Lampu Kuning Buat Ganjar, Berbagai Lembaga Survei: Prabowo Teratas Pilihan Capres

Ketua Umum DPP Partai Gerindra Prabowo Subianto
Ketua Umum DPP Partai Gerindra Prabowo Subianto

LEGIONNEWS.COM – POLITIK, Hasil survei dari berbagai lembaga konsultan politik, Nama calon presiden (Capres) Prabowo Subianto mulai menggeser posisi Ganjar Pranowo dalam berbagai survei di bulan Mei dan Juni 2023.

 

Trend kenaikan elektabilitas Prabowo itu terjadi usai Ganjar secara resmi dicalonkan oleh PDIP. Hasil survei LSI Denny JA, Indobarometer, dan beberapa lembaga survei lainnya, menunjukkan elektabilitas Prabowo Subianto berada pada posisi teratas.

Hanya survei SMRC yang menunjukkan keunggulan elektabilitas Ganjar Pranowo dibanding Prabowo Subianto.

Advertisement

Survei LSI Denny JA mencoba menyoroti arah suara pendukung para mantan presiden Indonesia. Prabowo mendapat suara tertinggi dari pendukung Suharto, Gus Dur, dan Jokowi.

Sementara itu, Ganjar Pranowo memenangkan suara pendukung Sukarno dan Megawati. Dan Anies Baswedan mendapat dukungan tertinggi dari pendukung BJ Habibie dan SBY.

Tak pelak, taktik tersebut akan memunculkan kesan bahwa sebenarnya Jokowi juga memberikan dukungan kepada Prabowo Subianto.

Prabowo mengubah total strategi politiknya, jika dibanding dengan strategi tahun 2019 lalu. Ketika itu, Prabowo memaksimalkan kantong suara mengambang (floating mass), sembari membangun militansi di kantong suara sendiri.

Kini Prabowo menyadari setelah dua kali berlaga dengan Jokowi bahwa dirinya memiliki “captive market” yang sifatnya nyaris “constant”.

Sehingga tugas lanjutan yang paling utama saat ini adalah untuk melengkapi “constant captive market” tersebut dengan suara dari pendukung Jokowi, baru kemudian suara pemilih mengambang.

Artinya, Prabowo mengubah aturan main politiknya karena tiga hal. Pertama, karena Jokowi masih memainkan kartu ambiguitas politik atas calon presiden yang ada. Kedua, karena Jokowi tidak lagi bisa berlaga di pemilihan 2024 mendatang.

Dan ketiga, karena Prabowo setelah laga 2019 menjadi salah satu menteri di dalam kabinet pemerintahan Jokowi. Karena itu, strategi ini tentu tidak bisa beliau mainkan kalau Jokowi tegas menyatakan dukungan kepada Ganjar atau kalau Prabowo tidak menjabat sebagai seorang Menteri Pertahanan di dalam pemerintahan Jokowi.

Boleh jadi saat ini Prabowo masih dianggap sebagai antithesis dari Jokowi layaknya pra pemilihan 2019 lalu, jika beliau tidak berada dalam pemerintahan saat ini.

“Every great political campaign rewrites the rules; devising a new way to win is what gives campaigns a comparative advantage against their foes,” kata John Podhoretz. Ya, itulah yang dilakukan oleh Prabowo.

Ia mengubah strategi politiknya karena dua faktor di atas yang memang menguntungkan posisinya.

‘Lampu Kuning’ buat Ganjar Pranowo

Jadi lampu kuning pertama untuk kubu Ganjar adalah bahwa mau tak mau, Ganjar, tim pemenangannya, dan terutama PDIP, harus berjuang keras mengantisipasi agar sesedikit mungkin suara pendukung Jokowi yang melimpah ke Prabowo.

Komitmen dari Jokowi harus dikunci sesegera mungkin, agar Jokowi segera mengerahkan segala kekuatan dan kesempatan yang ia punya untuk mengalihkan dukungan dari pendukungnya kepada Ganjar Pranowo.

Langkah pertama tentu upaya untuk menghentikan kartu ambiguitas politik Jokowi. PDIP dan Ganjar harus bernegosiasi lebih lanjut dengan Jokowi agar Jokowi bisa lebih yakin berada seratus persen di biduk PDIP dan Ganjar Pranowo.

Pasalnya, ambiguitas politik yang beliau tunjukkan telah membuat langkah-langkah Prabowo dalam menggiring pemilih Jokowi menjadi efektif terealisasi. Bahkan boleh jadi karena kartu ambiguitas tersebut, Gibran akhirnya berani menerima Prabowo sebagai tamunya di Solo dan membiarkan relawan Jokowi di Solo secara terbuka menyuarakan aspirasi mendukung, bahkan akan memilih Prabowo.

Langkah selanjutnya tentu menandingi jadwal kebersamaan Prabowo bersama Jokowi. Pertama, sebagai Gubernur dari salah saru Provinsi berpenduduk mayoritas di Indonesia, Ganjar Pranowo yang adalah Gubernur Provinsi Jawa Tengah sebenarnya bisa memiliki banyak momen bersama Presiden Jokowi. Ganjar seharusnya bisa memanfaatkan kapasitas ini. Kedua, sebagai calon presiden dari PDIP, yang notabene adalah partai pendukung Jokowi juga, Ganjar sepatutnya bisa memperbanyak intensitas kebersamaan dengan Jokowi.

