OLEH: MOCH EKSAN
Penulis adalah Pendiri Eksan Institute dan Wakil Ketua DPW Nasdem
ANIES Rasyid Baswedan terasa bebal terhadap sejumlah kritik yang bernada minor atas safari politiknya ke berbagai daerah. Ia tahu persis apa yang dilakukan adalah benar sebagai usaha memperjuangkan hak politik untuk terpilih menjadi Presiden Republik Indonesia Periode 2024-2029.
Tak banyak warga negara yang mendapat hak politik istimewa ini. Maksimal hanya 4 orang, berdasarkan konfigurasi partai parlemen. Ini terkait dengan presidential threshold sebesar 20 persen dari jumlah kursi DPR RI yang diperoleh pada pemilu terakhir.
Calon Presiden
Ada 9 partai parlemen yang berhak mengajukan calon presiden. Dengan 128 kursi DPR RI, PDIP berhak mengajukan calon tanpa harus berkoalisi dengan partai yang lain. Sedangkan, Golkar (85) kursi, Gerindra (78), NasDem (59), PKB (58), Demokrat (54), PKS (50), PAN (44) dan PPP (19) kursi, harus berkoalisi untuk menggunakan haknya mengusung calon presiden.
Sampai saat ini, peta koalisi yang berkembang, terdapat 3 gabungan partai. Yaitu: pertama, Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) yang terdiri dari Golkar, PAN dan PPP. Kedua, Koalisi Indonesia Bangkit (KIB) meliputi Gerindra dan PKB. Dan, Koalisi Perubahan (KP) mencakup NasDem, Demokrat dan PKS. Masing-masing koalisi sudah punya nominasi calon presiden sendiri. Antara lain: Airlangga Hartarto, Prabowo Subianto, dan Anies itu sendiri.
Nominasi calon presiden di atas berhak dipilih. Sebuah hak yang bersifat stelsel aktif. Hak yang harus diperjuangkan. Beda halnya hak memilih yang bersifat stelsel pasif. Sebuah hak yang melekat pada pribadi dan dibawa sejak lahir.
Political right yang dijamin oleh konstitusi di atas, semestinya terus dimajukan, sebagaimana tema Human Right Day (Hari Hak Asasi Manusia) sedunia pada Sabtu,10 Desember 2022. Yakni Advancing Human Rights for Everyone (Pemajuan Hak Asasi Manusia untuk Setiap Orang).
Namun nyatanya, hak Anies melakukan safari politik untuk sosialisasi pencalonannya sebagai presiden dari NasDem, mendapatkan tentangan, baik melalui pemasangan spanduk penolakan maupun unjuk rasa penolakan dari sebagian masyarakat setempat.
Penolakan terhadap Anies adalah bukti, penghargaan terhadap nilai-nilai HAM di Indonesia masih rendah. Apalagi, bila ditemukan, proses penolakan didesain oleh rezim berkuasa untuk merecoki acara safari politik Anies.
Pemerintah Wajib Menjamin
Pemerintah wajib menjamin setiap warga negara untuk memenuhi hak politik dalam pemerintahan. Ini jelas tertuang dalam Pasal 21 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (Universal Declaration of Human Righ) dari PBB, sebagai berikut:
“(1) Setiap orang berhak turut serta dalam pemerintahan negerinya, secara langsung atau melalui wakil-wakil yang dipilih dengan bebas.
(2) Setiap orang berhak atas kesempatan yang sama untuk diangkat dalam jabatan pemerintahan negerinya.
(3) Kehendak rakyat harus menjadi dasar kekuasaan pemerintah; kehendak ini harus dinyatakan dalam pemilihan umum yang dilaksanakan secara berkala dan jujur dan yang dilakukan menurut hak pilih yang bersifat umum dan yang tidak membeda-bedakan, dan dengan pemungutan suara yang rahasia ataupun menurut cara-cara lain yang menjamin kebebasan memberikan suara”.
