LEGION NEWS.COM, BANTAENG – Polemik Pilkades Rappoa Kabupaten Bantaeng, Konsekwensi logis dalam kontestasi adalah menang dan kalah. Kekalahan dalam demokrasi harus diterima dengan bijak oleh kontestan dan massanya selama semua tahapan proses dilaksanakan sesuai dengan regulasi yang mengikat.
Jika dalam proses tahapan yang dilalui ada hal yang tidak sesuai dan terindikasi terjadi kecurangan, apa lagi jika kecurangan tersebut kuat indikasinya dilakukan secara terstruktur, sistematis dan massif, maka menjadi hak politik dan hak demokrasi setiap kontestan untuk melakukan protes dan gugatan.
Pemilihan kepala desa (Pilkades) yang dilaksanakan secara serentak 9 desa di Kabupaten Bantaeng pada hari Rabu, 27 Oktober 2021 dengan sistem E-voting menyisakan polemik khususnya di Desa Rapooa, Kecamatan Pa’jukukang, Kabupaten Bantaeng yang sampai hari ini belum ada kejelasan akhirnya.
Berdasarkan fakta – fakta yang didapatkan oleh Tim pasangang Nomor urut 1 (Fajrul Islam, S. PD), maka disimpulkan bahwa besar indikasi terjadi kecurangan dalam proses Pilkades di Desa Rappoa.
Kronologi yang bisa menjadi indikator kecurangan adalah sebagai berikut:
Pada hari kamis tgl 16 Tempat kantor desa diadakan rapat pleno penetapan Daftar pemilih sementara (DPS) menjadi Daftar pemilih tetap (DPT) Panitia memaksakan memasukkan pemilih baru dengan jumlah 30 orang.
menurut kami, orang-orang yang dimaksud tidak memenuhi syarat untuk menjadi pemilih pada Pilkades Rappoa,” ungkap Fajrul Islam salah satu Calon Kades. Rabu, (3/11)
Panitia bersama dengan BPD Desa Rappoa bersikeras untuk tetap memasukkan orang yang dimaksud dalam DPT dengan argumentasi perbub yang telah dirubah redaksinya.
Akhirnya dengan ancaman kami akan laporkan Mereke (Panitia dan BPD) sebagai pemalsuan perbub tentang pedoman Pilkades, maka rapat pleno penetapan DPS menjadi DPT di tunda sampai tgl 19 dengan terlebih dahulu melakukan minta maaf kepihak Paslon nomor urut 1, mengakui terjadi kesalahan dan meminta untuk tidak dilakukan proses laporan dan orang-orang yang awalnya dipaksakan masuk dalam DPT menjadi batal ditetapkan;
Berdasarkan Perbub nomor 32 tentang Pedoman Pelaksanaan Pilkades tahun 2019 yang telah dirubah menjadi Perbub Bantaeng Nomor 25 tahun 2021 tentang Perubahan atas Peraturan Bupati Nomor 32 tahun 2019 tentang Pedoman Pelaksanaan Pilkades.
Pada Pasal 25
1. Pelaksanaan pemungutan suara dihadiri oleh BPD, panitia pemilihan, para Calon Kepala Desa/saksi, Panitia PemilihanKabupaten, Tim Fasilitasi Kecamatan dan Tenaga Teknis.
2. Pemungutan suara dilaksanakan dalam rapat pemilihan calon Kepala Desa yang dipimpin oleh ketua panitia pemilihan.
3. Pembukaan rapat pemilihan calon kepala desa dapat dimulai apabila telah dihadiri oleh BPD, para Calon Kepala Desa/saksi, Panitia
Pemilihan Kabupaten, dan Tenaga Teknis.
4. Setelah membuka rapat pemilihan, Panitia Pemilihan memberikan penjelasan tentang tata cara pemberian suara yang benar.
Pasal 26
1. Panitia Pemilihan bersama para Calon/Saksi, Panitia Pemilihan Kabupaten, dan Tenaga Teknis memeriksa peralatan E-Voting.
2. Tenaga Teknis membuka aplikasi E-voting di setiap bilikuntuk mengosongkan data disaksikan Panitia pemilihan, para Calon/saksi, BPD, Panitia Pemilihan Kabupaten dan memperlihatkanhasil print out kepada para pemilih.
3. Hasil print out pengosongan data sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
ditanda tangani oleh panitia pemilihan dan para calon/saksi.
Pasal 25 dan pasal 26 sebagai bagian dari proses pemungutan suara tidak dijalankan oleh Panitia.
