Penulis: Ittong Sule (Ketua Umum PB IPMIL-Raya 2018-2020)
“Potensi kerusakan akibat desas-desus teori konspirasi dan informasi keliru bisa sama berbahayanya dengan virus itu sendiri”.
Mewabahnya konspirasi dalam masa pandemi ini bagai jamur yang bermunculan di Musim hujan. Penyebarannya seakan tertrasmisi mengikuti penyebaran Virus covid-19. Kejenuhan menghadapi pandemi membuat seseorang mulai mencari sebuah jawaban untuk mempertahankan psikologi mereka yang mulai runtuh. Akhir-akhir ini nama seorang tehnokrat (Bill gates), Jaringan Nirkabel 5G, Senjata biologi, hingga Illuminati dihubungkan dengan Covid-19. Konspirasi menjadi barang yang laris manis dari krisis psikologi manusia menghadapi pandemi. Lalu apa Teori Konspirasi itu ?, Mengapa banyak yang mengonsumsi teori tersebut ?, Sudah tepatkah jika seseorang mempercayai teori konspirasi ?
Dalam KBBI dijelaskan bahwa Kon-spi-ra-si adalah Komplotan atau Persekongkolan. Konspirasi adalah sekelompok orang dalam merencanakan sebuah kejahatan yang dilakukan dengan rapi dan sangat dirahasiakan. Menurut kamus Oxford dikatakan Conspiracy is a secret plan by a grup to do something unlowful or harmful. Pelakunya disebut konspirator. Teori ini sudah lama muncul namun akhir-akhir ini menjadi booming. Salah satu Teori Konspirasi yang terkenal semisal “Teori Konspirasi Bumi Datar”. Diawal kemunculannya berjuta-juta orang menonton penjelasan terkait teori itu melaui Youtube, pertanyaannya jika saat itu anda adalah salah seorang yang mempercayai teori tersebut apakah anda masih mempercayainya saat ini ? Jika anda sudah tidak mempercayai Teori tersebut sekarang maka hal serupa pula pada berbagai teori konspirasi yang muncul terhadap covid-19 saat ini, dimana nanti anda tidak akan memercayai teori konspirasi terhadap covid-19 tersebut.
Mengapa banyak yang terpapar teori konspirasi dimasa pandemi ini ?. Kehadiran Covid-19 sebagai virus yang memiliki mutasi gen baru membuatnya memiliki sedikit informasi, sedangkan manusia memerlukan jawaban atas kepanikan yang mereka alami pasca ditetapkannya covid-19 sebagai pandemi oleh WHO. Berbagai reaksi dari ilmuan segera mekukan serangkaian penelitian, sayangnya laju keberhasilan penelitian tersebuat tidak mampu memenuhi permintaan informasi ilmiah terkait covid-19 akibatnya terjadi diskomunikasi. Keadaan ini membuka peluang para konspirator membuat teori konspirasinya dengan justifikasi dan spekulasi. Akibatnya orang-orang yang tidak memiliki kemampuan kritis, rasional, dan tingkat kognitif atau tingkat berfikir analitik yang rendah menjadi konsumen teori konspirasi untuk menjadikannya sebagai jawaban atas kepanikan dan rasa pensarannya yang meluap-luap. Hal ini selaras dengan penelitian bahwa kecendrungan seseorang beralih dari Sains ke Teori konspirasi ketika seseorang cemas (Grzesiak-Feldman, 2013) dan merasa tidak berdaya (Abalakina – Paap Stephen, Craig, & Gregory, 1999).
Dalam keadaan yang tidak pasti dan penuh kepanikan ini seharusnya manusia mengedepankan Nalar mereka untuk tetap berpegang teguh pada rasionalitas dan tidak menjadikan teori konspirasi sebagai pembenaran. Hari ini ada banyak pihak yang beropini bahwa Covid-19 tidak berbahaya, lantas siapa yang dapat membantah penjelasan ilmiah yang mengatakan bahwa Covid-19 memiliki Fatality rate 3 % dan hari ini berdasarkan data WHO (June, 01, 2020, 02:22 GMT) ada 373.899 orang telah meninggal dunia, 6.263.901 orang telah terinfeksi. Paparan teori konspirasi mengurangi kepercayaan pada institusi pemerintah, bahkan jika teori itu tidak berhubungan dengan institusi tersebut (Eistein & Glick, 2015). Berbagai negara kini berlomba-lomba menemukan vaksin, dan di Indonesia sendiri Eikjman dan Biofarma memimpin di garda depan. Sementara Provinsi dan Daerah harusnya mampu berkonsentrasi untuk memutus mata rantai melalui kebijakan dengan pendekatan ilmu epidemiologi serta pertimbangan sosial ekonomi yang efisien. Kita sebagai masyarakat marilah menjaga Nalar kritis kita agar tetap berfikir rasiaonal berdasarkan ilmu pengetahuan sehinnga tidak terpapar oleh teori konspirasi.
Tomoni, 01 Juni 2020
Ittong Sulle