MAKASSAR, Legion News Dua jenazah pasien yang diambil paksa keluarganya di dua rumah sakit di Makassar berstatus positif Corona (COVID-19). Hal ini diketahui setelah pihak RSKD Dadi dan RSUD Labuang Baji menerima hasil tes swab dari laboratorium.
Direktur RSKD Dadi, Dr Arman Bausat Sp.BO membenarkan ada jenazah yang diambil paksa oleh keluarganya pada Selasa (2/6/2020) berstatus positif COVID-19.
“Hasil tes swab pasien yang dijemput paksa keluarganya karena menolak protokol COVID-19 sudah keluar, hasilnya positif. Kita khawatirkan keluarga yang mengangkat jenazah bisa terinfeksi sehingga bisa bertambah terus pasien positif, kita tidak bisa berbuat banyak karena masyarakat melawan,” ungkap Dr. Arman.
Arman menyebutkan, akibat aksi penyerbuan keluarga pasien ke rumah sakit, pihaknya tidak mau kecolongan lagi. Ia meminta pengamanan di RSKD Dadi yang merupakan rumah sakit rujukan COVID-19, makin diperketat agar kasus serupa tidak terulang lagi.
“Saat ini di RS Dadi sudah ada petugas yang disiagakan, 19 anggota Polri, 10 anggota TNI, serta 4 anggota Satpol PP yang bekerja dua shift,” pungkas Arman.
Sementara itu Direktur Rumah Sakit Labuang Baji, dr H. Andi Mappatoba, M.B.A DTSA, memastikan pasien tersebut positif Covid-19.
“Berdasarkan dari hasil test swab yang dilakukan kemarin sore,” ujar dr Mappatoba, Minggu (7/6/2020).
Dokter Mappatoba menambahkan, bahwa hasil tes pasien tersebut ini akan diteruskan ke Dinas Kesehatan Sulsel dan ke tim Gugus Tugas Penanganan Covid-19 untuk ditindaklanjuti.
“Beliau yang meninggal. Jenazahnya diambil oleh beberapa orang, sudah kami laporkan ke provinsi dan tim gugus Covid-19 provinsi, lurah dan camat yang menangani hal tersebut,” tegas Mappatoba.
Supaya informasi yang beredar tidak simpang siur, Mapaptoba kemudian memberikan data kronologi pasien masuk rumah sakit.
“Beliau itu masuk ke Rumah Sakit dengan keluhan sesak nafas dan nyeri pada dada kamis 4 Juni 2020. Dan sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP), kami melakukan test awal dan laboratorim. Hasil awal adanya indikasi covid-19. Beliau pun dirawat dengan baik diruangan Isolasi,”jelas Mappatoba.
“Namun kehendak Allah berkehendak lain, beliau meninggal Jumat 5 Juni 2020 dan ada pihak yang mengambil jenasah beliau pada hari yang sama 5 Juni 2020,” pungkas Mappatoba.
Sebelumnya berbagai kejadian viral di media sosial yang seolah menyalahkan pihak dokter dan tenaga medis karena indikasi adanya bisnis di tengah pandemi Corona atau Covid-19.
Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Kota Makassar pun angkat bicara. Humas IDI Kota Makassar, dr Wachyudi Muchsin SH, via keterangan tertulis kepada wartawan, Sabtu (6/6/2020), mengklarifikasi semua tudingan itu adalah fitnah.
Dokter Wachyudi mengatakan IDI Kota Makassar menilai saat ini yang menjadi kelemahan di Indonesia adalah masih lambannya proses diagnostik pada kasus Covid-19 ini. Kemampuan Laboratorium masih sangat terbatas, sehingga antrian sampel yang sangat banyak membutuhkan waktu kisaran 1-2 minggu hingga sampel atau diagnosanya bisa diketahui. Hal inilah yang menjadi persoalan utama dan ini mesti segera ada solusinya.
Dalam menghadapi kondisi yang penuh keterbatasan ini, untuk kasus yang masih berstatus PDP dan meninggal dunia, pemerintah melalui tim gugus Covid mengambil pilihan yang dianggap lebih aman untuk pemakamannya secara prosedur Covid, dengan tujuan dapat menekan laju penyebaran penyakit yang sangat cepat.
Nah, di sini terkadang timbul persolan banyak yang tidak menerima hasil swab ternyata negatif padahal anggota keluarganya sudah dimakamkan dengan protap Covid-19 Kejadian ini menjadi warning bagi pemerintah, jika hal seperti ini terus berlanjut.
Menurut Yudi ini akan menjadi persoalan yang baru. Munculnya ,stigma bahwa Rumah sakit dan Tenaga Medis menjadikan kasus-kasus seperti itu sebagai pemanfaatan anggaran bahwa setiap yang dicap sebagai pasien Covid-19 maka rumah sakit akan mendapat keuntungan besar untuk setiap pasien Covid dari pemerintah pusat.
“Itu semua tidak benar dan fitnah. Tudingan itu membuat para dokter marah sekali. Pertanyaannya negara dapat uang dari mana ratusan juta dikalikan semua pasien Covid se Indonesia ?,” kata dr Yudi.
Yudi meminta masyarakat jangan mudah terprovokasi fitnah bahwa ada untung besar dokter serta paramedis seperti video keluarga pasien corona meninggal yang viral mengatakan dana sangat besar dari kementerian keuangan setiap pasien Covid-19 yang diterima oleh rumah sakit.
Informasi hoax seperti itu kata dr Yudi berimbas ke dokter serta paramedis. Ia menambahkan kita semua tentu tidak ada yang menghendaki di posisi itu.
Untuk kasus yang meninggal dalam status PDP dan belum ada hasil SWAB-nya, kata Yudi memang menimbulkan dilematis bagi Tenaga Medis dan kegundahan bagi keluarga korban.
“Seperti yang kita ketahui, bahwa PDP (Pasien Dalam Pengawasan) adalah status resiko, bukan suatu diagnosis,” imbuh dokter Yudi. (*)