Menyerang Pribadi Paslon Lain, Sosiolog Unhas: Sikap Danny Tidak Etis di Debat Kedua

MAKASSAR||Legion News – Kalangan akademisi menilai penampilan Danny Pomanto emosional dan egois dalam debat kedua pasangan calon walikota dan wakil kota Makassar, Selasa malam di Jakarta.

Foto: Logo Ombudsman, DP: ‘Ombudsman Lembaga Tukang Stempel’

Empat pasangan kandidat Pemilihan Wali Kota (Pilwalkot) Makassar kembali mengikuti Debat Publik Jilid II, yang disiarkan secara langsung oleh salah satu stasiun televisi nasional, Selasa malam (24/11/2020).

Mengangkat tema reformasi birokrasi, pelayanan publik, penataan kawasan perkotaan dan ekonomi, debat kedua ini berlangsung lebih dinamis dibanding debat perdana. Seluruh kandidat juga sangat aktif dan semangat memaparkan visi misinya untuk pembangunan Makassar ke depan.

Aksi saling serang antar kandidat semakin menambah keseruan jalannya debat. Kandidat petahana tak pelak menjadi bulan-bulanan serangan rivalnya.

Advertisement

Hal tersebut disampaikan Dr Sawedi Muhammad, Sosiolog Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar, saat ditemui sesaat usai debat. Ia menilai ada beberapa kandidat yang menunjukkan keegoisan dan seolah-olah menganggap dirinya sudah sangat berhasil mengcover seluruh isu yang kompleks di Makassar, yaitu kandidat nomor urut 1 Danny Pomanto.

“Saya menilai Danny juga sangat emosional bahkan sempat kena semprit dari moderator karena telah menyerang pribadi paslon lain. Kandidat ini bukan hanya egois tapi juga emosional dalam debat kali ini,” ujar Sawedi dalam pengamatannya.

Sementara Appi, kata dia, menunjukkan kedewasaannya. Meskipun diserang secara pribadi, Appi tetap konsisten memaparkan visi misinya.

“Pak Danny juga hampir jadi bulan-bulanan oleh paslon lain yang memberikan bantahan fakta faktual atas klaim keberhasilan Danny pada saat dia memerintah,” jelasnya.

“Dari sini publik dapat melihat bahwa Pak Danny hanya menampilkan klaim sepihak. Buktinya kandidat lain memaparkan fakta bahwa apa yang diklaim Danny tidak sesuai dengan yang terjadi di lapangan,” sambung Sawedi lugas.

Misalnya, Danny mengklaim mendapat begitu banyak penghargaan, mengklaim begitu dahsyatnya pertumbuhan ekonomi. Tapi kandidat lain menyatakan meskipun Danny mengklaim berhasil di pelayaanan publik, ternyata menurut catatan Ombudsman yang sudah digambarkan Deng Ical, bahwa pada akhir tahun 2018 kualitas pelayanan publik di Makassar masuk zona kuning. Artinya pelayanan publik saat itu sangat tidak memuaskan.

Sawedi mengatakan, Danny justru membantah itu, bahkan cenderung tidak berbesar hati, malah dia menuding bahwa Ombudsman adalah institusi tukang stempel. Menurutnya ini adalah hal yang sangat fatal.

“Di sisi lain, ketika institusi lain memberikan penghargaan, dia gembar gemborkan. Tapi ketika ada lembaga yang memberi kritik, Danny malah menganggap lembaga itu tukang stempel. Ini menunjukkan Danny memiliki kepribadian yang tidak konsisten dan objektif dalam mengukur kinerjanya,” paparnya.

Fakta lain dalam debat juga diungkap bahwa angka pengangguran di era Danny mencapai dua digit sekitar 12 persen. Itu angka yang berbahaya.

Artinya, urai Sawedi, pertumbuhan ekonomi hanya dinikmati segelintir orang, kemudian pertumbuhan ekonomi bukan menghasilkan padat karya tapi padat modal. Ini yang harus dihindari oleh kota-kota yang menuju modernisasi dan industrialisasi.

“Overall saya melihat penampilan Danny sangat buruk sekali. Begitu emosional, tidak objektif, tidak konsisten dan menyerang secara pribadi. Sangat tidak etis,” pungkasnya. (*)

Advertisement