JAKARTA||Legion News – Syarifuddin Daeng Punna punya hubungan kedekatan dengan Golongan Karya, dimasa orde baru Daeng Punna terlibat dalam organisasi Angkatan Muda Pembaharuan Indonesia (AMPI) itu sekitar tahun 80an
SAdAP mengisahkan, saya di AMPI era Pak Hasan kemudian masuk dijajaran pengurus Andi Altin Nur, seingat saya itu di tahun 1981, Kalau bicara Kader Beringin saya bagian dari perjalanan Golkar yang kini telah menjadi partai politik menutup kisah perjalanannya bersama Golkar di masa lalu. Senin,(10/8/2020)
Tokoh masyarakat Sulsel yang kini bermukim di Jakarta mengemukakan pandangannya terkait dinamika partai politik dalam menentukan moment politik di daerah.
Pria yang akrab disapa SAdAP ini menyebutkan bahwa masih ada partai politik yang melupakan sejarah awal dibentuknya organisasi politik atau Parpol.
Memang setiap orang memiliki beragam tanggapan terkait peran parpol dalam memajukan bangsa ini, meski banyak juga yang menilai parpol lebih mengutamakan financial untuk seorang ketua partai di daerah demi membesarkan partai, dan menurut saya ada benarnya juga hanya saja rekruitmen kader parpol masih amburadul.
Saya tidak ingin menyebut partai apa saja namun bisa kita lihat dalam kehidupan keluarga, Suami-istri sekalipun memiliki perbedaan pandangan politik, sang suami masuk menjadi kader partai A, dan Istrinya menjadi kader partai B, sehingga disinilah awal dari amburadulnya rekruitmen kader di parpol, ungkap SAdAP.
Disisi lainnya, saya juga menyoroti ambisi politik kekuasaan keluarga, dimana persoalan tersebut perlu untuk di perhatikan oleh partai politik agar tidak adalagi kepala daerah yang ketika habis masa jabatannya melakukan manuver untuk mendorong istri atau anaknya maju sebagai calon kepala daerah padahal masih banyak figur yang lebih berpotensi mengemban amanah itu, menurut saya harus ada itikad baik dari partai politik untuk melakukan evaluasi terhadap hal tersebut.
Lanjut SAdAP, bukan berarti saya antipati dengan kepala daerah tersebut tidak masalah menurut saya jika ada kepala daerah yang mendorong anak atau istrinya untuk menggantikannya namun perlu juga dilihat sejauh mana keberhasilannya selama menjabat sebagai kepala daerah urai SAdAP.
Saya bahkan mengamati hampir di setiap moment politik selalu muncul istilah Isi Tas, yang menurut saya hal ini perlu di ubah agar mindset masyarakat kita tidak memanfaatkan moment tersebut untuk mendapatkan keuntungan finansial. Istilah-istilah seperti itu perlu dihilangkan, partai politik mempunyai peran strategis untuk menata kembali sistem politik yang ada di tengah masyarakat, agar kiranya masyarakat kita tidak memilih pemimpin yang hanya bisa mengandalkan materi tanpa melihat sepak terjang calon mereka.
Saya juga berharap agar kepemimpinan di daerah, baik gubernur, bupati, dan walikota bukanlah hasil dari politik sogok menyogok rakyat, sehari kita di sogok dengan uang, di 5 tahun kepemimpinan pasca terpilih belum tentu rakyat di perhatikan secara baik apalagi pengembalian dana kampanye cukup membebani sehingga pekerjaan dan proyek-proyek APBD di atur serta di prioritaskan untuk dikerja oleh Donaturnya semasa kampanye, hal ini penting di telaah dan perlu di ubah kedepannya, disini peran parpol sangat penting guna mengedukasi calon kepala daerah yang akan di usung, Tutup SAdAP.(*)