI Nomor 8 Tahun 2018, Sarana Jaya tercatat mendapat PMD Rp 1,8 triliun pada 2019. Pada tahun itu terjadi pembelian lahan di Munjul, Pondok Ranggon, Jakarta Timur, oleh Sarana Jaya yang kemudian diusut KPK karena diduga terjadi korupsi.

Konstruksi Perkara yang Membuat Anies Baswedan Diperiksa KPK

Beberapa waktu lalu diungkaplah konstruksi perkara kasus yang menyeret Anies Baswedan diperiksa KPK. Perkara ini dimulai pada Februari 2019, di mana Direktur PT Aldira Berkah Abadi Makmur, Rudy Hartono Iskandar, menawarkan tanah di Munjul ke Sarana Jaya.

KPK menjelaskan awalnya pada Februari 2019 Rudy Hartono Iskandar memberikan penawaran ke Sarana Jaya sebidang tanah di Munjul. Penawaran itu diajukan berdasar surat penawaran tanah atas nama Andyas Geraldo dan Anja Runtuwene, dengan harga Rp 7,5 juta per m². Diketahui Anjas merupakan anak dari Rudy.

Belakangan diketahui tanah yang ditawarkan tersebut sebenarnya masih atas nama Kongregasi Suster-Suster Cinta Kasih Carolus Boromeus. Selang satu bulan kemudian pada Maret 2019, Anja Runtuwene dan Tommy Adrian menemui Kongregasi Suster-Suster Cinta Kasih Carolus Boromeus dan menandatangani Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) tanah tersebut seluas 41.921m² dengan harga Rp 2,5 juta/m².

Penawaran itu langsung disepakati Rudy Hartono Iskandar dengan membayar uang muka pertama Rp 5 miliar kepada Kongregasi Suster-Suster Cinta Kasih Carolus Boromeus.

Masih di bulan yang sama, Yoory Corneles Pinontoan sebagai Direktur Utama Sarana Jaya memerintahkan staf menyiapkan pembayaran 50 persen tanah sebesar Rp108,99 miliar padahal belum dilakukan negosiasi harga antara Yoory Corneles Pinontoan dengan Anja Runtuwene yang mengklaim sebagai pemilik tanah.

Pada April 2019, Yoory Corneles Pinontoan dan Anja Runtuwenen mmenandatangani PPJB atas tanah itu. Saat itu pula, Sarana Jaya mengirimkan uang 50 persen tadi ke rekening Anja.

Berlanjut pada Mei 2019, Rudy dan Anja memerintahkan Tommy mengirimkan Rp 5 miliar ke Kongregasi Suster-Suster Cinta Kasih Carolus Boromeus sebagai uang muka tahap kedua. Pengiriman uang dilakukan atas nama rekening perusahaan PT Adonara Propertindo.

Setelah semua proses tersebut, Sarana Jaya baru melakukan kajian usulan pembelian tanah itu yang ternyata lebih dari 70 persen tanah masih berada di zona hijau untuk RTH (Ruang Terbuka Hijau). Artinya tanah itu tidak bisa digunakan untuk proyek hunian atau apartemen.

Menurut KPK, berdasarkan kajian Konsultan Jasa Penilai Publik harga taksiran tanah tersebut hanya Rp 3 juta per meter². Jumlah yang jauh dari nilai yang ditawarkan ke Sarana Jaya yaitu Rp 7,5 juta per meter persegi.

Lalu pada Desember 2019, Sarana Jaya membayar Rp 43,59 miliar ke Anja meski lahan itu tidak bisa diubah zonasinya ke zona kuning. Total Sarana Jaya membayar Anja Runtuwene adalah Rp 152,5 miliar.

Dari total uang yang diterima itulah, Rudy meminta Anja dan Tommy membayar BPHTB atau Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan terhadap pengadaan Tanah Pulogebang pada Sarana Jaya. Selain itu uang juga dialirkan ke rekening perusahaan lain milik Rudy dan keperluan pribadinya serta untuk Anja.

Kasus ini lantas ditelusuri KPK di mana ditemukan 4 dugaan penyimpangan yaitu:

Tidak adanya kajian kelayakan terhadap objek tanah;

Tidak dilakukannya kajian appraisal dan tanpa didukung kelengkapan persyaratan sesuai dengan peraturan terkait;

Beberapa proses dan tahapan pengadaan tanah juga diduga kuat dilakukan tidak sesuai SOP serta adanya dokumen yang disusun secara backdate;

Adanya kesepakatan harga awal antara pihak Anja Runtuwene dan Sarana Jaya sebelum proses negosiasi dilakukan.

Para tersangka diduga melakukan korupsi pengadaan tanah di Munjul, Pondok Rangon, Jakarta Timur, tahun anggaran 2019.

Kasus dugaan korupsi ini mengakibatkan kerugian keuangan negara sekitar Rp 152,5 miliar.

Mereka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 UU Pemberantasan Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Anies Baswedan Diperiksa KPK Soal Korupsi Lahan DKI

Pemanggilan Anies Baswedan dalam perkara ini dilakukan lantaran jabatannya sebagai Gubernur DKI Jakarta. Ketua KPK Firli Bahuri menyatakan keterangan Anies diperlukan lantaran dirinya yang memahami penyusunan APBD DKI, yang diduga digunakan dalam kasus korupsi pengadaan lahan tersebut.

“Dalam penyusunan program anggaran APBD DKI, tentu Gubernur DKI sangat memahami, begitu juga koleganya di DPRD DKI yang memiliki tugas kewenangan menetapkan RAPBD menjadi APBD mestinya tahu akan alokasi anggaran pengadaan lahan DKI. Jadi perlu dimintai keterangan sehingga menjadi terang benderang,” kata Firli kepada detikcom, Senin (12/7/2021).

Anies Baswedan menghadiri penyidikan yang dilayangkan KPK terhadapnya. Ia kini sedang menghadap penyidik guna dimintai keterangan.

Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri mengatakan Anies dipanggil untuk diperiksa di gedung KPK. Ali menyebut pemeriksaan dilakukan berdasarkan kebutuhan penyidikan.

“Pemanggilan seseorang sebagai saksi, tentu atas dasar kebutuhan penyidikan sehingga dari keterangan para saksi perbuatan para tersangka tersebut menjadi lebih jelas dan terang,” ujar Ali.

“Saat ini, tim penyidik terus melengkapi berkas perkara tersangka YRC dkk dengan masih mengagendakan pemanggilan dan pemeriksaan sejumlah saksi,” sambungnya.

Selain Anies Baswedan yang diperiksa KPK, ada pula Ketua DPRD DKI Jakarta, Prasetio Edi Marsudi yang dipanggil sebagai saksi.(detik)

Advertisement