Bawaslu Sulsel: ASN Bulukumba Kasus Pelanggaran Terbanyak, Jelang Pilkada 2020

ASN Pemerintah Kabupaten Bulukumba Saat Pelaksanaan Upacara Bendera di Halaman Kantor Bupati Bulukumba Provinsi Sulawesi selatan

MAKASSAR||Legion News – Jelang Pemilihan Umum Kepala Daerah (Musda) di 12 Kabupaten/Walikota di Sulawesi selatan, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Provinsi Sulawesi Selatan.

Logo Terbaru Badan Pengawasa Pemilihan Umum

Bawaslu Sulsel, telah menyampaikan rekomendasi kepada Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) untuk menindaklanjuti 41 kasus dugaan pelanggaran netralitas aparatur sipil negara (ASN) dalam Pilkada Serentak 2020.

“Ada sebanyak 50 kasus yang akan dilaporkan, dari 50 kasus yang dilaporkan tujuh dilaporkan dihentikan, 41 kasus direkomendasikan ke KASN untuk selanjutnya diproses lebih lanjut,” ujar salah satu Komisioner Bawaslu Sulsel, Saiful Jihad.

Saiful mengutarakan, bahwa pelanggaran terbanyak di Kabupaten Bulukumba sebanyak 13 kasus yang dilaporkan, kemudian disusul Kabupaten Pangkep sebanyak delapan kasus, serta Kabupaten Luwu Timur tujuh kasus. Sedangkan Kabupaten Maros dan Kota Makassar ada enam kasus yang dilaporkan.

Advertisement

Lanjut, Untuk Kabupaten Selayar tiga kasus, Kabupaten Barru, Gowa dan untuk Tana Toraja ada dua kasus. Sementara Kabupaten Luwu Utara satu kasus dan ada dua kabupaten lainnya yakni Soppeng dan Toraja Utara belum adanya laporan keterlibatan ASN dalam pelaksanaan Pilkada di kabupaten tersebut.

Untuk kasus laporan dugaan adanya pelanggaran yang saat ini dihentikan yaitu Luwu Timur terdiri empat kasus, Maros dua kasus, dan Pangkep satu kasus.

Dari keseluruhan  41 kasus yang dilaporkan ke KASN, adanya 12 kasus ASN diduga melibatkan pendekatan atau ikut mendaftarkan diri sebagai bakal calon kesalah satu partai politik. Lainnya ada 13 kasus ASN memberikan dukungan lewat media sosial, dan sembilan kasus menghadiri silaturahmi atau menguntungkan salah satu bakal calon.

Empat kasus lainnya, melibatkan ASN diduga melakukan sosialisasi salah satu bakal calon menggunakan Alat Peraga Kampanye (APK). Satu kasus lainnya, ASN mendeklarasikan diri sebagai calon kepala daerah, satu kasus ASN mempromosikan diri sendiri atau orang lain dan satu kasus ASN mendukung salah satu bakal calon.

“Namun ada tujuh kasus dihentikan karena dianggap tidak memiliki bukti kuat,” kata Syaiful.

Terkait dengan adanya pelanggaran administrasi penyelenggara ad hoc (sementara), ditemukan ada empat anggota Panitia Pemungutan Suara (PPS) menjabat dua periode.

Pelanggaran lainnya dalam bentuk kode etik penyelenggara pilkada serentak masing-masing ada satu kasus seperti dalam hal perekrutan penyelenggara ad hoc. Terindikasi dugaan keberpihakan KPU, calon PPS tidak memenuhi syarat, serta PPK melanggar prinsip mandiri diduga menerima barang, uang maupun materi lainnya.(*)

Advertisement