OPINI: Bayang-bayang Pemilihan 2020 Bagi Pasangan Calon

Advertisement

oleh: Lita Rosita (Anggota KPU Lebak, Divisi Teknis Penyelenggaraan)

Perhelatan besar dalam rangka pemilihan kepala daerah akan berlangsung di tahun ini pada 9 Desember 2020 mendatang. Merupakan keputusan bersama antara institusi yang berkompeten untuk menyatakan antara dilajutkan atau ditunda karena pandemi Covid-19. Ketiganya yakni, KPU, pemerintah dan DPR, telah bersepakat pada acara Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi II DPR RI yang dilakukan secara online pada hari Rabu 27 Mei 2020. Hasil yang didapatkan bahwa pemilihan tetap dilanjutkan ditahun sekarang, termasuk membahas rancangan Peraturan KPU (PKPU) sebagai petunjuk teknis pada penyelenggaraan pemilihan di 270 daerah, dan sebagai pegangan KPU di semua tingkatan. Terkait draft PKPU tentang tahapan, program dan jadwal disesuaikan dengan Perppu Nomor 2 Tahun 2020.

Kesepakan bersama untuk pelaksanaan pemilihan tahun ini, tidak terdapat lagi kebiasaan-kebiasaan saat lalu. Tentunya semua pihak yang terlibat dalam pemilihan kepala daerah harus bisa mengikuti ritme dengan menyesuaikan keadaan sekarang saat masih pandemi. Setiap kontestasi, dukung mendukung terhadap calon yang di usung sudah menjadi keharusan. Logikanya, bagaimana sang bakal calon bila dikenal dan menang dalam pencalonannya tanpa ada dukungan dari tim kerja/tim sukses dan pemilih.

Keterlibatan para pendukung bakal pasangan calon tersebut, baik melalui partai politik maupun jalur perseorangan harus bisa menyesuaikan antara kebiasaan dan aturan yang dibuat dengan penyesuaian sepenuhnya. Tak bisa lagi dipungkiri, kericuhan/kekacauan pada saat pemilihan ditimbulkan oleh para pendukung. Tidak sedikit pula korban, baik secara fisik ataupun psikis yang diterima oleh masing-masing pendukung dan lebih parahnya lagi masyarakat biasa pun terkadang jadi korban.

Advertisement

Entah apa yang ada di benak bakal pasangan calon kepala daerah upaya memenangkan pemilihan, jika telah dinyatakan lolos memenuhi syarat dengan predikat calon. Jangankan calon, tim sukses pun sudah mencari celah bagaimana untuk dapat menarik simpati massa terhadap pasangan calon yang didukungnya. Sudah terbayang adanya keterbatasan gerak langkah untuk menggapai massa karena situasi pandemi yang harus mengedepankan protokol kesehatan. Jangan sampai hal tersebut tak diindahkan, nyawa manusia adalah segalanya di alam demokrasi apalagi saat terjadinya pandemi Covid-19.

Sebagai calon kepala daerah, selain administrasi yang terpenuhi dengan pasti dan menjadi keharusan, secara mental pun kudu dipersiapkan. Persiapan calon dalam proses pendaftaran biasanya dihadiri atau membawa pendukung dalam jumlah besar, untuk saat sekarang terkait pandemi Covid-19 hal itu tak akan terjadi. Pendaftaran yang selalu dihadiri oleh tim/pendukung yang banyak tentunya akan dibatasi. Tak akan ada lagi pendukung berbondong-bondong mengantarkan bakal pasangan calon mendaftar ke kantor KPU bagi daerah yang sedang melaksanakan pemilihan.

Strategi pemenangan oleh kebanyakan pasangan calon sudah disusun dengan berbagai kekuatan jauh-jauh hari sejak tercetus keinginan mencalonkan diri untuk maju pada pemilihan kepala daerah. Peta politik di setiap daerah tentunya berbeda, pemilih pun terkotak-kotak, hal ini tak akan lepas dari kultur yang dimiliki masing-masing daerah.

Membaca situasi dengan cermat sangat diperlukan jangan hanya cukup mendengarkan laporan dari tim sukses, karena akan berimbas pada hasil akhir. Untuk lebih bermartabat, pastikan bahwa setiap pasangan calon mengikuti alur tahapan yang sudah dibuat oleh penyelenggara pemilihan dengan tidak menyimpang. Akan menjadi cacat terlebih mencederai kredibilitas pasangan calon manakala tidak mengindahkan aturan yang ada. Bahkan setiap pasangan calon akan saling memerhatikan untuk mencari celah kesalahan yang dilakukan pasangan calon lain sebagai lawan dari pemilihan.

