LGBT – Tokoh Nahdlatul Ulama (NU) Muhammad Umar Syadat atau yang akrab dipanggil Gus Umar memuji langkah Rusia yang telah memblokir atau menghapus informasi yang mempropagandakan LGBT pada remaja di 5.500 situs web.
Gus Umar menyentil sikap Indonesia yang belum berani melakukan pemblokiran informasi tentang LGBT.
Hal itu disampaikan Gus Umar dalam akun Twitter pribadinya, pada Kamis 24 November 2022.
“Rusia negara kristen ortodok berani gini. Indonesia yg mayoritas islam gak berani. Iki opo arek?,” ujar Gus Umar.
Sebelumnya, layanan Federal untuk Pengawasan Komunikasi, Teknologi Informasi, dan Media Massa Rusia (Roskomnadzor) telah memblokir atau menghapus informasi yang mempropagandakan LGBT pada remaja di 5.500 situs web di negara tersebut. Pemblokiran dilakukan atas perintah pengadilan.
“Sejauh ini, Layanan Federal untuk Pengawasan Komunikasi, Teknologi Informasi, dan Media Massa telah menghapus atau memblokir informasi di lebih dari 5.500 situs web yang berisi propaganda LGBT di kalangan anak di bawah umur. Materi tersebut diblokir berdasarkan keputusan pengadilan yang mengakui informasi tersebut dilarang untuk disebarluaskan,” kata Wakil Kepala Rokomnadzor Vadim Subbotin, Senin (21/11/2022), dilaporkan laman kantor berita Rusia, TASS.
Informasi itu disampaikan Subbotin kepada Komite Duma Negara tentang Kebijakan Informasi, Teknologi Informasi, dan Komunikasi.
Dalam sesi tersebut, dia turut mengungkapkan bahwa dalam keadaan saat ini, dibutuhkan waktu antara dua hingga tiga bulan terhitung sejak penemuan atau pendeteksian informasi yang dilarang hingga memperoleh putusan pengadilan untuk pemblokiran.
“Tidak dapat diterima untuk konten semacam itu dapat diakses oleh pengguna Rusia,” ujar Subbotin.
Pada 27 Oktober lalu, Duma Negara dalam pembacaan pertama dengan suara bulat meloloskan undang-undang tentang pelarangan propaganda hubungan seksual non-tradisional di Rusia, termasuk di media, internet, dan di buku serta film.
Dokumen tersebut mengatur larangan propaganda hubungan seksual non-tradisional, pedofilia, serta penyebaran informasi tentang LGBT. Ini juga termasuk larangan pernyataan di internet, media, layanan audiovisual, film, buku, dan iklan, yang dapat mendorong kalangan remaja melakukan operasi penggantian kelamin. (Sumber: wartaekonomi)