LEGIONNEWS.COM – MAKASSAR, Perseteruan kepentingan politik jelang pemilihan kepala daerah di Sulawesi Selatan antara Taufan Pawe dan Nurdin Halid (NH) belakangan ini menjadi perhatian publik.
Hal itu nampak dalam dukungan Wakil ketua umum DPP Golkar Nurdin Halid ke Andi Seto mantan bupati sinjai maju sebagai bakal calon Wali Kota Makassar dan Nurhaldin sebagai calon Wali Kota Parepare.
Ketua Golkar Sulsel, Taufan Pawe (TP) kembali menegaskan, penetapan calon usungan pada Pemilihan Kepala Daerah di Sulsel dan posisi pimpinan dewan dilakukan tanpa mahar politik.
Hal tersebut ia tegaskan usai menghadiri Open House Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto, di kawasan Widya Chandra, Jakarta Selatan, Kamis, 11 April 2024 malam.
Taufan Pawe mengatakan, dibawah kepemimpinannya, proses usungan cakada Golkar dan posisi pimpinan dewan secara transparan dan akuntabel.
Sehingga dirinya menegaskan para bakal calon dan legislatif terpilih untuk tidak percaya ‘makelar’ yang menjanjikan posisi tertentu namun menggunakan mahar politik.
“Saya tegaskan penetapan cakada usungan Golkar atau penempatan posisi pimpinan dewan dilakukan tanpa mahar politik. Lapor saya jika ada minta bayar-bayaran,” tegas Taufan Pawe kepada media.
Mantan Wali Kota Parepare dua periode ini menjelaskan, semua DPD II menjaring sendiri siapa saja Cakada yang dijagokan di daerah masing-masing. Dalam menentukan Cakada, Golkar tetap mempertimbangkan hasil survei.
Pada dasarnya, Partai Golkar tetap memprioritaskan kader. Jikalau ada figur eksternal, penjaringannya harus transparan dan akuntabel.
“Nantinya saya buatkan matriks di depan ketua umum (Airlangga Hartarto) bahwa ini yang layak. Karena persoalan layak dalam Pilkada, bukan hanya kesiapan lahirnya mau jadi bupati, mau jadi walikota, tetapi harus ada kesiapannya. Harus lahir batin,” tuturnya.
Dirinya kembali menegaskan, jika dirinya inging menciptakan iklim Pilkada di Sulsel dan proses berorganisasi di Golkar Sulsel secara transparan dan akuntabel.
“Saya ingin menghadirkan dan menciptakan transparansi dalam Pilkada. Jadi tidak ada istilah mahar, tidak ada istilah bayar-bayar. Apalagi sebisanya untuk menentukan saja pimpinan DPRD kabupaten/kota, terkadang harus dengan pendekatan-pendekatan pragmatis,” tegasnya. (**).