Profetik Institute: Antara NH, IAS dan TP, Plus Mines Tokoh Golkar di Pilgub Sulsel

Ilustrasi Bendera Partai Golkar
Ilustrasi Bendera Partai Golkar

LEGION NEWS.COM – Bukan partai Golkar namanya kalau tidak dipenuhi dinamika politik. Partai yang banyak melahirkan politisi kawakan baik di Sulawesi Selatan maupun di tingkatan politik nasional.

Seperti yang terjadi belakangan hari ini, partai berlambang pohon beringin penuh dengan dinamika. Dimulai dari even Halal  Bihalal dirangkaikan dengan pengukuhan kembalinya Ilham Arief Sirajuddin (IAS) ke partai Golkar dan belakangan ini Bendahara Partai Golkar Sulsel dikabarkan dikeluarkan dari grup percakapan Whatsapp DPD I Golkar Sulsel. Lalu dibantah habis oleh Juru bicara partai Golkar bahwa Andi Ina yang juga ketua DPRD Sulsel itu masih berada di dalam grup WAG Partai Golkar Sulsel.

Pengamat politik dari Profetik Institute, Asratillah. Saat ditemui Awak media punya penilaian terkait dengan dinamika di partai Golkar.

Bagaimana tanggapan Profetik Institute terkait dinamika di DPD I partai Golkar Sulsel, pasca bergabungnya mantan Wali Kota Makassar 2 periode Ilham Arief Sirajuddin, baik plus minus terhadapan Taufan Pawe jika ingin maju pilgub menggunakan partai golkar?

Advertisement

“Kedua figur ini, dalam hal ini Taufan Pawe dan IAS, saya pikir punya keunggulan dan titik lemahnya masing-masing,” Kata Asratillah. Rabu, (15/6)

Berikut percakapan awak media Legion News com dengan Direktur Profetik Institute.

Bagaimana plus minus IAS jika ingin maju pilgub jika nantinya mengendarai partai golkar?

Taufan Pawe saat ini memegang tampuk kepemimpinan tertinggi di Golkar Sulsel, artinya beliau punya wewenang penuh untuk mengatur dan mengendalikan mesin partai Golkar hingga ke tingkat bawah.

Yang mesti dipastikan oleh TP adalah efektivitas daya kendali terhadap mesin Golkar, pak TP mesti intens dalam membangun komunikasi politik yang efektif ke semua jenjang pimpinan Golkar.

Memang yang masih menjadi pekerjaan rumah bagi pak TP adalah persentase elektabilitasnya yang belum mencukupi untuk memenangkan pertarungan pilgub mendatang, namun pak TP masih punya waktu untuk melakukan kerja-kerja politik yang menyentuh langsung pemilih. Apalagi dalam kontestasi pilgub Sulsel, beliau bisa dikategorikan sebagai pendatang baru.

Citra pak TP sangat terbantu oleh pembangunan fasilitas publik yang baik di Kota Parepare. Apalagi dengan suksesnya Parepare menjadi tuan rumah bagi laga persahabatan PSM lampau hari, membuat pak TP sedikit banyaknya disukai oleh kalangan millenial dan pecinta bola di Sulsel. Sisa pak TP mesti mampu meyakinkan masyarakat Sulsel bahwa apa yang dia lakukan di Parepare, sangat bisa diwujudkan dalam skala Sulsel.

Kemudian untuk sosok pak IAS, beliau tentu punya modal elektoral sebelumnya. Dua periode menjabat sebagai walikota Makassar dan pernah maju sebagai cagub, membuat IAS punya pengalaman tanding yang panjang.

Tapi sebenarnya, persepsi bahwa pak IAS kekuatan elektoral yang sangat besar perlu kita validasi lebih lanjut, karena dampak kehadiran beliau saat mengawal Deng Ichal sebagai Cawali di Makassar tidak terlalu berpengaruh signifikan.

Kehadiran IAS di Golkar tentu akan menambah kekuatan elektoral Golkar. Cuman untuk menjadi cagub saya pikir sangat terburu-buru jika ada yang memastikan bahwa beliau akan mengendarai Golkar. Karena IAS pasti akan berhadapan dengan TP di internal Golkar.

Yang perlu dipikirkan juga oleh Golkar adalah persepsi publik terhadap komitmen Golkar yang akan mengusung cagub yang berintegritas, punya rekam jejak yang baik,  dan punya kontribusi nyata bagi masyarakat dan Golkar.

DPP pusat Golkar mesti mendayagunakan kedua kader potensialnya yakni TP dan IAS, fokus pada pilpres dan pileg terlebih dahulu. Soal pilgub dan pilkada mendatang, saya pikir DPP Golkar bisa memutuskan yang terbaik.

Bagaimana pengaruh Nurdin Halid di golkar, apakah bisa menunjang kerja IAS saat roadshow?

Pak NH mungkin bisa membantu IAS dalam hal legitimasi politik. Artinya pak IAS saat ini membutuhkan semacam legitimasi, bahwa dirinya melakukan roadshow sebagai kader golkar, sebagai fungsionaris golkar, bukan sekedar membawa nama pribadi.

Kedua, dalam hal jejaring politik, NH bisa saja menyambungkan jejaring politiknya di tingkat bawah dengan jejaring politik IAS, sehingga memperkuat posisi elektoral IAS.

Tapi kita belum mengetahui pasti bagaimana pola relasi sebenarnya antara NH dan IAS. Saya pikir keduanya bekerja sama selama keduanya saling memberikan keuntungan strategis masing-masing, dan kita juga tidak tahu sampai kapan ini bisa bertahan antara NH dan IAS. (LN)

Advertisement