4. Proses yang terjadi di lapangan/ TPS, ada upaya panitia mempersulit calon pemilih nomor urut 1, dengan cara setelah memeriksa surat panggilan, panitia meminta menunjukkan KTP. Jika calon pemilih tidak bisa menunjukkan karena idak membawa KTP, panitia meminta pemilih untuk kembali mengambil KTP. Sehingga menurut kami, panitia tidak menjalankan prinsip proses pemungutan suara yang tertuang dalam Pasal 27 (1) Dalam pemberian suara, pemilih diberi kesempatan oleh panitia pemilihan berdasarkan prinsip urutan kehadiran pemilih.
Jika pemilih telah menunjukkan surat panggilan memilih, maka tidak perlu menunjukkan E-KTP berdasarkan pada Perbub Pasal 29 (1) Dalam hal pemilih tidak membawa surat panggilan memilih, Kartu Tanda Penduduk elektronik (e-KTP) atau surat keterangan sebagai bukti penduduk Desa bersangkutan karena hilang/rusak, yang bersangkutan tetap dapat diizinkan untuk menggunakan hak pilihnya dengan menunjukan Kartu Keluarga (KK) alamat Desa setempat.
4. Alat E-VOTING di 5 TPS eror pada saat sedang berlangsung. Khusus di TPS 1 Boddong, eror terjadi saat salah seorang pemilih atas nama AMRAN ( staf Desa Rappoa ) akan menggunakan hak pilihnya. Eror system diketahui terjadi saat yang bersangkutan mengangkat tangan dan memanggil bantuan panitia. Saat proses perbaikan system selama kurang lebih setengah jam, Amran bersama panitia mengutak Atik alat sampai alat berfungsi kembali. Semestinya saat kejadiaan seperti itu, pemilih tidak dibolehkan ikut mengutak-atik alat dan panitia harus disaksikan oleh saksi calon dalam proses perbaikan.
5. Panitia meminta saksi menandatangani berita acara hasil perhitungan di TPS sebelum hasil perolehan suara dibuka oleh panitia. Artinya panitia memaksakan kehendaknya menandatangani berita acara kosong. Padahal jelas aturan dalam Perbub Pasal 31
(1) Setelah pemungutan suara ditutup, panitia pemilihan mempersilahkan tenaga teknis menutup aplikasi dan menampilkan perolehan suara masing-masing calon disetiap bilik.
(2) Untuk melihat perolehan suara masing-masing calon sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan dengan cara menampilkan hasil pemungutan suara pada alat E-voting disetiap bilik.
(3) Menampilkan hasil perolehan suara masing-masing calon pada alat E￾voting disetiap bilik sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilakukan oleh Tenaga Teknis disaksikan oleh panitia pemilihan, para Calon/saksi, BPD, Panitia Pemilihan Kabupaten.
(4) Setelah melihat perolehan suara sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Tim Teknis mencetak/print out hasil perolehan suara dari masing￾masing bilik suara.
(5) Hasil cetakan/print out perolehan suara sebagaimana dimaksud pada ayat (4), ditandatangani oleh ketua panitia pemilihan dan para calon/saksi.
(6) Setelah hasil cetakan/print out perolehan suara ditandatangani sebagaimana pada dimaksud ayat (5), panitia pemilihan melakukan rekapitulasi jumlah perolehan suara masing-masing calon.
(7) Hasil rekapitulasi jumlah perolehan suara sebagaimana dimaksud pada ayat
(6), ditandatangani oleh ketua panitia pemilihan dan para calon/saksi.
(8) Setelah hasil rekapitulasi perolehan suara ditanda tangani sebagaimana dimaksud pada ayat (7), panitia pemilihan mengumumkan hasil perolehan suara masing-masing Calon.
Pasal 32
(1) Setelah pengumuman hasil perolehan suara masing-masing Calon sebagaiman dimaksud dalam Pasal 31 ayat (8), panitia pemilihan menyusun Berita Acara dan dilanjutkan dengan menandatangani Berita Acara.
(2) Berita Acara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditandatangani oleh Panitia Pemilihan dan Calon/saksi.
6. Panitia meralat penyampaian hasil perolehan suara Paslon dimana penyampaian awal menyatakan bahwa perolehan suara calon nomor urut 1= 157 nomor urut 2 = 113. Pada saat itu, ada kode silang menyilangkan jari dari panitia lain, sehingga diralat oleh panitia bahwa pengumuman tadi terbalik perolehan suara calon nomor urut 1 = 113 dan calon nomor 2 = 157.
Pada poin ini, panitia kembali melanggar pasal 31 ayat 2.