Tak cukup dengan sesumbar janji manis terhadap pemilih, jangan pula seolah berlaku bodoh dihadapan para pemilih. Sejatinya, dari keseluruhan masyarakat yang mempunyai hak pilih kadang hanya ingin mencoba kemampuan sang calon dari berbagai aspek untuk diketahui mereka. Dan, pemilih cerdas bisa memilah atas dasar penilaian tersebut, maka tak akan tergiur dengan iming-iming apapun. Oleh karena itu, perlakukan pemilih sewajarnya. Terlebih untuk tim sukses diharuskan mengedepankan aturan untuk tidak mengurangi kadar keterbatasan nilai jual baik program ataupun visi misi yang dimiliki dari pasangan calon yang diusungnya itu.

Ada banyak cara untuk mendapat simpati dari pemilih yang bisa dilakukan oleh pasangan calon. Membentuk tim sukses jangan asal orang yang dekat, tetapi tingkat kedekatan itu tidak menjamin mereka bisa memengaruhi pemilih. Lakukan secara profesional meski kadang tak bisa di tebak, apakah dia benar-benar bertanggungjawab atas tugasnya atau hanya karena rasa tak enak hati, itu juga sangat berbahaya. Jangan harap dia bisa mencari massa untuk ikut pasangan calon yang diusung jika merekrut mereka dengan asal.

Perlu diingat, bahwa satu suara sangat menentukan proses kemenangan dalam pemilihan. Yang paling menohok, ketika di tengah jalan banyak pemilih yang menyatakan secara terbuka beralih dukungan menyeberang ke pasangan calon lain, lantas ini salah siapa ?

Arena Adu Kekuatan dan Potensi Perang Medsos

Mencalonkan diri menjadi kepala daerah dilakukan oleh mereka yang mempunyai rasa percaya diri yang sangat luar biasa, itulah modal awal yang harus dimiliki. Perhitungan secara matematis pun dilakukan, karena sekali menginjak/melangkah kepastian pernak pernik pemilihan mengikutinya. Untuk itu KPU memberikan petunjuk yang harus diikuti oleh masing-masing pasangan calon sesuai aturan yang telah ditetapkan pada pemilihan kepala daerah.

Untuk menunjukan besarnya dukungan bisa dilihat saat kampanye berlangsung. Hal yang lazim seperti pemilihan sebelumnya, saat kampanye rapat umum dilakukan di tempat terbuka. Begitu juga saat debat terbuka yang disiarkan secara live di televisi pun dihadiri para pendukung pasangan calon ikut meramaikan acara tersebut. Semaraknya kekuatan yang dipertontonkan di antara kubu kontestan tak akan kita lihat/saksikan pada perlaksanaan Pemilihan 2020 ini.

Ketua KPU RI Arief Budiman dikutip dari laman KPU RI 27 Mei 2020 menegaskan bahwa untuk tahapan kampanye, khususnya debat terbuka antar pasangan calon tetap dilaksanakan tanpa kehadiran pendukung. Penyebaran dan pemasangan bahan kampanye kepada umum dapat dilaksanakan tapi dalam jumlah terbatas dan memberikan kesempatan kepada pasangan calon untuk berkampanye menggunakan media sosial dan media daring.

Dari kaca mata para pihak yang berkepentingan, kampanye ingin menampilkan satu hal yang penting yaitu menyangkut apa dan bagaimana para pasangan calon menawarkan program atau pandangan dalam melihat berbagai persoalan sosial, ekonomi, politik, dan budaya didaerahnya. Untuk itu para pemilih mempunyai keinginan untuk mendapatkan informasi seluas-luasnya tentang tawaran yang disampaikan, dan pasangan calon pun berkewajiban menjual program dan gagasannya tersebut.

Tergambar sudah bagi pasangan calon, kekuatan dukungan seperti apa yang akan ditunjukan kepada umum terlebih lagi kepada lawan, disinilah perlunya strategi. Tak ayal lagi, hanya media sosial lah yang paling jitu untuk berkampanye memperkenalkan pasangan calon kepada umum. Tak bisa dipungkiri dengan kemajuan teknologi sekarang, hampir semua orang menggunakan medsos. Maka bisa dikatakan cara tepat dengan menggunakan media tersebut saat pemilihan ditengah pandemi yang belum jelas waktu berakhirnya.

Oleh karena maraknya di dunia digital melalui platform media sosial, para penyelenggara pun harus benar-benar memerhatikan dan memonitor percakapan dan transfer data yang melalui medsos tersebut. Ajang adu kekuatan di media sosial akan terjadi sengit di antara kubu. Dalam hal ini, setiap pasangan calon punya kekuatan yang sama hanya dengan medsos, tak pandang itu petahana ataupun wajah baru. Dalam hal ini masing-masing calon diuntungkan, menyoal dukungan yang tak dipertontonkan. Sedikit banyaknya dukungan hanya akan terlihat saat hasil pemilihan menentukan siapa pemenang di akhir penghitungan perolehan suara.

