LEGION NEWS.COM – Internal Partai Golkar masih memanas. Apakah situasi ini dapat diredam oleh Ketua DPD I Golkar Sulsel, Taufan Pawe (TP).
Awal terjadinya konflik disebabkan dikeluarkannya Andi Ina Kartika Sari dari grup percakapan WhatsApp. Andi Ina merupakan Bendahara DPD I Partai Golkar Sulsel. Belum jelas alasan apa Juru Bicara Partai Golkar Zulham Arief, Mengeluarkan Ketua DPRD Sulsel itu dari WAG Partai Golkar Sulsel. Namun belakangan Zulham buru-buru membantah hal itu.
Bagaimana pandangan pengamat dengan memanasnya internal di Partai Golkar Sulsel.
Apakah ada pengaruh besar ke partai lainnya? Khususnya lawan berat Golkar, yakni NasDem. Yang saat ini sedang baik-baik saja. Tak ada kekacauan di dalamnya.
Pengamat politik dari Profetik Institute, Asratillah, menyebut konflik secara sosiologis, punya sisi positif sekaligus negatif.
Konflik atau polemik di internal Golkar saat ini bisa menguntungkan Golkar jika mampu mendinamisasi para gerbong untuk melakukan kerja-kerja politik.
Apalagi para gerbong yang berpolemik tetap berada di panggung Golkar, dan melegitimasi menuver politiknya sebagai kerja-kerja untuk Golkar.
Sedangkan dalam perspektif manajemen konflik, konflik di internal partai bisa menawarkan beberapa manfaat dan peluang.
Pertama, konflik membantu para fungsionaris Golkar untuk menilai celah dalam kinerja organisasi secara objektif. Kita ketahui segala bentuk organisasi termasuk parpol merupakan entitas yang tidak statis, senantiasa dinamis menyesuaikan diri dengan bentuk-bentuk tantangan yang baru.
Penyesuaian-penyesuaian ini biasanya tidak berjalan dengan mulus tetapi seringkali diikuti dengan riak-riak alias konflik, dan momen ini menjadi kesempatan baik bagi para elit Golkar untuk mencari cara menutupi celah kinerja yang dimaksud.
Kedua, konflik juga menjadi peluang untuk melibatkan kader yang sebelumnya jarang terlibat.
Ketiga, konflik menjadi ajang yang sangat baik bagi para elit atau fungsionaris Golkar yang saling berkonflik untuk saling memahami dan mengkomunikasikan kepentingannya satu sama lain.
Keempat, konflik merupakan momen yang bagus untuk membuka peluang bentuk-bentuk baru dalam berkolaborasi, terutama di antara pihak yang berkonflik.
Apalagi polemik yang berkembang akhir-akhir ini di Golkar adalah polemik yang hanya menjadi konsumsi elit Golkar, dan tidak memicu konflik antar pendukung di tingkat akar rumput. Apalagi isu benturan kepentingan antara TP, IAS dan NH selama ini, dianggap oleh sebagian besar pimpinan kecamatan ataupun pimpinan kelurahan Golkar sebagai dinamika wajar dalam sebuah parpol.
Selama para gerbong di Golkar yang berkonflik mampu mengkanalisasi manuvernya dalam rel-rel normatifitas organisasi yang disepakati, dan para elit juga mampu menahan diri dan tetap mengedepankan etika politik, saya pikir Golkar Sulsel di bawah kepemimpinan Taufan Pawe tetap solid dan mesin politiknya tetap bekerja secara optimal.
Apakah konflik tersebut menguntungkan partai lain atau tidak, ini belum bisa kita ukur secara pasti. Intinya kekuatan parpol saat ini, hanya bisa dilihat dari intens tidaknya mereka menyentuh konstituen di tingkat akar rumput. Karena masyarakat bawah biasanya relatif acuh terhadap polemik di tingkat elit.
Dan saya pikir tidak ada parpol yang tidak memiliki konflik, cuman ada yang terekspos ada yang tidak terekspos. (LN)