MAKASSAR – Presidium Nasional Forum Politisi Muda Indonesia (FPMI), Yoel Yosaphat kritik pernyataan ketua Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Hasyim Asy’ari soal wacana sistem proporsional tertutup di Pemilu 2024.
Yoel menyebutkan, Ketua KPU RI sudah bertindak di luar wewenangnya dan membuat kegaduhan politik dengan mengeluarkan pernyataan tersebut.
“Perlu kajian yang panjang dan matang untuk mengubah kembali sistem pemilihan pemilu, apalagi tahapan pemilu sudah berjalan,” terang Yoel, Selasa (03/01/2023)
Ia mengungkapkan, Ketua KPU RI juga tidak memiliki kapasitas untuk menyatakan hal tersebut, KPU hanyalah pelaksana teknis, mengeksekusi perintah Undang-Undang.
“Ketua Komisi II DPR-RI sudah memberikan pernyataannya bahwa persoalan ini kajiannya harus matang dan panjang, kita sepakat dan mendukung itu. Tidak boleh tahapan sedang berjalan tiba-tiba harus diubah,” papar legislator muda Bandung tersebut.
Sementara itu, Presidium FPMI Kordinator Bidang Media Informasi dan Komunikasi, Adri Irawan Mus menuturkan bahwa memang selalu ada plus-minus setiap sistem pemilihan, baik proporsional terbuka maupun tertutup.
“Proporsional tertutup yang selama ini digunakan di masa orde baru, semakin menguatkan oligarki dan dinasti politik dalam kepartaian, selain itu menjauhkan partisipasi dan hubungan politik masyarakat dengan wakil mereka di parlemen,” ungkap Politisi Muda PAN Sulsel ini.
Ia menambahkan, berdasarkan UUD 1945 Bab VII pemilihan umum pasal 22E ayat 2 Pemilihan umum diselenggarakan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Adapun UU No. 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilu mengatur agar komposisi penyelenggara Pemilu memperhatikan keterwakilan perempuan minimal 30%.
Hak dipillih dan memilih adalah Hak Politik Warga Negara merupakan bagian dari hak-hak yang dimiliki oleh warga negara dimana asas kenegaraannya menganut asas demokrasi. Lebih luas hak politik itu merupakan bagian dari hak turut serta dalam pemerintahan.
Lebih lanjut menurutnya, demokrasi yang kita selenggarakan hari ini sudah cukup dewasa, sudah sangat terbuka, jangan sampai mengalami regresi demokrasi bukan malah maju malah makin mundur. Kita juga tidak ingin masyarakat seakan memilih kucing dalam karung. Parpol bisa saja sesukanya menempatkan calonnya ketika mendapatkan suara yang besar.
“Proporsional tertutup dikhawatirkan akan terjadi kongkalikong atau persekongkolan elit politik secara internal dan juga akan menghambat generasi muda yang potensial untuk memiliki kesempatan dan ruang turut andil mengambil bagian sebagai wakil rakyat,” ujar Pemuda Asal Luwu ini.
Apalagi dengan fenomena genotokrasi yang dimana golongan-golongan tua terlalu abuse of power dan menutup kran anak muda untuk masuk dalam pengambil kebijakan.
“Kami khawatir, kelompok pemuda yang memiliki semangat dan idealisme yang kuat untuk bertarung dalam kontestasi politik, akan mudah dipatahkan oleh elit politik jika diberlakukan proporsional tertutup. Coba kita bandingkan, berapa jumlah anak muda yang duduk di parlemen saat orde baru dan saat proporsional terbuka? Jauh bedakan?” tandasnya. (**)