Cerita Haru Perjuangan Kades Kapoposang Bali, Pulau Terpencil Sulsel Demi Sukseskan Program Vaksinasi

LEGION-NEWS, PANGKEP – Jumaluddin masih ingat peristiwa kelam Desember tahun lalu. Angin kencang, hujan badai dan gelombang laut tak henti-hentinya menghantam perairan di Desa Kapoposang Bali, Kecamatan Liukang Tangaya, Kabupaten Pangkep Sulawesi Selatan. Desa terpencil di sebelah barat wilayah Sulawesi Selatan yang harus ditempuh selama dua hari berlayar dari kota kabupaten.

Kala itu, petugas vaksinasi Covid-19 alias vaksinator bolak balik gagal berangkat menuju Kapopasang Bali untuk menjalankan vaksinasi Covid-19, lantaran takut perahu yang mereka tumpangi menuju Kapoposang Bali terbalik di tengah lautan. Padahal ancaman virus Corona sudah di depan mata.

“Jolloro (nama lain perahu mesin alat transportasi warga pulau) sudah tiga kali bolak balik mau mengantar. Cuma vaksinatornya menolak berangkat. Mereka trauma. Karena dulu Jolloro hampir tenggelam saat menjemput vaksin. Jadi mereka bilang, tunggu cuaca baik dulu,” kata Kepala Desa Kapoposang Bali yang akrab disapa Jojo itu, saat diwawancarai 27 Mei 2022 lalu.

Ket: Arsip Dokumentasi Desa Kapoposang Bali, Kabupaten Pangkajene Kepada saat warganya melakukan vaksinasi covid-19
Ket: Arsip Dokumentasi Desa Kapoposang Bali Kabupaten Pangkajene saat warganya melakukan vaksinasi covid-19 beberapa bulan yang lalu.

Hujan deras, angin kencang, dan gelombang laut adalah fenomena alam yang dipastikan datang ke Kecamatan Liukang Tangaya, setiap Agustus hingga Desember. Bagi warga Liukang Tangaya, cuaca buruk adalah hal biasa. Namun tidak untuk kelancaran vaksinasi. Cuaca buruk pada akhirnya menjadi “jalan terjal” paling utama proses vaksinasi wilayah kepulauan itu.

Advertisement

Jojo bercerita, dari sembilan desa yang ada di kecamatan kepulauan tersebut, Desa Kapoposang Bali yang paling kesulitan mendapatkan vaksin. Karena desa tersebut adalah pulau terluar yang paling jauh dari daratan Pangkep. Sehingga, jika cuaca sedang buruk, proses pengiriman vaksin beserta vaksinator akan terhambat.

Jojo sedikit banyak ikut terlibat dalam pelaksanaan vaksinasi Covid-19, sehingga tahu persis bagaimana berjibaku dengan kondisi alam yang tak bersahabat. “Jika cuaca sedang buruk, biasanya sampai seminggu vaksinasi tertunda,” ujarnya, dengan suara yang samar dan bergemerisik akibat kualitas jaringan yang buruk di Kapoposang Bali.

Mantan aktivis mahasiswa itu mengatakan, jika pihak pemerintah ingin ke Kapoposang Bali, mereka harus berlayar selama dua hari melalui Dermaga Maccini Baji, Pangkep.

Kapal terlebih dahulu berlayar selama satu hari menuju Desa Balo Baloang, Liukang Tangaya. Setelah sampai di desa tersebut, kapal harus berlayar lagi menuju Kapoposang Bali selama satu hari.

Akses yang jauh dengan waktu tempuh yang sangat lama tak memungkinkan vaksinasi dilakukan secara rutin. Terlebih jika hujan, angin, dan gelombang laut sedang ganas-ganasnya, maka bisa dipastikan pelaksanaan vaksinasi menemui jalan buntu. Karena pihak pemerintah memilih untuk menunda perjalanannya dalam mengarungi lautan.

Khusus di Kecamatan Liukang Tangaya, vaksinator bisa berangkat dari pulau ke pulau untuk sosialisasi dan mengirim vaksin melalui Desa Balo Baloang.

Kata Jojo, ada 9 desa dan 20 pulau berpenghuni di wilayah Liukang Tangaya yang bisa diakses melalui Desa Balo Baloang. Namun, untuk menuju ke satu pulau bukanlah perkara mudah, apalagi Jika cuaca sedang buruk.

Di sisi lain, kebanyakan vaksinator berasal dari daratan yang tak terbiasa dengan kondisi alam di kepulauan. Kejadian perahu karam, berita kehilangan nelayan di tengah laut semakin menambah ketakutan mereka menuju pulau jika cuaca sedang buruk. Akhirnya, proses sosialisasi dan vaksinasi sering terhambat karena mereka enggan mempertaruhkan nyawa dengan menerobos gelombang dan angin kencang.

