Penulis: Dr.dr. Ampera Matippanna,Sked.
EDUKASI||Legion News – Ampera Matippanna bergelar Doktor hukum, Alumni program pascasarjana dari Universitas Muslim Indonesia ini, Mencoba mengaris makna hakikat hukum dalam negara kesatuan republik indonesia.
Ampera sapaan akrab salah satu, Dokter fungsional Pada Badan Pengembangan SDM Pemerintah Propinsi Sulawesi Selatan.
Ketika kita berbicara tentang hukum sebagai panglima, maka sesungguhnya yang dimaksud adalah sebuah upaya penegakan hukum dalam penyelesaian permasalahan-permasalahan yang terkait dengan adanya peristiwa atau perbuatan yang bertentangan atau melanggar hukum baik secara administratif, perdata ataupun pidana yang dilakukan oleh seseorang (persoon) atau badan hukum (recht persoon).
Persoalan-persoalan hukum tersebut seyogyanya dilakukan melalui pendekatan hukum sebagai bagian dari penegakan hukum (Law enforcement) itu sendiri agar dapat memberikan kepastian hukum, rasa keadilan dan kemanfaatan hukum bagi para pihak yang tersandung dengan kasus hukum.
Dalam hal ini, maka yang menjadi dasar penyelesaian perkara adalah pertimbangan hukum, bukan atas dasar pertimbangan politik atau kekuasaan.
Tentunya bukanlah perkara yang mudah untuk menjadikan hukum sebagai panglima, karena intervensi politik dan kekuasan selalu membayangi para penegak hukum dalam pelaksanaan tugas-tugas hukum yang diembannya.
Bahkan tidak dapat dipungkiri bahwa kedudukan dan jabatan para penegak hukum tersebut sebagaian dari hasil deal-deal politik dan kekuasan.
Meskipun demikian, ketika kita berbicara bahwa negara berdasarkan atas hukum, maka hukum harus benar-benar hadir dan menjadi panglima dalam setiap perkara-perkara hukum.
Dalam hal menjadikan hukum sebagai panglima, maka yang menjadi kunci utama dalam penegakan hukum adalah integritas dari para penegak hukum. Semakin tinggi integritas dari para penegak hukum maka semakin baik pula penegakan hukum tersebut demikian sebaliknya semakin rendah integritas penegak hukum maka semakin bobrok pula penegakan hukumnya.
Hans Kielsen dalam Teori Hukum Murni ( Reine Rehctslehre) menjelaskan bahwa hukum haruslah terbebas dari anasir-anasir hukum yang dapat melemahkannya yaitu antara lain, politik, ekonomi, sosial budaya dan termasuk nilai-nilai etis lainnya.
Hukum ya hukum tanpa intervensi apapun. Hanya dengan jalan inilah maka hukum dapat bertindak sebagai panglima. Namun menjadi pertanyaan adalah mungkinkah hukum benar-benar bisa menjadi panglima? Sebagian orang berpendapat bahwa adalah hal yang muatahil terjadi.
Mereka berpendapat bahwa boleh saja menjadikan hukum sebagai panglima, tetapi politiklah yang menjadi rajanya, dimana panglima harus tunduk teehadap perintah raja karena rajalah yang memilih dan melantik panglima.
Hal ini tentunya akan menjadi buah simala kama dalam penegakan hukum.
Meskipun upaya menjadikan hukum sebagai panglima sebagai sebuah cita-tiba (Sollen categorie) belum optimal, tentunya kita tidak boleh pasrah dan bermasa bodoh karena jika dibandingkan dengan penegakan hukum masa lampau dengan penegakan hukum masa kini sungguh telah terjadi banyak perubahan besar meskipun belum sepenuhnya memberikan kepuasan bagi masyarakat luas.
Tentunya dibutuhkan kerja keras dan itikad baik dari pemerintah (eksekutif ), lembaga politik (legislatif) dan lembaga hukum ( yudijatif ) serta dukungan dan partisipasi masyarakat dalam pembangunan sistem hukum nasional kita khususnya dalam upaya penegakan hukum dan menjadikan hukum sebagai Panglima. Sabtu,(17/10/2020).