“Assalamualaikum, Bu,” ucapnya pelan. Nada merendah karenanya. “Maaf … Adam baru sempat jenguk, Ibu,” lirihnya. Napasnya tersengal, tangis pun akhirnya pecah! “Ibu apa kabar? Adam ada kabar gembira buat, Ibu.” Setengah tawa bercampur tangis.
Anak kecil bernama Adam, tersendu pilu memeluk kedua lututnya. “Maaf …,” lirihnya tertahan. Air matanya kian berlinang. “Aaa … Adam … Adam.” Sesak! Dadanya kian bergemuruh. “Adam puasanya lancar, Bu. Hiks … hiks.” Adam, anak yang malang.
“Semua teman Adam di kasih hadiah, Bu,” lirihnya, seiring dengan tangan mengusap wajahnya. “Adam istimewa ya, Bu? Kata Nenek, Adam spesial di mata Allah.” Ia curahkan semua kepada ibunya. Entah dengan sang ibu. Apakah ia mendengarnya?
“Adam sudah berubah, Bu. Tidak lagi ngerepotin Nenek. Nenek bilang baju Adam masih bagus semua. Makanya Adam nggak beli.” Tersenyum getir. Padahal, hatinya bergetar. “Kalo Ibu gimana? Apakah Allah memberikan baju baru? Kalau iya, Adam mau menyusul Ibu.”
Tak ada tisu untuk mengusap. Yang ada, hanya tangan kumal yang setia menghapus air matanya.
Adam berbalik. Menghadap nisan di sebelahnya. “Assalamualaikum, Ayah.” Ia bershikan rerumputan yang mulai tumbuh di nisan ayahnya.
“Maafkan Adam, Yah.
Adam belum bisa menjalankan amanat yang Ayah berikan. Adam masih saja cengeng, terus mengeluh. Padahal, Ayah melarang itu semua.” Hanya bisa menangis! Untuk berhenti pun ia tak mampu. “Adam rindu, Yah.
Rindu bermain sama Ayah. Kapan bisa diulang? Adam tidak pengen sepeda beroda.., yang Adam mau hanya pundak Ayah yang bisa membuat Adam tertawa.” Rintik hujan mulai terasa.
Awan hitam mulai terlihat. “Adam pulang dulu, ya. InshaAllah Adam datang lagi di bulan ramadhan tahun depan jumpa ayah dan ibu. Minal Aidin Wal Faidzin. Adam sayang Ayah dan Ibu.”
Setelahnya, anak itu pulang dengan sejuta kerinduan.
Penulis: Sayid Machmoed BSA