7. Ada selisih antara jumlah hasil suara dengan jumlah orang yang hadir menggunakan hak pilihnya dengan rincian :
A. TPS 1
DPT = 295, Hadir = 270 tidak hadir 25.
25 orang yang tidak hadir, 11 orang karena berada diluar kota ( merantau ) 14 tidak hadir tapi ada dalam wilayah Desa Rappoa.
Catatan saksi bukan 14 orang yang tidak hadir tapi 16 orang, artinya ada indikasi penggunaan hak suara orang lain sebanyak 2 suara.
B. TPS 2
DPT = 413, hadir 362, tidak hadir 51.
51 orang yang tidak hadir, 30 orang berada di luar daerah ( merantau ), 21 ada di lokasi dalam desa tapi tidak datang memilih.
Catatan saksi, yang tidak datang memilih tapi ada di didesa adalah 19 Orang
C. TPS 3.
DPT = 156, hadir 144, tidak hadir 12.
12 orang yang tidak hadir, 2 diantaranya status merantau. Catatan saksi, jumlah DPT =158 karena ada pemilih khusus 2 orang. DPT 158 – Hadir 144 = 14.
Catatan saksi bukan 14 atau 12 yang tidak hadir tapi 7 orang
D. TPS 4
DPT = 261, Hadir 239, tidak hadir = 22
22 orang yang tidak hadir, 8 orang diantaranya status merantau. 14 orang yang tidak hadir tapi ada di lokasi Desa Rapooa.
Catatan saksi yang tidak hadir adalah = 1 Orang
E. TPS 5
DPT = 191, hadir 184, tidak hadir = 7
Dari 7 yang tidak hadir, 5 status merantau.
Catatan saksi adalah 1orang yang tidak hadir
8. Pada saat proses pemungutan suara berlangsung, calon petahana memberikan pengarahan dalam bentuk berkomnkasi dengan pantia
Berdasarkan dari fakta-fakta diatas, maka kami berkesimpulan bahwa:
1. Kuat indikasi ada proses kecurangan yang dilakukan oleh panitia secara terstruktur, sistematis dan massif
2. Khusus di TPS 1, ada indikasi merubah hasil skor perolehan suara yang dilakukan oleh panitia
3. Ada perbedaan data antara catatan saksi calon nomor urut 1 dengan hasil print out komputer
Dari kesimpulan diatas, maka:
1. kami calon nomor urut 1 bersama tim pada hari Kamis, 28 Oktober 2021 mengajukan surat keberatan dan permohonan membuka kotak audit E-voting Pilkades desa Rappoa.
2. Berdasarkan surat tersebut, DPRD kabupaten Bantaeng melakukan Rapat dengar pendapat ( RDP ) pada hari Jumat, 29 Oktober 2021 bersama kepala Dinas DPMD&PPA, Kepala Inspektorat Kabupaten Bantaeng, Kabag Hukum Pemkab Bantaeng, Asisten 1 Pemkab Bantaeng bidang pemerintahan dan calon nomor urut 1 bersama perwakilan tim.
3. Hasil atau out put dari RDP di gedung DPRD kabupaten Bantaeng adalah terbit surat dengan nomor : 172/290/DPRD/X/2021, perihal rekomendasi yang ditujukan kepada Bupati agar memerintahkan panitia Pilkades kabupaten Bantaeng untuk membuka kotak audit E-voting Pilkades Desa Rappoa.
4. Terbitnya surat rekomendasi dari lembaga terhormat DPRD adalah bentuk pengakuan bahwa memang ada indikasi kecurangan dalam proses Pilkades di Desa Rappoa. Oleh karena itu, tidak ada alasan bagi Bupati Bantaeng untuk tidak menerbitkan surat perintah atau surat rekomendasi pembukaan kotak audit E-voting Pilkades Desa Rappoa.
5. Jika ada pihak lain diluar dari pihak panitia yang melakukan protes atas surat rekomendasi yang diterbitkan oleh lembaga terhormat DPRD kabupaten Bantaeng, maka kami menyatakan protes tersebut adalah bentuk penguatan indikasi pelanggaran proses Pilkades di Desa Rappoa, apalagi jika yang melakukan upaya-upaya penolakan rekomendasi DPRD tersebut adalah calon kepala desa pada Pilkades Rappoa
6. Jika sampai pada batas waktu yang diatur dalam regulasi tentang pedoman pelaksanaan Pilkades terkait keberatan calon, Bupati tidak menindaklanjuti rekomendasi DPRD kabupaten Bantaeng, maka itu adalah bentuk perlawanan Bupati terhadap lembaga legislatif dan bentuk keberpihakan Bupati terhadap salah satu calon kepala desa di desa Rappoa. (TW)