LEGION-NEWS.COM – Dinding kaldera gunung Bawakaraeng yang longsor Jumat, 26 Maret 2004 silam sekitar pukul 14:00 WITA. meninggalkan luka mendalam, tercatat musibah longsor ini menewaskan 32 warga dan menimbum ribuan areal sawah dan perkebunan. Eks wilayah longsor tersebut mengakibatkan kawasan arus sungai (DAS) menjadi labil.
Megalongsoran terbesar di dunia dengan volume 250-300 juta m3 itu menewaskan 32 orang di Kecamatan Tinggimoncong, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan.
Salah satu netizen Effendy Rahmat mengenang kisah dirinya di era tahun 1986 saat Dinding kaldera gunung Bawakaraeng yang belum longsor di hari Jumat, (26/3)
Selain melalui akun Facebooknya Effendy juga mengenang kisahnya di akun istagram milik-Nya @effendy12rahmat
“Bagi adik adik yang belum pernah melihat Pos 8,9 G,Bawakaraeng saat belum longsor,” tulis unggahan Effendy Rahmat. Jumat, (10/9/2021).
“Kala itu kita masih remaja
Bermain dan bersepeda hingga kepuncak Gunung Bawakaraeng 2830 MDPL Lok. Padang ilalang 1986 yg kini hilang terbawa longsor…” kenangnya di unggahan akun facebook miliknya, Jumat.
Diketahui setiap musim hujan, lumpur di kaki Gunung Bawakaraeng mengalir masuk ke Bendungan Bilibili, bedungan terbesar di Sulawesi Selatan yang hadir di Kabupaten Gowa, yang menjadi sumber air baku di Gowa dan Makassar.
Lumpur juga mengalir masuk ke Sungai Jeneberang, sungai terbesar di Gowa yang membelah Sungguminasa ibukota Kabupaten Gowa serta membendung Kota Makassar di wilayah selatan.
Gunung yang tingginya sekitar 2.845 ndpl dari permukaan laut ini juga menjadi arena pendakian. Namun, sudah banyak menelan korban dampak mati kedinginan bila mendaki pada musim hujan.
Gunung Bawakaraeng berada di wilayah Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan.
Di lereng gunung ini terdapat wilayah ketinggian, Malino, tempat wisata terkenal di Sulawesi Selatan.
Secara ekologis gunung ini memiliki posisi penting karena menjadi sumber penyimpan air untuk Kabupaten Gowa, Kota Makassar, Kabupaten Bantaeng, Kabupaten Bulukumba dan Kabupaten Sinjai. (Redaksi)
