OPINI: Masa Pandemi, Politik Elektoral dan Hak Konstitusi Warga

oleh: Hayatul Mughiroh (KPU Kabupaten Merangin, Jambi)

Pasca terbitnya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2020 yang menjadi dasar hukum atas penundaan Pemilihan 2020 adalah akibat diputuskannya pandemi Covid-19 di Indonesia. Saat itu, salah satu tahapan yang sedang berlangsung adalah sosialisasi pemilihan.  Sosialisasi dilakukan sebagai bagian dari upaya meningkatkan partisipasi pemilih sekaligus pencapaian target partisipasi sesuai dengan kebijakan KPU RI  sebesar 77,5 persen.

Sebanyak 270 daerah akan menyelenggarakan Pemilihan 2020. Tahapan pemilihan sudah dimulai dan Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD) ditandatangani di akhir tahun 2019. Selain sosialisasi, tahapan lain yang sedang berjalan adalah pemutakhiran data pemilih. Setelah disibukkan dengan pemenuhan syarat dukungan calon perseorangan, KPU provinsi dan KPU kabupaten/kota mulai mempersiapkan diri untuk melakukan pendataan pemilih. Maret 2020, sejumlah daerah sudah menerima sinkronisasi Daftar Pemilih Tetap (DPT) dan Daftar Penduduk Potensial Pemilih Pemilihan (DP4) dari KPU RI untuk dicermati. Tetapi, sampai di sini tahapan berikutnya ditunda.

Penundaan tahapan yang disebabkan pandemi ini dituangkan dalam Keputusan KPU RI nomor 179 tahun 2020. Tahapan itu adalah pelantikan PPS, Verifikasi syarat dukungan calon perseorangan, pembentukan Petugas Pemutakhiran Data Pemilih (PPDP), dan pemutakhiran dan penyusunan daftar pemilih. Namun demikian, penundaan ini akan dicabut dan akan aktif kembali mulai 15 Juni 2020 untuk melanjutkan tahapan, jika pemungutan suara digelar 9 Desember mendatang.

Advertisement

Penentuan pemilihan yang direncanakan tanggal 9 Desember 2020 itu berdasarkan Rapat Dengar Pendapat (RDP) sejumlah pihak terkait. Seperti Menteri Dalam Negeri, KPU RI, Bawaslu RI, Komisi II DPR RI. PKPU No 2 tahun 2020 tentang perubahan kedua atas peraturan KPU No 15 tahun 2019 tentang tahapan, program dan jadwal penyelenggaraan Pemilihan 2020 telah terbit. Selanjutnya, awal Juni, KPU akan membahas dan melakukan pencermatan sebelum dilakukan uji publik terhadap rancangan Peraturan KPU tentang pemilihan dalam kondisi bencana nonalam.

Jika tahapan lanjutan pemilihan dibuka, maka empat tahapan yang tertunda sebelumnya akan menjadi bagian awal tahapan yang dilaksanakan. Dan menariknya, masih dalam suasana pandemi, empat tahapan yang akan dilaksanakan membutuhkan kontak langsung antara petugas KPU dengan warga (pemilih). Tetapi, KPU tidak akan tinggal diam dalam hal ini. Kemungkinan besar setelah PKPU tentang pemilihan dalam kondisi bencana nonalam disahkan, maka akan terbit PKPU lain yang mengatur tahapan berikutnya dengan mempertimbangkan kondisi saat ini.

Sebagai warga negara Indonesia, selain menunggu edaran resmi dari KPU, terkait pencabutan penundaan tahapan pemilihan dan juga PKPU tahapan lainnya, lebih bijak jika kita juga mempersiapkan diri dalam rangka menyambut pelaksanaan pemilihan serentak di negara ini.

Ada yang bisa kita lakukan meskipun bukan sebagai penyelanggara pemilu. Setiap warga negara yang telah memenuhi syarat untuk memilih, memiliki hak pilih pada saat pemungutan suara nanti. Tentu  kita tidak ingin hak pilih kita disalahgunakan orang lain dalam kecurangan pemilihan. Selain itu, menjaga agar hak pilih kita masih bisa digunakan dalam pilkada nanti adalah penting. Artinya apa? Kondisi saat ini beda dengan kondisi sebelumnya. Pandemi telah membatasi aktivitas harian kita. Mau tidak mau, kita harus mengikuti protokol kesehatan sebagai upaya memutus mata rantai penyebaran Covid-19.

Gugus tugas menyatakan bahwa ada 102 daerah zona hijau (bebas covid 19), hingga 30 Mei 2020. Tetapi diharapkan 102 daerah yang belum terdapak covid ini tetap mengikuti prosedur keamanan yang telah ditetapkan. Baik yang berada di 102 daerah yang dimaksud atau terlebih yang zona kuning dan merah, tugas yang kita adalah bagaimana kita terus berupaya untuk menjaga keluarga agar terhindar dari serangan virus ini. Lebih lebih pemerintah pusat dan daerah  memiliki kewajiban menjaga warganya. Lebih khusus lagi,  para pemerintah daerah yang akan menggelar pilkada serentak, tak terkecuali para bakal calon kontestan. Mengapa? Karena satu suara akan sangat berharga pada perhelatan nanti.

Maka dari itu, menjaga warga untuk bersama-sama memutus rantai penyebaran Covid-19 merupakan keniscayaan.
Mengapa kita harus bersama sama menjaga diri? Jika kita menghitung DPT Pemilu 2019 alangkah berharganya untuk keberlangsungan demokrasi ini. Selain kepentingan sosial, ekonomi dan masih banyak lagi, politik elektoral juga membutuhkan hak konstitusi warga.

Politik elektoral dan hak konstitusi sangatlah berkaitan. Kita ambil contoh DPT Pemilu 2019 dari sembilan Provinsi yang akan menggelar pemilihan serentak adalah DPT Sumatera Barat 3.718.003; Jambi 2.410.660; Bengkulu 1.382.760; Kepri 1.186.208; Kalimantan Tengah 1.766.136; Kalimantan Selatan 2.869.166; Kalimantan Utara 429.336; Sulawesi Utara 1.907.841; Sulawesi Tengah 1.901.556.

Meskipun kita belum tahu DPT tersebut akan bertambah atau berkurang(Penambahan terjadi karena adanya pemilih baru yang memenuhi syarat dan pengurangan terjadi dikarena meninggal, pindah domisili dan menjadi TNI/Polri), kita harus menjaga hak pilih jutaan orang. Dan jumlah tersebut belum termasuk DPT di 224 Kabupaten dan 37 Kota.

Ironis jika kita mellihat jutaan pemilih pada pemilihan serentak nanti berkurangnya dikarenakan imbas dari Covid-19. Selagi masih punya waktu dan kesempatan, sebagai warga negara marilah kita bersama sama tetap mengikuti prosedur protokol kesehatan dan terus mengeduksi warga lainnya. Berfikir positif, terus berikhtiar dan optimis bahwa kita akan mampu melalui masa pandemi ini. Dengan begitu, maka sebenarnya kita sedang terus berikhtiar memutus mata rantai penyebaran Covid-19 dan ikut melindungi diri, hak pilih serta hak konstitusi warga pada masa pandemi ini. (*) 

Advertisement