Sidang Sengketa Hasil Pileg, Hakim MK Soal Sistem Noken, Ditingkat Distrik Suara Ada, Rekapitulasi Tingkat Kabupaten Hilang

FOTO: Warga di daerah Pegunungan Papua saat mengikuti Pemilihan Umum dengan sistem Noken (Dok. Jubi)
FOTO: Warga di daerah Pegunungan Papua saat mengikuti Pemilihan Umum dengan sistem Noken (Dok. Jubi)
Advertisement

LEGIONNEWS.COM – MAKASSAR, Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Daniel Yusmic P. Foekh dibuat heran dalam sidang sengketa hasil Pemilihan Legislatif (Pileg) soal sistem noken. Bahkan Hakim MK itu bertanya kepada KPU terkait proses kesepakatan oleh kepala suku dalam sistem noken.

Daniel pun berkesempatan bertanya apakah KPU ikut atau tidak di dalam proses tersebut.

“Apakah posisi KPU itu hanya menunggu, menerima hasil, atau ikut dalam proses kesepakatan itu?” tanya Hakim Daniel kepada Ketua KPU RI Hasyim Asy’ari saat mengikuti sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pileg 2024 di Gedung MK, Jakarta Pusat pada Jumat (3/5/2024) panel satu.

“Karena dalam beberapa perkara tadi, itu ada yang suaranya di distrik itu ada, tapi kemudian di rekapitulasi tingkat kabupaten itu hilang,” kata Daniel.

Advertisement

Terkait itu Hasyim mengatakan baru kali ini mengalami fenomena lain pada sistem noken. Menurutnya, perolehan suara di sistem noken pada pemilu 2024 berubah.

“Berdasarkan pengalaman kami dari pemilu ke pemilu, baru kali ini maksud saya Pemilu 2024 fenomena noken yang sekarang ini ada di dua provinsi, yaitu Papua Pegunungan dan Papua Tengah, khusus untuk Papua Pegunungan dari 8 kabupaten yang mempraktikkan ini ada dua yang tidak mempraktikkan, yaitu Pegunungan Bintang dan Lanny Jaya,” kata Hasyim.

“Selama ini pemahaman kita soal noken, perolehan suara disepakati dengan kepala suku atau kepala kampung, kampung ini desa kalau di Papua, sudah diikat untuk partai tertentu, tiba-tiba nanti di distrik berubah geser ke partai lain atau calon lain, nanti di kabupaten berubah lagi kepada partai atau calon lain,” jelasnya.

“Selama ini pemahaman kita soal noken, perolehan suara disepakati dengan kepala suku atau kepala kampung, kampung ini desa kalau di Papua, sudah diikat untuk partai tertentu, tiba-tiba nanti di distrik berubah geser ke partai lain atau calon lain, nanti di kabupaten berubah lagi kepada partai atau calon lain,” jelasnya.

Hasyim menjelaskan sistem noken yang selama ini dipahami adalah perolehan suara disepakati dengan kepala suku atau kepala kampung untuk partai tertentu. Namun, Hasyim mengaku merasakan keheranan yang sama dengan Daniel pada hasil pemilu kali ini.

“Pada waktu rekapitulasi saya tanya kepada teman-teman partai yang berasal dari Pegunungan atau teman-teman KPU. Saya tanya apakah ada mekanisme noken, yang katakanlah istilahnya perjanjian lama, di tingkat desa lalu bisa diubah dengan perjanjian baru oleh kepala suku tingkat kecamatan atau distrik, lalu bisa diubah lagi oleh kepala suku tingkat kabupaten? Enggak ada yang bisa jawab,” ungkapnya.

Hasyim berpendapat ahli terkait sistem noken perlu dihadirkan ke persidangan untuk menjelaskan cara kerja sistem tersebut.

“Oleh karena itu saya kira penting juga Mahkamah menghadirkan ahli yang memahami dan pernah riset tentang noken. Ahli sosiologi, ahli antropologi, mungkin teman-teman dari kampus-kampus di Papua,” tutur dia.

Hasyim mengatakan pada pemilu sebelumnya, hasil noken selalu konsisten. Dia pun mengaku heran karena baru kali ini hasilnya bisa berubah.

“Karena biasanya kalau noken itu konsisten. Begitu diikat di desa konsisten di kecamatan atau distrik sampai kabupaten itu konsisten. Baru kali ini, Yang Mulia, jadi pencermatan Yang Mulia Prof Daniel sama dengan saya, ini kok agak aneh di setiap tingkatan berubah dan itu terjadi di semua partai,” pungkasnya.

Mengenal Sistem Noken di Pemilu

Sistem noken tersebut menggunakan prinsip pemilihan dengan model election in the field yang artinya langsung, umum, bebas, terbuka, jujur, dan adil. Tidak hanya itu, sistem tersebut juga berkaitan dengan pemimpin tradisional yang mempercayakan keputusan ada di pemimpin suku.

Sistem noken dalam Pemilu di Papua telah terbit dalam putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 47-81/PHPU.AVII/2019. Hal tersebut sebagai yurisprudensi dalam penggunaan Sistem Noken atau Ikat yang digunakan oleh masyarakat yang ada di Provinsi Papua.

Dalam pelaksanaanya, ada dua cara pelaksanaan noken, yaitu sitem noken sistem ikat. Sistem tersebut merujuk dari kesepakatan masyarakat setempat yang dilakukan di TPS, dengan surat suara yang diisi di noken.

Sementara sistem ikat merupakan hasil kesepakatan dengan warga masyarakat yang diwakili kepala suku untuk mengisi surat suara dalam noken atau tempat suara. Sebelumnya, kebijakan tersebut ditetapkan dalam aturan KPU Papua Papua Nomor 1 tahun 2013.

Serta putusan MK nomor 01/Kpts/KPU Prov.03/2013 yang memperbolehkan penggunaan Noken pada pemungutan suara yang ada di daerah pedalaman Papua, melansir tempo. Penggunaan sistem noken ini hanya dapat dilakukan di wilayah yang masih menggunakan Sistem Noken/Ikat secara terus menerus sesuai dengan kearifan lokal masyarakat setempat.

Sistem ini juga digunakan di daerah pegunungan Tengah Papua yang hidup tanpa akses informasi, alat komunikasi, transportasi, dan pendidikan yang rendah. (**)

Advertisement