Penulis: Taqwa Bahar
Mahasiswa Pascasarjana Universitas Hasanuddin
LEGIONNEWS.COM – OPINI, Operasi tangkap tangan adalah bagian dari penindakan atas tindakan melawan hukum yang berhubungan dengan adanya indikasi merugikan negara.
Sebagaimana yang telah dilakukan selama ini oleh Komisi Pemberantasan Korupsi dalam menindak lanjuti laporan masyarakat sekaligus melakukan pengawasan secara terukur guna mengambil langkah pembuktian secara langsung dengan cara menangkap tangan.
Dikutip dari laman media, menurut pasal 1 butir 19 KUHP setidaknya tangkap tangan bisa diartikan tertangkapnya seorang pada waktu sedang melakukan tindak pidana, atau dengan segera sesudah beberapa saat tindak pidana itu dilakukan, atau sesaat kemudian diserukan oleh khalayak ramai sebagai orang yang melakukannya. Atau apabila sesaat kemudian ditemukan benda yang diduga keras telah dipergunakan untuk melakukan tindak pidana tersebut yang menunjukkan bahwa ia adalah pelakunya atau turut serta melakukan atau melakukan tindak pidana itu.
Legalitas operasi tangkap tangan yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 yang kemudian direvisi menjadi undang-undang Nomor 19 Tahun 2019 dimana disebutkan bahwa KPK memiliki tugas dan wewenang yang dibentuk sedemikian rupa dalam rangka mempermudah pelaksanaan pemberantasan korupsi di Indonesia. Kewenangan yang diatur dalam Undang-undang tersebut mencakup melakukan penyelidikan, penyidikan, sampai pada tahapan penuntutan di pengadilan.
Pemberian kewenangan tersebut untuk mempertegas komitmen KPK dalam hal penanganan dan juga penindakan terhadap tindak pidana korupsi.
Tugas dan fungsi KPK dalam hal pemberantasan tindak pidana korupsi diberikan kewenangan yang lebih besar. Hal ini menjadikan KPK sebagai lembaga yang super power dalam hal penegakan hukum khususnya di bidang pemberantasan korupsi.
Istilah operasi tangkap tangan juga diatur dalam Perpres Nomor 87 Tahun 2016 pasal 4 Huruf d yang ditafsirkan sebagai legalitas atas operasi tangkap tangan. Maksud dari Operasi tangkap tangan yang disebutkan dalam perpres tersebut memberikan ruang yang luas bagi pemberantasan tindak pidana korupsi meskipun aturan yang dikeluarkan mengacu pada pungutan liar (Pungli).
Sejauh ini pemerintah telah membentuk banyak lembaga untuk mengawasi serta melakukan penindakan terhadap penyelewengan keuangan negara yang dilakukan oleh birokrasi, olehnya itu dengan Hadirnya aturan-aturan yang dibuat bertujuan guna mempersempit ruang gerak aparatur negara untuk melakukan korupsi.
Operasi tangkap tangan yang dilakukan oleh para penegak hukum, adalah sesuatu yang lazim dilakukan sebab pengaturannya sudah sesuai dengan prosedur dimana sebelum melakukan eksekusi, satgas atau aparat di lapangan telah melakukan monitoring atas dugaan adanya transaksi antara pihak-pihak yang berkepentingan dalam memuluskan suatu urusan atau pekerjaan yang berkaitan dengan pengelolaan keuangan negara.
Operasi tangkap tangan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi menjadi prioritas dilakukan bilamana dalam pelaksanaannya terendus adanya rencana kesepakatan untuk melakukan tindak pidana yang dalam ini berkaitan dengan transaksi keuangan yang merugikan negara. Banyak kasus korupsi pejabat yang berakhir dengan adanya operasi tangkap tangan.
Dari analisis yang dapat dipahami dari berbagai wacana tentang pro dan kontra Operasi tangkap tangan bahwa sesungguhnya dasar argumentasi dapat dibenarkan sebab hal tersebut diatur dalam Perpres 87 tahun 2016 juga sekaitan dengan Pasal 111 ayat (1) KUHAP dan Pasal 1 butir 19 KUHAP yang dijadikan dasar hukum bagi KPK untuk melakukan Operasi tangkap tangan.
Ada juga yang memandang bahwa operasi tangkap tangan berbeda dengan tertangkap tangan yang terdapat dalam pasal-pasal tersebut. Kemudian OTT dalam kaitannya dengan teknik penyidikan khusus yang dikenal dengan istilah Controlled Delivery
Penindakan yang dilakukan oleh KPK dalam Operasi tangkap tangan yaitu dengan menggunakan dua tindakan (Interdiction and entrapment), dimana segala ketentuan hukum dalam hal penindakan dan pemberantasan korupsi dilakukan sesuai dengan standar operasional sebagaimana tugas KPK yang diberi kewenangan lebih besar dalam memberantas korupsi, kolusi, dan nepotisme.
Operasi tangkap tangan merupakan salah satu upaya yang dilakukan dalam penanganan kasus korupsi. Sejak didirikan tahun 2005 hingga tahun 2022, Komisi Pemberantasan Korupsi telah banyak melakukan operasi tangkap tangan (OTT) yang melibatkan pejabat negara. Dari banyaknya kasus OTT, ada beberapa kepala daerah yang turut serta ikut terlibat dalam pusaran korupsi dan berujung pada penangkapan.
Strategi pemberantasan korupsi yang digalakkan melalui operasi tangkap tangan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi sebagaimana dijelaskan diatas tidak akan berjalan efektif tanpa mendapatkan dukungan dari semua elemen masyarakat. Butuh komitmen dan Political Will dari pemerintah dan komitmen bersama untuk menuntut standar etis dan norma yang lebih tinggi, bahwa korupsi bukan hanya soal melawan hukum tapi juga merusak sendi-sendi kebangsaan.