LEGION NEWS.COM – Sekretaris Dewan Pertimbangan PSI Raja Juli Antoni berbicara jumlah paslon (pasangan calon) ideal di Pilpres 2024. Dia menyarankan Pilpres 2024 diikuti 3 pasang capres-cawapres demi menghindari polarisasi.
Alasan pertama perlunya 3 pasang capres-cawapres, menurut PSI, adalah agar pesta demokrasi lebih meriah. Masyarakat, kata dia, juga punya banyak pilihan.
“Pilpres 2024 idealnya diikuti minimal 3 pasang capres-cawapres karena beberapa alasan, pertama, dengan 3 pasang kandidat membuat ‘pesta demokrasi’ lebih meriah, rakyat punya alternatif pilihan lebih banyak. Semakin banyak kandidat semakin besar ruang kontestasi ide dan gagasan. Tentu positif bagi rakyat,” kata Raja Juli kepada wartawan, Selasa (10/5/2022).
Raja Juli juga menyebut, dengan 3 kandidat capres-cawapres, polarisasi di masyarakat dapat dihindari. Dia mengambil contoh polarisasi hitam-putih yang terjadi di masyarakat karena 2 kandidat capres-cawapres di 2019.
“Dengan 3 pasang kandidat, polarisasi yang terjadi pada Pemilu 2019 yang implikasi masih terasa saat ini lebih bisa diantisipasi dan dimitigasi. Polarisasi ‘head to head’ yang membelah secara hitam putih lebih bisa diantisipasi. Relatif akan terjadi relaksasi politik,” ucapnya.
Meski, menurutnya, ‘berisik’ pada masyarakat demokratis biasa saja. Tapi dia berharap ‘berisik’-nya masyarakat gegara berdebat soal kebijakan bukan identitas.
“Misalkan polarisasi pilihan kebijakan sedalam dan sejauh mana intervensi negara terhadap kehidupan sosial dan ekonomi. Pajak tinggi vs pajak rendah beserta turunnya pada postur anggaran negara. Pro-choice vs pro-life dan sebagainya. Sayangnya, keberisikan kita pada pemilu lalu bukan pada policy, tapi identity. Capres didukung ‘partai Allah’ vs capres didukung ‘partai setan’ dan isu-isu murahan semacam itu. Celakanya, isu inilah yang dimakan di akar rumput,” jelasnya.
Meski begitu, dia tidak menampik akan risiko biaya besar jika Pilpres 2024 diikuti 3 kandidat. Akan tetapi, dia menilai itu lebih baik daripada mengeluarkan biaya besar untuk mengatasi perpecahan.
“Ada konsekuensi biaya. Tapi, saya kira rupiah yang dikeluarkan untuk ronde kedua wajar dibayarkan ketimbang membayar biaya perpecahan dan keretakan sosial di akar rumput akibat pembelahan politik. Biayanya untuk jangka panjang jauh lebih mahal,” ujarnya.
“Saya tidak punya angka detailnya. Harus dicek ulang. Saya hanya ingin gambarkan, dua pasang kandidatpun punya konsekuensi dana pengamanan yang besar. Apalagi biaya sosialnya, jauh lebih tinggi ketimbang ongkos demokrasi putaran kedua pemilu itu,” sambungnya. (Sumber: detik)