MAKASSAR||Legion-news.com Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan (Pemprov Sulsel) didesak agar segera menyelesaikan persoalan lahan proyek pembangunan bendungan dan irigasi di Kecamatan Lappariaja, Kabupaten Bone. Di mana proyek tersebut kabarnya berada di atas lahan warga dan belum ada ganti rugi.
Proyek pembangunan bendungan dengan anggaran sekitar Rp61 miliar itu dibangun di tengah hutan, di atas gunung, dan tanpa persawahan. Informasi yang dihimpun, proyek tersebut tidak sesuai proposal warga.
Di mana dalam proposal warga, lokasi bendungan yang awalnya dibangun di Lalengrie Desa Ujung Lamuru, namun bergeser sekitar 500 meter ke Uloe. Kabarnya, di Lalengrie pembangunan proyek tersebut lengkap dengan detail konstruksi, backstage, rancang bangunan.
Awal pembangunan proyek ini merupakan usul warga, mereka siap untuk tidak mendapatkan kompensasi ganti rugi jika bendungan di bangun di Lalingrie. Kendati, jika di Lalengrie, proyek ini dapat dinikmati secara bersama oleh warga di Kecamatan Lappariaja hingga warga Kecamatan Lamuru. Namun seiring waktu, proyek ini kabarnya dipindahkan tanpa adanya komunikasi dengan warga.
Ketua Komisi D DPRD Sulsel, Rahman Pina turut menyayangkan pembangunan proyek dengan anggaran puluhan miliar tersebut, karena sudah berjalan namun polemik masih terjadi. Maka dari itu, dia berharap kepada Pemprov Sulsel agar segera menyelesaikan ganti rugi terhadap lahan warga.
“Kita tentu menyayangkan Kegiatan sebesar ini sudah jalan, tapi ternyata urusan lahan itu belum jelas. Tadi kita rapat dengar pendapat, kita minta informasi dan masukan dari seluruh pihak terkait.
Informasi yang kita dapatkan akan kita rapat kerja dengan eksekutif (Pemprov Sulsel) bagaimana cara penyelesaiannya. Saya kira dalam waktu dekat ini, ” kata legislator Golkar itu, Selasa (4/5/2021).
Berdasarkan rapat dengar pendapat bersama Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUTR) Sulsel, Perencana Proyek Bendung Lalengrie, PPTK Proyek Bendung Lalengrie, Dirut PT Bumi Indolim Perkasa (kontraktor), Dirut PT Andyna Putri Pratama (kontraktor), dikatakan Rahman Pina, bahwa progres proyek miliaran itu telah mencapai 80 persen.
Hanya saja, Rahman Pina mengaku tidak begitu yakin bahwa proyek puluhan miliar itu progresnya telah 80 persen. Pasalnya, lanjut dia, ketika Tim Panitia Khusus (Pansus) DPRD Sulsel tentang Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPj) Gubernur Tahun Anggaran 2020 ke bendungan Lalengrie beberapa waktu lalu, menemukan sejumlah kesemrawutan.
Antaranya pekerjaan fisik saluran air bendungan belum selesai serta ganti rugi lahan belum dilaksanakan. Padahal tenggat waktu penyelesaian proyek itu akan berakhir pada bulan Mei 2021.
“Tadi dari informasi sudah 80 persen. Tapi waktu minggu lalu saya dengan teman – teman tim Pansus LKPj ke sana, saya tidak yakin bahwa itu sudah 80 persen. Mana mungkin 80 persen sementara kegiatan – kegiatan fisik saja, saluran airnya itu belum selesai, ” sebutnya, sorot.
Senada juga disampaikan wakil ketua Komisi D, Hengky Yasin. Dia berharap, pemerintah provinsi segera memberikan solusi kepada warga atas pembangunan bendungan di tengah hutan itu.
” Di kunjungan kita yang lalu, dihujani protes warga. Salah satunya anggap proyek ini tidak pada perencanaan awal, dipindahkan begitu saja. Dan menurut masyarakat itu tidak efektif, ” kata Hengky Yasin di gedung tower DPRD Sulsel.
“Ini salah satu jadi pertanyaan, apakah masyarakat sudah terima bahwa lokasi proyek berpindah? Ini perlu dikasih solusi, harus ada solusi kepada masyarakat, administrasi dan kelayakan proyek ini, “ujarnya.
Legislator dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini turut meragukan pembangunan bendungan tersebut akan rampung, pasca mereka melakukan peninjauan lokasi pekan lalu.
“Kami lihat lokasi, kami sedikit ragu, kita susuri jalanan, apa bisa bertahan lama tanggul itu.
Apa sudah dihitung baik-baik, ” sorotnya tegas saat rapat bersama Dinas PUTR Sulsel, Perencana Proyek Bendung Lalengrie, PPTK Proyek Bendung Lalengrie, Dirut PT Bumi Indolim Perkasa (kontraktor), Dirut PT Andyna Putri Pratama (kontraktor).
Diketahui, proyek tersebut mendapat dua kali kucuran alokasi anggaran yang mencapai Rp 61 miliar. Awalnya melalui perencanaan dengan anggaran senilai Rp 21 Miliar yang dimasukkan dalam di APBD 2020. Kemudian bertambah Rp40 miliar di tahun 2021.