Dunia maya yang merebak di beberapa dekade terakhir sudah bukan menjadi sesuatu yang langka atau hanya bisa dimiliki orang tertentu saja. Di era keterbukaan sekarang, semua bebas berpendapat bahkan sah-sah saja mengekspresikan segala kegaluannya. Jika kampanye terbuka dilakukan, maka setiap mata tertuju kepada pasangan calon, akan tetapi melalui medsos ada keunikan tersendiri. Kecenderungan sosialisasi dalam dunia maya bisa menjangkau karakter pemilih yang dapat memanfaatkan media sosial tersebut dalam kehidupan sehari-harinya.

Pasangan calon yang bertarung pada pemilihan saat pandemi ini, dipastikan mempunyai situs resmi sebagai corong informasi yang akurat dan bisa dipertanggungjawabkan. Begitu pula dengan KPU di semua tingkatan akan memberikan informasi pemilihan kepala daerah 2020 tersebut, secara terbuka kepada publik melalui website yang sudah dimiliki dan mudah di akses.

Kekhawatiran perang di media sosial cenderung akan mencuat kepermukaan, di antara para pendukung pasangan calon. Hujat menghujat, sindiran, bahkan hoaks akan dilontarkan oleh mereka sebagai pendukung untuk menjatuhkan calon lainnya. Di satu sisi, bagi para pasangan calon kalau saja di lihat dari segi biaya akan ringan, karena tak harus mengumpulkan banyak orang dan tentunya relatif sedikit/rendah terhadap cost yang harus dikeluarkan.

Petahana dan Wajah Baru

Jika pemilih terkotak-kotak, maka pasangan calon dan tim sukses harus dapat menyatukan satu visi dalam rangka satu tujuan yang sama pula untuk memilih kandidat yang dijagokannya. Sebagai calon petahana yang ikut meramaikan bursa Pemilihan 2020 akan kita temukan begitu juga akan terlihat wajah baru. Setiap pasangan calon, baik petahana dan wajah baru terdapat poin-poin yang bisa memberikan keuntungan pada saat pemilihan. Namun satu hal yang harus diketahui oleh calon petahana terkait aturan yang sudah ada. Salah satunya aturan yang tertuang dalam PKPU Nomor 15 Tahun 2017, Pasal 89 sebagai berikut:

Bakal calon selaku petahana dilarang melakukan penggantian pejabat 6 (enam) bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai dengan akhir masa jabatan kecuali mendapat persetujuan tertulis dari menteri yang menyelenggarakan urusan dalam negeri. Bakal calon selaku petahana dilarang menggunakan kewenangan, program, dan kegiatan pemerintah daerah untuk kegiatan pemilihan 6 (enam) bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai dengan penetapan pasangan calon terpilih.

Dalam hal bakal calon selaku petahana melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), petahana yang bersangkutan dinyatakan tidak memenuhi syarat.

Pasal di atas, hendaknya bagi calon kepala daerah yang berasal dari petahana dipegang teguh. Imbas dilanggarnya ketentuan yang dikeluarkan KPU tersebut, akan berakibat fatal terhadap kelancaran perjalanan keikutsertaannya dalam proses pemilihan kepala daerah. Sebagai petahana, mencalonkan diri untuk yang ke dua kali tentu saja punya rekam jejak atau nilai baik/buruk di mata masyarakat pemilih. Kemajuan, kemunduran dan bahkan stagnan, bisa terlihat selama menjabat bahkan penilaian pun terjadi berbagai versi dari banyak kalangan.

Lain halnya dengan pasangan calon pendatang baru yang ikut serta dalam proses pemilihan kepala daerah. Pasangan calon wajah baru tersebut bisa saja orang yang baru pertama kali ikut menjadi kontestan atau mereka yang penah ikut serta sebelumnya dan mencoba peruntungannya kembali di pemilihan sekarang. Peluang yang sama akan didapatkan oleh wajah baru dalam pemilihan kepala daerah bersama petahana, meski keduanya punya sisi tambah dan kurang.

Apabila calon petahana dilebihkan karena memiliki rekam jejak, mereka yang baru turun gelanggang lemah disini, namun mereka tergolong segar untuk ide dan program yang hendak ditawarkan kepada masyarakat. Mereka juga kerap menjual optimisme dan semangat untuk membangun daerah lebih baik.

Hasil Akhir

Apapun hasil akhir yang didapatkan setelah ketok palu saat pleno penetapan calon terpilih itulah kepala daerah pilihan masyarakat. Semoga pelaksanaan Pemilihan 2020 di tengah pandemi Covid-19 bisa berjalan sesuai tahapan, jadwal dan program yang di tentukan KPU. Pemerintah pun harus menjamin tidak adanya gangguan keamanan dan potensi konflik yang diakibatkan oleh perbedaan pandangan. Media massa harus menjadi penengah dalam penyebarluasan informasi yang disampaikan oleh setiap pasangan calon dengan adil.

Semoga, semua pihak yang terlibat dalam Pemilihan 2020 diberikan kekuatan dan kesehatan selama proses berlangsung. Terpenting dari ini semua, kita tetap menjalankan protokol kesehatan. (*)

Advertisement