JAKARTA||Legion-news.com Undang-undang Pemilu kerab diubah, hal ini menjadi perhatian dari anggota Komisi II DPR RI Guspardi Gaus menilai Undang-Undang (UU) kepemiluan yang ada saat ini perlu dipertahankan sebagai landasan untuk penyelenggaraan pilpres, pileg dan pilkada ke depan. Karena ke tiga UU existing tersebut masih sangat relevan dijadikan sebagai dasar pelaksanaan kepemiluan kedepan.
Terlebih lagi berbagai elemen masyarakat, termasuk parpol non parlemen, ingin bagaimana agar negara punya tradisi, tidak setiap berganti periodisasi DPR, berganti juga UU-nya. “Gonta-ganti UU kurang pas juga,” ungkap Guspardi dalam di lansir dari Parlementaria, Sabtu (23/1/2021).
Menurut politisi Fraksi PAN ini, jika UU pemilu kerap gonta-ganti dan direvisi, disamping membuang energi juga menimbulkan kesan adanya kepentingan politik sesaat yang terselib terutama dari partai-partai besar yang berkuasa.
Disamping itu, Anggota Baleg DPR RI ini mengajak untuk menghargai kerja keras para anggota DPR periode yang lalu yang telah merumuskan dan menghasilkan ketiga UU “kepemiluan” yaitu UU 42 Tahun 2008 tentang Pilpres, UU 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota dan UU 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Tentunya para Anggota Legislatif periode lalu berharap ketiga UU tersebut sesuai dengan komitmen, obsesi, harapan dan keinginannya bisa diberlakukan pada beberapa periode, setidaknya 3 sampai 4 kali penyelenggaran kepemiluan.
Banyak hal yang sangat fundamental dijadikan alasan agar RUU Pemilu ini ditunda atau dibatalkan untuk dibahas. Setelah dilakukan kajian yang mendalam dan komprehensif, terutama menyangkut kasus pandemi Covid-19 yang makin mengganas. Dengan pandemi yang makin meningkat, artinya gerak ekonomi masyarakat juga dibatasi. Ada protokol ketat. Tak boleh berkerumun, jaga jarak, cuci tangan.
Kebijakan pembatasan pegawai swasta dan pemerintah 25 persen hadir fisik dan 75 persen bekerja dari rumah (WFH), bahkan jam operasional beberapa sektor usaha juga dibatasi. Imbasnya roda ekonomi melambat yang membuat kondisi perekonomian kian terpuruk. Bahkan bisa lebih parah daripada Krismon 1998 yang saat itu tak dilarang beraktivitas.
Menurut Guspardi dengan semakin terpuruknya ekonomi, maka lebih relevan bila saat ini fokus nasional adalah mengatasi permasalahan ekonomi. (**)