NU Tidak Mungkin Menjadi Rumah Baru Semua Parpol 

Advertisement

Oleh Imam Buhori

OPINI, LEGION NEWS.COM – Sebagai Ormas NU (Nahdlatul Ulama) tidak kemana mana tapi ada dimana mana, itulah istilah yang dipakai oleh anggota jammiyah NU dalam berkhitmat di Partai Politik.

NU kembali ke Kittah 1926 sudah majadi harga mati Kiitah 1926 NU
yang telah di tegaskan kembali dalam muktamar 1984 di Situbondo Jawa Timur itu mengikat bagi setiap warga NU.

Khittah Nahdlatul Ulama adalah landasan berfikir, bersikap dan bertindak warga Nahdlatul Ulama yang harus si repleksikan dalam tingkah laku baik pribadi maupun organisasi serta dalam setiap proses pengambilan keputusan.

Advertisement

Namun secara garis besar Kiitah NU 1926 gampangnya di tafsirkan sebagai rambu rambu gerakan bagi kader NU untuk tidak membawa bawa NU ke ranah politik praktis.

NU tidak boleh dibawa ke Parpol untuk mendukung parpol dalam mendulang suara atau tidak boleh juga digunakan untuk dukung mendukung pasangam calon kepala daerah ataupun dalam kontestasi pilpres.

Dengan tegas Ketua Umum Tanfisziyah yerpilih hasil muktamar ke 34 Lampung KH. Yahya Cholil Staquf inimengatakan tidak ada Capres dan Cawapres dari NU. Ini artinya apa yang di perkirakan para pengamat bahwa siapa yang meminpin NU akan mudah mendapatkan tiket dalam Pilpres 2024 kecele. Karena pengurus NU tidak boleh menjadi Capres atau cawapres.

Bukan itu saja NU juga tidak boleh di kalaim oleh salah satu kekuatan Partai Pokitik. Katena NU milik bangsa Indonesia sementara di Indonesia banyak partai politik. PBNU memberikan ruang yang sama dengan Partai Kebangkitan Bangsa, Golkar, PDIP Gerinda , PPP , Nasdem dan yang lainnya.

Jadi PKB yang merupakan partai yang lahir dari NU sekarang tidak dibenarkan mengklaim NU. Ini pukulan berat bagi PKB yang konstituen terbesar dari NU.

Namun apakah lkeputusan Ketua Umum PBNU tersebut bisa dilaksanakan? Sanksi apa bagi kader yang melanggar aturan tesebut?

Banyak yang pesimis keputusan ini bisa berjalan. Karena kader NU walaupun masuk partai sulit idiologinya di tinggal. Ibaratnya NU sebuah baju maka mana mungkin orang NU kemana mana melepas bajunya?
Orang NU itu idialis sekali PKB tetap PKB sekali P3 tetap P3. Hanya satu dua orang yang lompat lompat tapi toh akhirnya nanti kembali ke rumah asalnya. Tak peduli dengan sanksi. Itulah wong NU.

#salampergerakan#

Advertisement