
LEGIONNEWS.COM – OPINI, Dengan adanya peningkatan pengumpulan dan optimalisasi distribusi zakat (fitrah dan mal) diharapkan dapat memberi dampak yang lebih besar dalam penanggulangan kemiskinan dan peningkatan kesejahteraan umat secara berkelanjutan.
Pengelolaan zakat diatur dalam undang-undang (UU) Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat. Dalam UU tersebut, yang dimaksud Zakat adalah harta yang wajib disisihkan oleh seorang muslim atau badan yang dimiliki oleh orang muslim sesuai dengan ketentuan agama untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya.
Undang-Undang Pengelolaan Zakat juga menjelaskan tentang pengelolaan zakat, fungsi zakat, dan siapa yang berhak mengatur zakat.
Zakat berasal dari bentuk kata “zaka” yang berarti suci, baik, berkah, tumbuh, dan berkembang. Dinamakan zakat, karena di dalamnya terkandung harapan untuk memperoleh berkah, membersihkan jiwa dan memupuknya dengan berbagai kebaikan.
Secara umum zakat terbagi menjadi dua jenis berdasarkan Pasal 4 ayat (1) UU 23/2011 yakni zakat fitrah dan zakat mal. Zakat Fitrah (zakat al-fitr) adalah zakat yang diwajibkan atas setiap jiwa baik lelaki dan perempuan muslim yang dilakukan pada bulan Ramadhan.
Ketentuan zakat fitrah ditunaikan dalam bentuk beras atau makanan pokok sesuai dengan kualitas beras atau makanan pokok yang dikonsumsi sehari-hari.
Penghitungannya seberat 2,5 kg atau 3,5 liter per jiwa atau alternatif lainnya beras atau makanan pokok untuk membayar zakat fitrah dapat diganti dalam bentuk uang senilai 2,5 kg atau 3,5 liter beras.
Untuk pembayaran zakat fitrah ditunaikan sejak awal ramadhan dan paling lambat sebelum pelaksanaan shalat Idul Fitri. Sedangkan untuk penyalurannya, dilakukan paling lambat sebelum pelaksanaan shalat Idul Fitri.
Dengan adanya peningkatan pengumpulan dan optimalisasi distribusi zakat (fitrah dan mal) diharapkan dapat memberi dampak yang lebih besar dalam penanggulangan kemiskinan dan peningkatan kesejahteraan umat secara berkelanjutan.
Sedangkan zakat mal atau sering juga disebut sebagai zakat harta. Sebagaimana terdapat dalam UU No.23/2011 tentang Pengelolaan Zakat, Peraturan Menteri Agama (Permenag) No.31 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Permenag No.52 Tahun 2014 tentang Syarat Dan Tata Cara Penghitungan Zakat Mal Dan Zakat Fitrah Serta Pendayagunaan Zakat Untuk Usaha Produktif.
Pendapat Syaikh Dr. Yusuf Al-Qardhawi serta para ulama lainnya, yang termasuk zakat mal yaitu emas, perak, logam mulia, uang, surat berharga, perniagaan, pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan, perikanan, pertambangan, perindustrian, pendapatan, jasa, dan rikaz.
Harta dalam zakat mal harus memenuhi kriteria tertentu yang sudah ditetapkan. Menurut situs BAZNAS, syarat-syarat zakat mal yaitu kepemilikan penuh, bukan milik bersama, harta halal, dan diperoleh secara halal, harta yang dapat berkembang atau diproduktifkan (dimanfaatkan), mencukupi nisab atau sudah mencapai nilai tertentu, bebas dari utang, mencapai haul atau sudah lebih dari satu tahun, lebih dari kebutuhan pokok, serta dapat ditunaikan saat panen.
Baik zakat mal maupun zakat fitrah adalah dua bentuk ibadah yang memiliki peran penting dalam menjaga keseimbangan sosial dan meningkatkan solidaritas di antara umat Islam. Sebelum bulan Ramadhan berakhir, kewajiban membayar zakat fitrah atau zakat mal (haul setahun saat akhir ramadhan, red) harus ditunaikan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Pemerintah
Mengutip situs kemenag.go.id, Kementerian Agama (Kemenag), Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kemenag Abu Rokhmad, optimalisasi zakat (fitrah dan mal) tidak hanya berfokus pada jumlah yang terkumpul, tetapi juga efektivitas distribusinya.
Ia menekankan pentingnya penggunaan Data Terpadu Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN) sebagai acuan dalam penyaluran zakat agar lebih tepat sasaran dan tidak tumpang tindih dengan bantuan sosial lainnya.
“Dengan DTSEN, kita bisa memastikan zakat benar-benar sampai kepada mereka yang berhak, tanpa terjadi tumpang tindih dengan program bantuan pemerintah lainnya,” ujar Abu Rokhmad dikutip dari situs kemenag.go.id.
Abu menekankan kepercayaan publik terhadap pengelolaan zakat harus terus dijaga. Menurutnya, transparansi dan akuntabilitas menjadi faktor utama dalam meningkatkan partisipasi masyarakat dalam berzakat.
“Jika masyarakat percaya bahwa zakat dikelola dengan baik dan transparan, mereka akan semakin terdorong untuk menyalurkannya melalui lembaga resmi,” kata dia
Dengan adanya peningkatan pengumpulan dan optimalisasi distribusi zakat (fitrah dan mal) diharapkan dapat memberi dampak yang lebih besar dalam penanggulangan kemiskinan dan peningkatan kesejahteraan umat secara berkelanjutan.
Abu juga mendorong lembaga zakat untuk berinovasi dalam penghimpunan zakat, terutama dengan memanfaatkan teknologi digital agar lebih mudah diakses masyarakat.
“Era digital membuka banyak peluang. Lembaga zakat harus lebih kreatif dalam mengembangkan metode pembayaran zakat yang mudah, cepat, dan aman,” lanjutnya.
Lebih lanjut, ia mengungkapkan pentingnya sinergi antara pemerintah, lembaga zakat, dan berbagai pihak dalam mengoptimalkan potensi zakat nasional. Kolaborasi ini diharapkan dapat meningkatkan efektivitas program pemberdayaan ekonomi berbasis zakat.
“Zakat bukan hanya untuk konsumsi, tetapi juga harus menjadi instrumen pemberdayaan ekonomi. Kita harus memastikan dana zakat dapat membantu masyarakat miskin untuk berdaya dan mandiri,” ujarnya.
Ia mengatakan Kemenag akan terus melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap lembaga zakat agar semakin profesional dalam mengelola dana umat.
“Kita tidak boleh berhenti. Harus ada perbaikan terus-menerus, baik dalam sistem penghimpunan, pengelolaan, maupun pendistribusiannya.”
Dengan adanya peningkatan pengumpulan dan optimalisasi distribusi zakat, imbuhnya, diharapkan zakat dapat memberi dampak yang lebih besar dalam penanggulangan kemiskinan dan peningkatan kesejahteraan umat secara berkelanjutan. (*)