Kader Golkar Berebut Tiket Pilwali Makassar, Pengamat Politik: Elektabilitas bukan Jaminan

FOTO: CEO PT Duta Politika Indonesia, Dedi Alamsyah
FOTO: CEO PT Duta Politika Indonesia, Dedi Alamsyah

LEGIONNEWS.COM – MAKASSAR, Dua kader partai Golkar maju dalam pemilihan wali kota Makassar 2024 jadi sorotan dalam diskusi publik yang mengambil tema ‘Berebut Tiket Pilwali Makassar 2024’ digelar Lapak Abangda. Jumat malam (12/7)

CEO PT Duta Politika Indonesia, Dedi Alamsyah memantik diskusi itu dengan memunculkan sosok Rahman Pina (RP) yang menyatakan diri siap ikut bertarung dalam Pemilihan Wali Kota (Pilwalkot) di 27 November 2024 mendatang.

Berangkat dengan tagline ‘Bukan Coba Coba’ adalah ikhtiar RP sebagai kader yang siap maju.

Dikatakannya Rahman Pina punya sejuta pengalaman di dunia politik sebagai kader berlambang pohon beringin rindang itu.

Advertisement

“Pengalaman Rahman Pina di dunia politik bukan hal baru. Dia punya pengalaman yang mumpuni, Terakhir di Dapil Makassar B, Rahman Pina bekerja sendiri banyak pihak meragukan politisi Golkar itu tak mendapatkan kursi,” tutur CEO PT Duta Politika Indonesia usai gelaran diskusi publik itu.

“Faktanya. Dia terpilih dari Dapil Makassar B,” terang Dedi.

Ditempat yang sama di Lapak Kopi Abangda, Makassar, Jumat malam (12/2024). Pengamat Politik Unismuh Makassar Andi Luhur Prianto mengatakan kondisi partai politik yang cenderung sentralistik serta tidak adanya standar objektif dalam menentukan keputusan perihal siapa yang akan diusung.

“Elektabilitas bukan faktor utama. Survei itu tidak lagi bisa menjadi pertimbangan. Sudah banyak kita lihat, yang diusung justru yang sebelumnya tidak pernah sosialisasi,” ujar Luhur Prianto.

Luhur juga berkaca pada fenomena Pilkada Sulsel 2018 dan Pilkada Makassar 2020. Saat itu ada sejumlah figur yang diusung oleh partai meski baru muncul menjelang pendaftaran ke KPU.

Belum lagi soal “perilaku” partai yang disebut tidak konsisten. Luhur memberi contoh, sejumlah partai membuka pendaftaran calon kepala daerah hingga fit and proper test, namun yang diusung adalah kandidat yang tidak mengikuti tahapan tersebut.

“Itu memungkinkan karena itulah perilaku partai politik kita. Partai kan begitu, dia punya aturan formal tapi perilakunya informal. Dia bikin pendaftaran, fit and proper test, survei, tapi kadang yang diusung orang yang tidak mendaftar karena bisa shorcut ke DPP. Itu yang terjadi,” jelas Luhur.

Untuk itu, Luhur menekankan bahwa survei tinggi maupun status sebagai kader partai belum tentu mendapat tiket maju Pilkada Makassar. (LN)

Advertisement