Selaras dengan hak politik universal tersebut, Undang-undang Dasar (UUD) 1945 Pasal 28D ayat (3) berbunyi: “Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan”. Ini perubahan kedua Amandeman UUD 1945 oleh Majlis Permusyawaratan Rakyat (MPR).
Jelas, aksi penolakan Anies tak bisa hanya dibaca sebagai manuver politik, akan tetapi sebuah pelanggaran sangat serius terhadap nilai universal hak asasi manusia dan konstitusi negara.
Anies punya hak. Dan hak itu harus dilindungi oleh negara, bukan malah dihalang-halangi dengan alasan curi start kampanye, kampanye di tempat ibadah, pencabutan izin penggunaan lokasi acara, sampai menggunakan lembaga antikorupsi untuk mentersangkannya dalam kasus Formula E.
Apa yang dilakukan Anies sangat tepat, untuk terus melanjutkan safari politik tanpa peduli terhadap aksi penolakan maupun skenario penjegalan oleh rezim berkuasa. Ia melawan dalam diam sekaligus intensif keliling Indonesia: Medan, Solo, Yogyakarta, Tasikmalaya, Ciamis, Banda Aceh, Padang Panjang, Pekanbaru, Jayapura, Makassar dan seterusnya.
Perjuangan Politik
Sudah menjadi karakter rezim berkuasa, menghambat pemenuhan hak warga negara. Bahkan pada abad pertengahan, para raja dan begundalnya semena-mena merampas hak sipil dan politik rakyat. Ini yang menjadi alasan pembuatan undang-undang yang membatasi kekuasaan para raja.
Dalam sejarah Inggris misalnya, dokumen Bill of Right 1689 mengawali sistem monarki konstitusional. Dimana terjadi penguatan terhadap parlemen. Bahwa proses pemilihan anggota parleman harus berlangsung bebas. Anggotanya bebas berbicara. Pengenaan pajak dan pembuatan undang-undang harus mendapat persetujuan parlemen. Setiap warga berhak beragama sesuai dengan keyakinannya masing-masing. Dan kemudian terakhir, keputusan raja dapat dibatalkan oleh parlemen.
Pemilu 2024 adalah jalan paling sulit untuk mempertahankan kehidupan demokrasi. Banyak penyelenggara negara yang dilahirkan dari sistem demokrasi langsung justru ingin merubah sistem yang berlaku. Mereka terlintas pemikiran hitam seperti itu karena takut pada bayang-bayang pemilu kanibal. Mentalitas firauni memang selalu khawatir terhadap mimpi munculnya pesaing kekuasaan. Anak laki baru lahirkan pun dibunuh untuk menghilangkan rasa phobia terhadap lawan politik.
Dalam pidato pengukuhan gelar Doktor Honoris Causa dari FISIP Universitas Brawijaya, Surya Paloh mengingatkan: “Terlalu pendek akal kita dan terlalu tinggi nafsu kita, jika untuk memenangkan pemilu kita harus mempertaruhkan persatuan dan kesatuan bangsa ini. Bagi saya pribadi, lebih baik tidak ada pemilu jika itu hanya memberikan konsekuensi pada perpecahan bangsa ini,”
Pernyataan Surya harus ditempatkan pada konteks autokritik terhadap perjalanan demokrasi di Indonesia. Ini untuk menghindari salah paham terhadap maksud pidato tersebut. Ketua Umum DPP NasDem ini, mengingatkan pemilu menjadi sarana meningkatkan persatuan. Selain menjadi wahana memajukan kesejahteraan rakyat.
Banyak pihak yang tak menginginkan Anies landing sebagai presiden ke-8. Sudah pasti, mereka menggunakan segala cara untuk mengakhiri pencalonannya. Ia telah menjadi harapan sekaligus ancaman. Sumber: rmol
Disclaimer: Rubrik Kolom adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya danatau Naskah rilis/Keterangan Pers ataupun Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis naskah seperti Kolom Opini, Memberi Keterangan pers dan legion-news.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ataupun pemberitaan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini/Rilis berita/Keterangan Pers Redaksi legion-news.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.