LEGION NEWS.COM, JAKARTA – Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 8 Tahun 2022 tentang Koordinasi Penyelenggaraan Ibadah Haji. Peraturan yang dapat diakses di laman JDIH Sekretariat Kabinet ini ditandatangani Presiden pada tanggal 9 Februari 2022.
Penerbitan peraturan ini merupakan pelaksanaan dari ketentuan Pasal 109 Undang-Undang (UU) Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah.
“Koordinasi penyelenggaraan ibadah haji bertujuan untuk meningkatkan kualitas pembinaan, pelayanan, dan pelindungan jemaah haji; dan mewujudkan efektivitas dan efisiensi penyelenggaraan ibadah haji,” bunyi ketentuan Pasal 2 PP ini.
Dalam PP ini ditegaskan bahwa penyelenggaraan ibadah haji merupakan tugas nasional dan menjadi tanggung jawab pemerintah.
Tugas penyelenggaraan tersebut dilaksanakan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang agama.
Dalam melaksanakan tugas penyelenggaraan ibadah haji, menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang agama mengoordinasikan menteri/pimpinan lembaga pemerintah di tingkat pusat, gubernur di tingkat provinsi, bupati/wali kota di tingkat kabupaten/kota; dan Kepala Perwakilan Republik Indonesia untuk Kerajaan Arab Saudi.
Pelaksanaan koordinasi penyelenggaraan ibadah haji meliputi tiga hal, yaitu pertama, perencanaan dan pelaksanaan pelayanan transportasi, akomodasi, konsumsi, kesehatan, dokumen perjalanan, dan administrasi; kedua, pembinaan; dan ketiga, pelindungan.
Adapun perencanaan dan pelaksanaan pelayanan transportasi haji paling sedikit meliputi penetapan embarkasi, embarkasi-antara, debarkasi, dan debarkasi-antara; penyediaan transportasi; dan kapasitas kebutuhan transportasi.
“Perencanaan dan pelaksanaan pelayanan transportasi sebagaimana dimaksud wajib memperhatikan aspek keamanan, keselamatan, kenyamanan, dan efisiensi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,” ditegaskan dalam peraturan.
Penyediaan transportasi ini meliputi penyediaan transportasi udara dari dan ke Arab Saudi, penyediaan transportasi darat selama di Arab Saudi, dan penyediaan transportasi dari daerah asal ke embarkasi dan/atau dari debarkasi ke daerah asal yang menjadi tanggung jawab pemerintah daerah.
Terkait perencanaan dan pelaksanaan pelayanan akomodasi, disebutkan dalam PP, meliputi penyediaan akomodasi di Indonesia dan penyediaan akomodasi di Arab Saudi.
“Pelayanan akomodasi sebagaimana dimaksud harus memenuhi standar kelayakan dengan memperhatikan aspek kesehatan, keamanan, kenyamanan, dan kemudahan jemaah haji beserta barang bawaannya, serta memiliki akses yang mudah ke Masjidil Haram di Makkah dan Masjid Nabawi di Madinah,” bunyi Pasal 8 ayat (4).
Begitu juga dengan perencanaan dan pelaksanaan pelayanan konsumsi, meliputi penyediaan konsumsi di Indonesia dan Arab Saudi.
“Pelayanan konsumsi sebagaimana dimaksud harus memenuhi standar kesehatan, kebutuhan gizi, tepat waktu, tepat jumlah, dan cita rasa Indonesia,” bunyi ketentuan peraturan ini.
Adapun perencanaan dan pelaksanaan pelayanan kesehatan haji paling sedikit meliputi informasi kesehatan haji, istitaah kesehatan jemaah haji; perekrutan petugas kesehatan haji; penyediaan sarana dan prasarana kesehatan haji; dan penanganan jemaah haji sakit.
Selanjutnya, perencanaan dan pelaksanaan pelayanan dokumen perjalanan paling sedikit meliputi penerbitan paspor, layanan keimigrasian, dan penyelesaian permasalahan terkait keimigrasian. Sedangkan perencanaan dan pelaksanaan pelayanan administrasi paling sedikit meliputi sinkronisasi dan validasi data: pendaftaran jemaah haji, pelimpahan porsi jemaah haji, dan pembatalan pendaftaran jemaah haji.
Terkait pembinaan, pada Pasal 23 disebutkan bahwa koordinasi kegiatan pembinaan dimaksud dalam bentuk pembinaan kesehatan jemaah haji yang dilakukan sebelum, selama, dan setelah melaksanakan ibadah haji.
“Pembinaan kesehatan sebagaimana dimaksud meliputi: pembinaan selama masa tunggu dan pembinaan selama masa keberangkatan; pembinaan selama di Arab Saudi; dan pembinaan selama masa kepulangan,” dijelaskan dalam PP.
Sedangkan koordinasi kegiatan pelindungan dilakukan sebelum, selama, dan setelah jemaah haji dan petugas haji melaksanakan ibadah haji.
“Pelindungan kepada jemaah haji dan petugas haji sebagaimana dimaksud terdiri atas pelindungan: a. warga negara Indonesia di luar negeri; b. hukum; c. keamanan; dan d. jiwa, kecelakaan, dan kesehatan,” bunyi PP.
Pada Pasal 26 ditegaskan, pelindungan jemaah haji dan petugas haji sebelum, selama, dan setelah melaksanakan ibadah haji dilaksanakan dengan mengedepankan keterlibatan pihak berwenang; tidak mengambil alih tanggung jawab pidana atau perdata warga negara Indonesia; dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
PP 8/2022 ini mulai berlaku pada saat diundangkan oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) Yasonna H. Laoly tanggal 9 Februari 2022. (UN)