LEGION NEWS.COM – Terdakwa kasus korupsi pengelolaan dana PT Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Asabri) dianggap sarat kepentingan unsur politik. Hal itu disampaikan oleh Direktur Riset Setara Institute, Halili Hasan.
Halili Hasan yang mengatakan bahwa, dalam pidana mati, tidak selalu murni berdasarkan atas pertimbangan hukum.
Tuntutan hukuman mati terhadap terdakwa Heru Hidayat selaku Presiden Direktur PT Trada Alam Minerba dalam kasus dugaan korupsi pengelolaan dana PT Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia dianggap sarat kepentingan unsur politik.
“Saya membaca selalu ada politik di balik penuntutan hukuman mati, jadi tidak murni selalu atas dasar pertimbangan hukum,” ujar Halili kepada wartawan, Minggu (12/12).
Halili menilai, tuntutan pidana terhadap Heru Hidayat disebut ada upaya dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Agung (Kejagung) untuk mendapatkan sentimen positif dari publik di tengah Jaksa Agung diterpa isu memiliki dua istri.
“Untuk penuntutan hukuman mati atas Heru Hidayat di kasus Asabri, ini seperti ada motif untuk meraih sentimen positif publik, di tengah sentimen negatif terhadap Jaksa Agung karena dugaan Jaksa Agung memiliki dua istri,” kata Halili.
Setara Institute mengaku tidak sepakat dengan pidana hukuman mati dalam kasus apapun, termasuk kasus korupsi. Lantaran, pidana hukuman mati tidak akan menurunkan angka atau indeks korupsi di Indonesia.
“Dalam pandangan Setara, hukuman mati bukan lah pendekatan penegakan hukum yang tepat dalam pemidanaan kasus apapun, termasuk kasus korupsi. Pemiskinan merupakan hukuman yang tepat. Koruptor itu tidak takut mati, mereka takut miskin, makanya para pelaku itu melakukan korupsi,” pungkas Halili.(RMOL)