Apalagi menjelang pemilihan seperti saat ini. Dan apalagi Ganjar dikategorikan sebagai calon presiden penerus Jokowi, bukan pengganti Jokowi. Otomatis Ganjar harus sering-sering bersama Jokowi agar estafet kepemimpinan menjadi lebih mudah dilangsungkan, jika Ganjar kelak sukses memenangkan pemilihan.

Persoalan ini seharusnya juga menjadi perhatian Jokowi. Sebagai kader PDIP, yang sudah dikawal sejak menjadi Wali Kota Solo, Gubernur DKI Jakarta, sampai menjadi Presiden dua periode, Jokowi semestinya secara terbuka menggunakan mesin politik non PDIP yang telah mendukungnya selama ini untuk memenangkan Ganjar.

Artinya, Jokowi semestinya mengingat kembali falsafah Bung Karno soal “Jasmerah”, jangan sekali-kali melupakan sejarah, terutama sejarah perjalanan politik Jokowi sendiri yang sedari awal faktanya sudah bersama PDIP. Barisan relawan Jokowi sudah semestinya mendapatkan kepastian dari beliau tentang calon presiden yang beliau dukung serta usung.

Bukankah itu yang semestinya dilakukan oleh seorang kader yang baik? Yakni memberi jalan semulus dan selebar-lebarnya kepada kader yunior untuk menggantikan beliau. Padahal, yang dibutuhkan Ganjar sebenarnya bukanlah aksi cawe-cawe Jokowi, tapi keberpihakan politik yang sesuai dengan aturan yang ada. Dengan keberpihakan tersebut, barisan-barisan pendukung Jokowi akan patuh untuk mengikutinya. Termasuk anak Jokowi sendiri.

Masalahnya, cawe-cawe Jokowi terkesan untuk mengamankan dirinya sendiri setelah pemilihan nanti di mana kakinya diletakkan di dua pasangan calon. Boleh jadi aman untuk beliau, tapi membahayakan untuk calon presiden dari partai di mana Jokowi juga menjadi kadernya.

Secara historis dan teoritis, nyatanya tidak ada presiden yang ikut melakukan cawe-cawe secara masif dan intensif setelah akhir masa jabatan terakhirnya (akhir periode kedua). SBY adalah contoh terbaru soal ini di mana beliau membiarkan proses politik prapemilihan 2014 berlangsung secara natural, tanpa intervensi. Karena keputusan “non cawe-cawe” SBY itu akhirnya Jokowi bisa sampai ke Istana. Bagaimana jika saat itu SBY memutuskan untuk cawe-cawe dengan menghalangi calon dari PDIP? Tentu ceritanya bisa saja berbeda.

Ketimbang cawe-cawe yang cenderung terkesan ikut mengutak-atik komposisi pemain di dalam pemilihan, sebenarnya jalan terbaik bagi Jokowi adalah fokus memenangkan Ganjar Pranowo, dengan semaksimal mungkin melakukan upaya-upaya politik untuk memastikan bahwa pendukungnya yang non PDIP itu bisa beralih ke Ganjar.

Sebagaimana sudah dibahas di atas, Prabowo merasa bahwa kemenangannya ada pada sebagian pemilih Jokowi yang non PDIP. Jika demikian, dengan memastikan pemilihnya tidak beralih ke pihak lain, maka otomatis Jokowi telah memberikan dorongan penting untuk kemenangan Ganjar.

Masalah kedua yang membuat elektabilitas Ganjar terlewati oleh Prabowo adalah kevakuman gerakan besar setelah PDIP meresmikan dukungan terhadap Ganjar Pranowo. Sebagaimana disaksikan, aktivitas Ganjar Pranowo setelah pencalonan resminya tidak banyak yang menonjol dan menuai atensi publik. Memang ada jadwal-jadwal perjalanan ke beberapa daerah.

Tapi nampaknya gaung dan magnitude politiknya tidaklah besar. Boleh jadi karena momennya tidak terlalu signifikan, atau boleh jadi juga karena apa yang disampaikan oleh Ganjar Pranowo di setiap jadwalnya kurang menunjukkan marwahnya sebagai seorang calon presiden.

Pesan-pesannya masih terkategori sebagai pesan-pesan seorang gubernur. Untuk itu, ke depan Ganjar memerlukan narasi-narasi baru yang lebih “greget” yang menunjukkan bahwa beliau adalah seorang calon presiden yang berpotensi memenangkan pemilihan kelas Presiden.

Pidato Ganjar Pranowo di puncak Bulan Sukarno minggu ini di Gelora Bung Karno Jakarta adalah salah satu contoh bagus. Narasi Ganjar Pranowo sudah cukup mewakili kapasitasnya sebagai seorang calon presiden penerus Jokowi.

Masih dibutuhkan momen-momen lain di mana Ganjar Pranowo bisa menyampaikan narasi besar dengan pesan yang kuat, baik narasi yang memperjelas keterkaitan Ganjar dengan Jokowi, maupun narasi baru yang akan memperkuat keberadaan kebijakan-kebijakan pemerintahan Jokowi setelah beliau tidak berkuasa lagi.

Saya cukup yakin jika beberapa langkah strategis di atas dijalankan dengan baik, lampu kuning yang hari ini menyala untuk Ganjar Pranowo akan berubah menjadi lampu hijau di mana Ganjar Pranowo akan kembali ke posisi teratas dalam survei-survei dan mempertebal potensi kemenangan di laga 2024 nanti. (Sumber: Kompas)

Advertisement