“Kontroversi Rapid Test” Lintas Batas

Penulis: dr. Ampera Matippanna

MAKASSAR Legion News – Jujur saja sampai hari ini sy selalu merasa penasaran dengan beberapa kebijakan yang dikeluarkan oleh penguasa wilayah yang mempersyaratkan Rapid test covid-19 untuk dapat melintas batas suatu wilayah.

Bahkan ada postingan FB yang mempersoalkan rapid test antara dua daerah yang bertetangga yang karena domisilinya di daerah A dan bekerjanya di daerah B. Tentu hal ini akan menjadi sangat ribet jika setiap minggu harus melakukan rapid test. Selain masalah ribet juga masalah Biaya yang harus dikeluarkan. Dapat dibayangkan jika untuk satu kali rapid test harus membayar sekitar 500 ribu sampai 750 ribu, bukan nilai yang sedikit, apalagi ditengah krisis ekonomi seperti ini.

Kalaupun mereka tidak membayar karena menggunakan drooping pemerintah pusat atau pengadaan daerah inipun juga tidak akan efektif dan tidak pernah akan cukup karena banyaknya orang yang lalu lalang lintas batas setiap harinya dan akan berdampak pada orang yang seharusnya memerlukan telah terserap untuk penggunaan lintas batas.

Advertisement

Sepanjang pengetahuan saya tidak ada satupun penyedia jasa layanan kesehatan yang mau, mengratiskan rapid test untuk keperluan perjalanan lintas batas, yang terjadi adalah selalu menarik biaya atas pemeriksaan rapid untuk perjalanan lintas batas.

Apa sebenarnya tujuan penggunaan rapid test?

Rapid test bukanlah untuk mendiagnosa atau mendeteksi seseorang bebas covid atau tidak. pengertian ini penting karena masih banyak pihak yang meminta surat keterangan dokter bebas covid yang disertai dengan bukti rapid test bahkan mencantumkan batas berlakunya surat keterangan dan rapid test hanya beberapa hari saja.

Rapid test sebenarnya hanya mendeteksi adanya Anti bodi seseorang (Ig M, Ig G) sebagai bukti telah pernah terpapar dengan Viirus Golongan Corona Virus dan tidak spesifik untuk virus golongan Covid-19. Jika hasil pemeriksaan rapid positif (reaktif) maka orang tersebut tidak serta merta di diagnosa Covid-19. Oleh sebab itu perlu di lanjutkan dengan pemeriksaan swab cairan nasofaring (tenggorokan) ( PCR test) untuk memastikan adanya covid-19 atau tidak.

Persoalan yang sesungguhnya adalah pada hasil pemeriksaan rapit test negatif (non reaktif) . Disini ada dua kemungkinan yang bisa terjadi. Pertama, orang yang bersangkutan benar-benar tidak pernah terpapar sama sekali dengan golongan virus corona, termasuk covid-19 ataukah orang tersebut telah terpapar namun Antibodinya belum terbentuk sehingga pada saat diperiksa masih menunjukkan hasil yang non reaktif. Mengingat masa inkubasi Covid-19 antara 2 sampai 14 hari, maka hasil non reaktif tersebut harus diulang lagi 10 hari kedepan. Jika hasil tetap negatif maka pasien kemungkinan besar tidak sedang terinfeksi golongan virus corona. Jika hasil rapid test positif kembali dilanjutkan dengan pemeriksaan swab nasofarings untuk memastikan adanya infeksi covid-19.

Memperhatikan bahwa hasil rapid test negatif tidak berarti seseorang belum tentu bebas covid-19 . maka menjadi pertanyaan selanjutnya adalah efektifkah pemberlakuan pemeriksaan rapid test untuk menjadi syarat lintas batas?

“Hanya anda yang bisa menilai, saya hanya menulis”.

Penulis adalah: Alumni Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar.

Advertisement