Pakar Hukum Kepemiluan Sebut Caleg Terpilih Bisa Ikut Pilkada Bentuk Pembangkangan Terhadap Konstitusi

FOTO: Titi Anggraini, Dosen pakar hukum kepemiluan Universitas Indonesia (UI) [Dok Perludem]
FOTO: Titi Anggraini, Dosen pakar hukum kepemiluan Universitas Indonesia (UI) [Dok Perludem]

LEGIONNEWS.COM – MAKASSAR, Calon anggota legislatif (Caleg) hasil Pemilu 2024 dapat mengikuti pemilihan kepala daerah (Pilkada) tuai sorotan. Hal itu disikapi oleh Pakar hukum kepemiluan Universitas Indonesia (UI) Titi Anggraini.

Titi menilai pernyataan Ketua KPU RI Hasyim Asy’ari berkaitan status caleg terpilih jelang Pilkada 2024 menabrak konstitusi dan tertib hukum tata negara.

Sebelumnya, Ketua KPU Hasyim Asy’ari menyebut caleg terpilih yang mencalonkan diri pada Pilkada 2024 tak berkewajiban untuk melepas kursi dewan yang ia raih untuk periode 2024-2029.

Hasyim pun tak mempermasalahkan jika mereka dilantik menyusul setelah kalah dalam Pilkada 2024.

Advertisement

Dikatakan oleh Pakar hukum kepemiluan UI, Pelantikan susulan caleg terpilih yang maju Pilkada 2024 adalah perbuatan yang jelas-jelas merupakan pembangkangan atas Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 12/PUU-XXII/2024.

Pasalnya, berdasarkan pertimbangan putusan tersebut, KPU diminta mempersyaratkan caleg terpilih yang mencalonkan diri sebagai kepala daerah untuk membuat surat pernyataan, bahwa ia bersedia mundur “jika telah dilantik secara resmi” menjadi anggota dewan.

Akan tetapi, melalui pernyataan Hasyim, KPU malah membuka tafsir bahwa frasa “jika telah dilantik secara resmi” ini memungkinkan caleg terpilih tidak hadir pelantikan anggota dewan pada jadwal yang ditentukan, sehingga dirinya tak perlu mundur karena masih mencoba peruntungan di Pilkada 2024.

“Kalau sampai caleg terpilih Pemilu DPR dan DPD 2024 bisa dilantik menyusul karena alasan maju pilkada, maka hal itu inkonstitusional,” ujar Pakar hukum kepemiluan UI itu.

“Kenapa? Karena telah merusak prinsip kebersamaan kedudukan di dalam hukum dan pemerintahan sebagaimana dijamin dalam Pasal 27 Ayat (1) dan Pasal 28D Ayat (3) UUD 1945,” jelas Titi. Jumat (10/5/2024).

“Hal itu juga bisa melanggar hak warga negara atas pengakuan, jaminan, perlindungan,dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum sebagaimana ditentukan dalam Pasal 28D Ayat (1) dan Pasal 22E Ayat (1) UUD 1945,” lanjut Titi seperti dilansir dari Kompas.com Jumat.

Sebelumnya, Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Hasyim Asy’ari menyebut bahwa calon legislatif terpilih tak perlu mengundurkan diri jika maju sebagai calon kepala daerah pada Pilkada Serentak 2024.

“Yang wajib mundur adalah anggota (dewan). Anggota adalah calon terpilih yang sudah dilantik (pengucapan sumpah/janji),” kata Hasyim kepada media. Jumat (10/5/2024).

Sebab, berdasarkan pertimbangan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 12/PUU-XXII/2024, KPU diminta mempersyaratkan caleg terpilih yang mencalonkan diri sebagai kepala daerah untuk membuat surat pernyataan bahwa ia bersedia mundur jika telah dilantik secara resmi menjadi anggota dewan.

Adapun caleg DPR dan DPD RI terpilih hasil Pileg 2024 sedianya dilantik serentak pada 1 Oktober 2024, tepat pada akhir masa jabatan anggota DPR dan DPD RI periode sebelumnya. Akan tetapi, KPU membuka tafsir bahwa frasa “jika telah dilantik secara resmi” ini memungkinkan caleg terpilih tidak hadir pelantikan anggota dewan pada jadwal yang ditentukan, sehingga dirinya tak perlu mundur karena masih mencoba peruntungan di Pilkada 2024.

“Caleg dicalonkan oleh parpol. Calon kepala daerah dicalonkan oleh parpol. Bagaimana bila parpol mengajukan surat yang menginformasikan bahwa calon terpilih belum dapat hadir pelantikan (pengucapan sumpah janji)?” ujar Hasyim.

“Bila pada 1 Oktober 2024 belum dilantik, maka status (yang bersangkutan) masih sebagai calon terpilih (sehingga tak perlu mundur jika maju Pilkada 2024). Lha, kan, belum dilantik dan menjabat, lalu mundur dari jabatan apa,” kata dia.

Hasyim juga menilai bahwa Indonesia tidak mempunyai aturan tentang pelantikan anggota dewan secara serentak. “Tidak ada pula larangan dilantik belakangan (setelah kalah dalam pilkada),” ucap dia.

Sementara itu, pakar hukum pemilu Universitas Indonesia, Titi Anggraini menyinggung bahwa KPU sendiri telah mengatur pelantikan caleg DPR dan DPD RI terpilih hasil Pileg 2024 dilakukan pada 1 Oktober 2024, sesuai akhir masa jabatan anggota dewan periode sebelumnya.

Jadwal itu termuat di dalam Peraturan KPU Nomor 3 Tahun 2022 tentang Jadwal dan Tahapan Pemilu 2024. Sementara itu, pelantikan caleg DPRD dilangsungkan menyesuaikan akhir jabatan anggota dewan di masing-masing wilayah tersebut.

“Pelantikan susulan bagi yang maju pilkada adalah bentuk akal-akalan untuk memuluskan kepentingan segelintir orang dan jelas-jelas merupakan pembangkangan atas Putusan MK Nomor 12/PUU-XXII/2024,” kata Titi, Jumat.

“Jangan sampai pernyataan tersebut merupakan pesanan dari caleg terpilih DPR dan DPD yang maju pilkada 2024 tapi tetap mau mengamankan kursi DPR dan DPD apabila kalah pilkada. Artinya kita telah memanipulasi dan merekayasa hukum untuk kepentingan pribadi segelintir orang,” kata dia.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPD, DPR, dan DPRD (MD3), pelantikan/pengucapan sumpah/janji anggota dewan dilakukan secara bersama-sama.

Namun demikian, UU MD3 juga membuka opsi bahwa anggota dewan yang berhalangan hadir pelantikan secara bersama-sama, mengucapkan janji/sumpah secara terpisah. (**)

Advertisement