Daerah kepulauan Pangkep lainnya seperti Kecamatan Liukang Kalmas juga punya masalah yang sama dengan Kapoposang Bali. Cuaca buruk dan jarak antar pulau yang berjauhan sangat menyulitkan penyelenggaraan vaksinasi di sana. Ayu (nama samaran) warga Liukang Kalmas saat dihubungi mengatakan, proses vaksinasi di Liukang Kalmas bermacam-macam. Warga yang rumahnya tak jauh dari puskesmas biasanya berinisiatif sendiri menyeberang pulau menuju puskesmas.

Namun warga yang kesulitan mengakses puskesmas, dikunjungi langsung oleh vaksinator. Di sinilah tantangannya. Karena jika cuaca sedang buruk, baik warga maupun vaksinator kesulitan menyeberang pulau. “Jika dibilang kondisi geografis jadi kendala, justru itu jadi kendala utama. Apalagi cuaca kurang mendukung dan antar pulau agak berjauhan,” ujarnya.

Kondisi Geografis Menjadi Tantangan

Kondisi geografis di Kepulauan Pangkep merupakan potret buram peliknya vaksinasi di daerah terpencil. Baik pemerintah, vaksinator, maupun warga harus berjibaku saat berhadapan dengan kondisi wilayah yang ekstrem demi memenuhi hak warga untuk mendapatkan vaksin.

Hal tersebut tak hanya ditemukan di daerah kepulauan, namun juga di daerah terpencil yang berada di daratan. Seperti daerah terpencil di Kabupaten Bulukumba dan Maros. Di Bulukumba, terdapat beberapa daerah terpencil, seperti Desa Kahaya dan Desa Na’na yang terletak di Kecamatan Kindang.

Salah satu vaksinator Kecamatan Kindang, Faizal mengatakan, ada banyak warga di dua daerah tersebut yang rumahnya berada di pelosok dan jauh dari keramaian kampung, seperti Na’na. Desa tersebut memiliki medan yang cukup berat. Jalanannya berkelok dan cukup terjal. Medan jadi semakin sulit dilalui jika sedang musim hujan. Karena jalanan akan berlumpur dan licin yang akhirnya membuat kendaraan semakin sulit melintas.

Kondisi geografis tersebut menyulitkan warga untuk datang ke Puskesmas, tempat lokasi vaksinasi dilakukan. “Misalnya di Na’na ada wilayah yang bahkan tidak bisa diakses oleh kendaraan. Pasti warga jalan kaki menuju puskesmas,” ujarnya.

Sementara di Kabupaten Maros punya desa terpencil bernama Samangki yang berada di wilayah Kecamatan Simbang. Di desa tersebut, terdapat dusun yang terletak di pedalaman karts Maros. Namanya Dusun Tallasa. Untuk menuju ke dusun tersebut, harus menempuh waktu selama dua jam dari Makassar.

Perjalanan menuju ke Dusun Tallasa cukup menantang karena harus berhadapan dengan jalur yang menanjak, berjurang, berkelok, dan penuh bebatuan kerikil. Rumah antar warga juga saling berjauhan karena Desa Samangki terletak di wilayah hutan dan pegunungan karts.

Kondisi tersebut menyebabkan vaksinasi tak berjalan maksimal di Dusun Tallasa. Rusman, Kepala Dusun Tallasa mengatakan, pihaknya kesulitan mengumpulkan warga di lokasi vaksinasi karena secara geografis rumah antar jarak satu warga dan warga lain sangat renggang.

Di sisi lain, masih banyak rumah warga yang terlalu terpencil dan jauh dari pusat vaksinasi. Kondisi tersebut jadi kendala yang cukup serius bagi kelancaran proses vaksinasi. Jika para vaksinator datang secara tiba-tiba tanpa koordinasi, maka bisa dipastikan warga yang datang mengikat vaksinasi bisa dihitung jari.

“Kan saya harus kumpulkan warga di rumah karena jadi lokasi vaksinasi. Tapi kan rumah warga berjauhan dan terpencil. Jadi kalau mendadak, akan sulit. Karena saya harus terlebih dahulu gelar rapat bersama warga dan mengumumkan ke warga jika ada vaksinasi,” ujarnya.

Rusman pun mengatasi masalah geografis tersebut dengan cara menjadikan hari Senin sebagai hari vaksinasi. Karena hari Senin adalah hari pasar. Sebagian besar warga akan turun ke pasar untuk membeli dan menjual bahan pokok. Di situlah kesempatan yang baik untuk mengajak warga mengikuti program vaksinasi.

Kutipan: Upeks.id/LN

Advertisement