MAKASSAR – Instite SERUM kembali melaksanakan agenda dialog kebangsaan yang kali ini mengambil tema “implementasi wawasan kebangsaan dan nilai kearifan lokal dalam mereduksi doktrin radikalisme” yang diselenggarakan di salah satu warkop di Jl Alauddin Makassar, Kamis (1/9/2022).
Hadir pembicara dialog kebangsaan, tokoh agama, Usman Sofyan (Sekretaris NU Makassar), Saffian (BKLDK Sulselbar), Muhammad Harsan (Ketua Gema Pembebasan Makassar), Muhammad Asriady (Ketua Keagamaan HMPI Sulsel), dan Suaib (FKPT Sulsel) serta audiens dari mahasiswa dan berbagai organisasi kepemudaan.
Secara KBBI radikalisme adalah paham atau aliran dengan jalan kekerasan. Melalui semangat kebangsaan, keterikatan dengan penuh tanggung jawab untuk setia dan menumbuhkan kesadaran diri sebagai bangsa Indonesia.
Tanpa adanya komitmen kebangsaan dari warga yang konsisten, maka negara tidak dapat berdiri tegak dan mencapai cita-cita serta harapan rakyatnya. Menurut, pembicara Usman Sofyan, perbedaan adalah sunnatullah, yang harus menjadi semangat kerukunan antar beragama.
“Jadi radikalisme bukan pada ketauhidan. Tetapi syariah, atau pengamalan kita dalam konteks keberagaman. Janganlah, kita merasa benar sendiri, sehingga yang berbeda dengan kita dinggap lawan, hal ini tentu sangat bertentangan dengan amalan kita,” kata pembicara.
Lebih lanjut, Pemerintah melakukan penguatan moderasi beragama. Hal ini penting dilakukan didasarkan fakta bahwa Indonesia adalah bangsa yang sangat majemuk dengan berbagai macam suku, bahasa, budaya dan agama.
Indonesia juga merupakan negara yang agamis walaupun bukan negara berdasarkan agama tertentu. Hal ini bisa dirasakan dan dilihat sendiri dengan fakta bahwa hampir tidak ada aktivitas keseharian kehidupan bangsa Indonesia yang lepas dari nilai-nilai agama.
“Di sinilah diperlukan moderasi beragama sebagai upaya untuk senantiasa menjaga agar beragam apapun tafsir dan pemahaman terhadap agama tetap terjaga sesuai koridor sehingga tidak memunculkan cara beragama yang ekstrem,” bebernya.
Kemenag telah memiliki 4 konsep keberagaman, yakni NKRI adalah final, pancasila final, cinta tanah air dengan iman. Sementara hari ini, ungkapnya masih ada yang menggugat pancasila, yang dengan asumsi tidak lagi sesuai jaman, dengan tidak mampu mensejahterakan.
“Padahal bukan konsep yang salah, tapi cara memandang kebangsaan, melalui aplikasinya yang salah. Semangat keberagaman jauh melampaui akal sehat sehingga terkadang kebablasan dalam aplikasikan. Apa dimaksud konsep toleransi dan saling menghormati, itulah yang menjadi kekuatan keberagaman,” jelasnya membakar semangat.
“Dalam konteks kearifan lokal melalui budaya sipakatau, sipakainge dan sipakalebbi diartikan sebagai sikap saling menghormati atau menghargai, saling menasehati atau mengingatkan, dan saling memuliakan,” kata dia.
Sementara, pembicara Muhammad Asriady mengawali pemaparan bahwa radikalisme itu tidak salah. Tetapi pemahaman yang diterima boleh jadi salah dan sesat. “Bukan pahamnya, tapi caranya. Seharusnya kekerasan dalam tanda kutip disini, dengan konteks bagaimana hal positif. Melalui perubahan yang lebih baik dalam ajaran keislaman,” kata dia.
Dia menambahkan, contoh konteks kemahasiswaan. Yang merupakan agen perubahan. Tentunya melalui kajian, dan konsep dari teori. “Semangat kemahasiswaan dengan agen perubahan, cara pandang berfikir, memecahkan masalah melalui analisis kajian yang akademis. Tidak salah, Anda (mahasiswa) berproses. Melalui tahapan yang terstruktur, yah contoh kecil menyelesaikan perkulihaan dengan baik,” tambahnya.
Ada beberapa ciri-ciri pemahaman yang radikal, baik radikal agama, ideologi dan sejenisnya. Pertama tidak toleran terhadap pandangan orang lain, termasuk pandangan ajaran agama yang tidak sepandangan dengan mereka.
Sekertaris FKPT Sulsel mengatakan bahwa Radikalisme dimulai bukan kapan dia merakit bom, namun kapan ia membenci kelompok tertentu, sebab kebencian itulah yg menjadi cikal bakal sikap Intoleran yang mengarah kepada tindakan terorisme, dengan kerifan lokal dalam budaya Makassar yang harus dipegang teguh ialah Siapakatu, sipakainge dan siapakalebbi.
Ketua BKLDK Sulselbar Saffian dan Ketua Gema Pembebasan Kota Makassar Muhammad Harsan juga tidak sepakat dengan aksi radikalisme yang merusak ummat, ini kita lawan bersama , sebagai aktivis keduanya bersepakat juga untuk tidak menjadikan ummat islam sebagai sasaran opini radikalisme karna itu dapat melemahkan gerakan dan ormas islam.
Diakhir dialog, pada sesi closing statement menjelaskan bahwa, paham radikal tidak bisa dikaitkan pada agama tertentu. Ditambahkan, pada dasarnya semua agama mengajarkan kebaikan dan kedamaian hidup manusia. (**)