Soal Revisi UU Pemilu, Yusril: Demokrasi kita Sekarang Bergantung pada Kekuatan Baru, Uang dan Modal

FOTO: Pakar Hukum Tata Negara, Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra, S.H., M.Sc., (properti kompas.com)
FOTO: Pakar Hukum Tata Negara, Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra, S.H., M.Sc., (properti kompas.com)

SOROTAN||Legion-news.com Rancangan Undang-Undang (RUU) Pemilu ditunda pembahasannya oleh Komisi II DPR RI berbagai kalangan menyoroti persoalan pesta lima tahunan tersebut, Sebut saja Komisi Pemilihan Umum (KPU) menyampaikan perlunya dipertimbangkan beban administrasi yang akan ditanggung penyelenggaran ditingkat KPPS selaku ujung tombak penyelengara Pemilu demikian halnya dengan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) mengibaratkan disuruh perang dengan membawa pistol untuk berhadapan dengan peralat berat pertempuran (Tank)

Salah satu isu penting dalam revisi UU Pemilu adalah normalisasi Pilkada pada 2022 dan 2023. Beberapa partai koalisi sebelumnya meghendaki revisi beleid itu. Namun belakangan sikapnya berubah dan memutuskan tidak ingin melanjutkan pembahasannya.

Bahkan beredar kabar penolakan Parpol koalisi terhadap revisi UU Pemilu terjadi atas permintaan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Namun isu itu dibantah juru bicara Presiden, Fadjroel Rachman.

“Perdebatan tersebut ada di DPR, pemerintah tidak terlibat. Pemerintah fokus menangani pandemi covid-19, memulihkan ekonomi rakyat,” ujar Fadjroel Kemarin (Jumat, 12/2)dilaman akun media sosial miliknya

Advertisement

Menanggapi hal tersebut, Pakar Hukum Tata Negara Yusril Ihza Mahendra menilai hal itu dengan mengutip pernyataan mantan wakil Presiden RI Jusuf Kalla.

Menurut Yusuf Kalla jika demokrasi tidak berjalan, maka pemerintah akan jatuh. Yusril juga mengatakan sebaliknya, jika demokrasi dijalankan, negara akan runtuh

Jika demokrasi tidak jalan, pemerintah akan jatuh”, kata Jusuf Kalla. Tetapi bisa juga terjadi sebaliknya, jika demokrasi dijalankan, negara yang akan runtuh kata Yusril dalam keterangannya di Jakarta, Sabtu (13/2) dilansir dari abadikini.com

Menurut Yusril, persoalan mendasarnya adalah, demokrasi yang bagaimana yang mau dijalankan?

Sebab kata Yusril, dari dulu kita berdebat tidak habis-habisnya tentang konsep demokrasi kita. Bongkar pasang konsep pun enggak selesai-selesai.

“Sistem dan rincian pelaksanaan Pemilu lima tahun sekali bongkar pasang, sistem kepartaian juga begitu.
Pemerintahan daerah juga sama, bongkar pasang enggak selesai-selesai,” ungkapnya.

Selain itu, terang Yusril, pengelolaan kekayaan negara antara pusat dan daerah juga sama, bongkar pasang terus.

Akhirnya tegas Yusril, konsep demokrasi menjadi permainan kekuasaan untuk melanggengkan kekuasaannya sendiri.

“Siapa kuat, dia menang dan berkuasa. Siapa lemah akan kalah dan tersingkir,” tegas Ketua Umum Partai Bulan Bintang itu.

Dia menambahkan, demokrasi kita sekarang bergantung pada kekuatan baru: kekuatan uang dan modal. Apa demokrasi seperti ini yang mau dijalankan?

Kalau demokrasi seperti itu tidak dijalankan pemerintah akan jatuh, ya mungkin saja. Tetapi jika demokrasi semacam itu dijalankan, maka negara yang akan runtuh,” katanya (redaksi)

Advertisement