Pengamat Ekonomi UNUSIA Sebut Petani Lebih Memilih Tengkulak Ketimbang Bulog

FOTO: Ilustrasi Beras Bulog (istimewa)
FOTO: Ilustrasi Beras Bulog (istimewa)

LEGIONNEWS.COM – Pengamat ekonomi dari Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (UNUSIA), Muhammad Aras Prabowo, menyampaikan kritik tajam terhadap Bulog yang dianggap tak mampu merambah pasar secara optimal.

Dilansir dari RmolBisnis.id Aras Prabowo menyebutkan akibat Bulog tak mampu merambah pasar, Para petani pun lebih memilih tengkulak.

“Bulog tak mampu merambah pasar, sehingga petani lebih memilih tengkulak,” tegas Aras dalam keterangannya itu pada Senin malam, 14 April 2025.

Aras Prabowo yang juga Pengurus Pusat Gerakan Pemuda Ansor ini menyoroti bahwa Bulog tidak hadir secara nyata dalam kehidupan petani.

Advertisement

Sebelum adanya intervensi dari Presiden Prabowo untuk menaikkan harga beli gabah, Bulog dinilai seperti menara gading yang jauh dari realitas pertanian.

“Sebelum ada instruksi Presiden agar Bulog membeli gabah petani Rp6.500 per kg, Bulog hanya seperti menara gading bagi petani. Tidak punya interaksi dengan petani,” ungkap Aras.

Interaksi Bulog lebih banyak terjadi dengan tengkulak, bukan dengan petani secara langsung, sehingga manfaat kebijakan tidak terasa optimal di akar rumput.

Situasi ini tercermin dari berbagai laporan di lapangan. Banyak petani masih memilih menjual gabah mereka ke tengkulak dengan harga lebih rendah, yakni sekitar Rp5.800 hingga Rp6.000 per kilogram.

Hal ini terjadi karena tengkulak lebih aktif turun ke sawah dan siap membeli gabah tanpa prosedur yang rumit.

Aras menilai fenomena ini sebagai kegagalan struktural yang harus segera direspons oleh Menteri BUMN. Ia menekankan perlunya “aktivasi Bulog” sebagai langkah strategis dan mendesak.

“Bulog harus diaktivasi oleh Menteri BUMN Erick Thohir. Jangan hanya jadi instrumen administratif yang menunggu perintah pusat. Bulog harus proaktif hadir di sawah, menyapa petani, dan membeli gabah langsung di tempat,” imbuhnya.

Menurut dia, aktivasi ini mencakup tiga aspek penting: proses bisnis yang langsung menyentuh petani, peningkatan kemampuan logistik dan keuangan, serta reformasi dalam pendekatan kelembagaan.

Ia menegaskan bahwa selama ini Bulog hanya memperkuat posisi tengkulak melalui relasi yang eksklusif dengan jaringan perantara. Hal ini bertentangan dengan semangat pemerintahan Prabowo-Gibran yang menempatkan kedaulatan pangan sebagai prioritas nasional.

“Sebelumnya Bulog hanya berinteraksi dengan tengkulak dan mensejahterakan tengkulak, bukan petani,” tegasnya lagi.

Ia menyatakan bahwa praktik ini harus diubah agar negara benar-benar berpihak pada petani.

Penting bagi pemerintah, khususnya Kementerian BUMN, untuk menindaklanjuti arahan Presiden dengan kebijakan operasional yang konkret dan terukur. Tidak cukup hanya mengumumkan harga beli gabah tanpa mekanisme penyerapan yang jelas dan merata di seluruh sentra produksi.

“Petani jangan hanya dijadikan sampel atas instruksi Presiden. Harus dipastikan semua gabah petani dibeli Rp6.500 per kg, bukan hanya sebagian di daerah tertentu,” imbuhnya lagi.

Lebih lanjut, Aras menyarankan agar pemerintah membentuk satuan tugas khusus pengawasan pelaksanaan kebijakan ini, terdiri dari unsur BUMN, Kementerian Pertanian, organisasi petani, dan lembaga pengawas independen. Tujuannya adalah untuk memastikan bahwa anggaran dan semangat kebijakan tidak bocor di tingkat implementasi.

Ketua Program Studi Akuntansi UNUSIA ini juga mengajak elemen masyarakat sipil dan organisasi pemuda untuk turut serta dalam mengawasi pelaksanaan kebijakan ini. (Sumber RMOL Bisnis)

Advertisement