Konferensi Pers Penetapan dan Penahanan PerumJasa Tirta II Tahun 2017 https://t.co/dd8ODZ4YMM
— KPK (@KPK_RI) September 3, 2021
LEGION-NEWS, Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi(KPK) menahan pihak swasta, Andririni Yaktiningsasi (AY). Andririni merupakan tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi terkait pengadaan pekerjaan jasa konsultasi di Perum Jasa Tirta II tahun 2017.
“Untuk kepentingan proses penyidikan tim penyidik melakukan upaya paksa penahanan tersangka AY selama 20 hari pertama, terhitung mulai tanggal 3 September 2021 sampai dengan 22 September 2021 di rutan KPK pada Gedung Merah Putih,” ujar Deputi Penindakan Karyoto saat menggelar konpers di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Jumat (3/9/2021).
Sebelum ditahan, Andririni bakal melakukan isolasi mandiri selama 14 hari terlebih dahulu. “Tersangka akan dilakukan isolasi mandiri selama 14 hari sebagai salah satu upaya mengantisipasi penyebaran Covid-19 di dalam lingkungan rutan KPK,” ujarnya.
Diketahui sebelumnya, KPK telah menetapkan Direktur Utama Perum Jasa Tirta II Djoko Saputro tersangka dalam kasus ini. Dan perkaranya sudah diputus dan berkekuatan hukum tetap.
Awal mulanya, pada 2016, Djoko Saputro sebagai Direktur Utama Perum Jasa Tirta II, DS diduga memerintahkan melakukan relokasi anggaran dan revisi anggaran dengan mengalokasikan tambahan anggaran pada pekerjaan Pengembangan SDM dan Strategi Korporat dari nilai awal Rp2,8 miliar menjadi Rp9,55 miliar.
Pengusulan perubahan tersebut diduga tanpa adanya usulan baik dari unit lain dan tidak mengikuti aturan yang berlaku. Setelah dilakukan revisi anggaran, Djoko Saputro memerintahkan pelaksanaan pengadaan kedua kegiatan ini dengan menunjuk AY sebagai pelaksana pada kedua kegiatan tersebut;
Untuk pelaksanaan pekerjaannya, AY diduga menggunakan bendera perusahaan PT BMEC (PT Bandung Management Economic Center, tidak dibacakan) dan PT 2001 Pangripta dengan adanya pemberian komitmen fee atas penggunaan bendera kedua perusahaan tersebut sebesar 15 % dari nilai kontrak sedangkan AY menerima fee 85 % dari nilai kontrak.
Selain itu, diduga pula adanya pencantuman nama para ahli dalam kontrak pekerjaan hanya dipinjam dan dimasukan ke dalam dokumen penawaran PT BMEC dan PT 2001 Pangripta sebagai formalitas untuk memenuhi administrasi lelang dan pelaksanaan lelang di rekayasa sedemikian rupa dengan formalitas penanggalan berbagai dokumen administrasi lelang disusun secara backdated.
Akibat perbuatan tersangka, diduga mengakibatkan kerugian keuangan negara sejumlah sekitar Rp3,6 miliar.
Atas ulahnya, Andririni disangka melanggar Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. (Okzone)