WRC Sulsel: Tidak Ada Tranparansi Dalam Pengadaan Sembako dan Alkes COVID-19 di DINSOS dan DINKES Kota Makassar

Umar Hankam Koordinator Divisi Pengawasan dan Penindakan WRC-Sulsel

Makassar, Legion News – Badan Anggaran (Bangar) DPRD Kota Makassar kembali menggelar rapat anggaran parsial kedua penanganan dampak Covid-19, Jumat (29/5/2020). Sejumlah Organisasi Daerah (OPD) yang terlibat dalam gugus tugas hadir dalam rapat tersebut, salah satunya Dinas Sosial (Dinsos) Kota Makassar.

Dinsos Makassar diketahui mendapat anggaran 52 M yang alokasinya dibagi dua tahap, 42 M lebih tahap pertama dan  9 M lebih tahap kedua. Sebagian anggaran itu digunakan untuk pengadaan 60 ribu paket sembako dengan nilai anggaran 24 M lebih.

Dalam rapat anggaran parsial kedua, Sekretaris Dinas Sosial Makassar, Asvira Anwar Kuba kembali mengusulkan pengadaan paket sembako dengan nilai penambahan anggaran 10 M.

Hanya saja usulan itu tak mendapat respon positif dari sejumlah Legislator.
Dewan menilai, Bahwa Dinsos Makassar dalam tahap pertama pembagian sembako ke warga paling terdampak pandemi diwarnai banyak persoalan. Bahkan proses penyaluran paket sembako yang awalnya hanya beberapa hari molor hingga sebulan.

Advertisement

“Ini sudah diadakan parsial kedua, nah parsial pertama masih banyak anggaran yang belum terpakai, termaksud di Dinsos yang pengadaan beras, parsial pertama sudah minta anggaran 42 M, ini minta lagi 10 M, sedangkan parsial pertama tidak beres-beres, parsial kedua tidak lagi,” ujar Koordinator Banggar Makassar, Adi Rasyid Ali, dengan nada kesal.

Terpisah, Kordinator Watch Relation of Corruption Sulawesi-selatan (WRC-Sulsel) Umar hankam menilai bahwa, “pengadaan sembako COVID-19 di Dinas Sosial kota Makassar tidak ada transparansi dalam pengadaan Sembako”, hal ini menjadi perhatian lembaga anti korupsi di Sulawesi selatan, WRC Sulsel akan melakukan langkah-langkah investigasi siapa saja rekanan pengadaan barang sembako tersebut, apabila di kemudian hari ditemukan adanya perusahaan supplier ataupun distributor sembako tidak sesuai dengan bidang usaha kegiatannya seperti yang diatur didalam Klasifikasi Baku Lapangan Usah Indonesia (KBLI) maka hal itu adalah bagian dari indikasi awal adanya kongkalikong pengadaan sembako bagi warga berdampak COVID-19 di Dinas Sosial kota Makassar.

Adapun data lain yang di miliki WRC Sulsel yaitu hasil rekapitulasi BTT Penyesuaian APBD tahun 2020 kota Makassar yakni Parsial tahap satu yakni Rp 179.713.194.841.61 dari BTT Pokok tahun anggaran 2020 sebesar Rp 30.000.000.000 ditambah sumber dana penambahan BTT SILPA 2019 sebanyak Rp 149.713.194.841. Parsial kedua yakni Rp 263 209.243.259 sumber dana penambahan BTT Rasionalisasi Dana Kelurahan Rp 61.630.056.076, Rasionalisasi Dana DID Rp 20.000.000.000, dan Rasionalisasi PAD Rp 1.865.992.342. Penggunaan BTT sampai dengan tanggal 26 Mei 2020 sebesar Rp 83.288.105.300, BPBD Rp 4.000.000.000, dinas Kesehatan Rp 26.000.000.000, Dinas Sosial tahap satu Rp 42.468.379.300, untuk tahap dua Rp 9.988.750.000, dan terakhir untuk Polrestabes Makassar sebanyak Rp 830.976.000.

Untuk Rencana Kebutuhan BTT selanjutnya yaitu Rp 7.250.000.000, Polrestabes Pelabuhan Rp 250.000.000, Polrestabes Makassar tahap dua Rp 2.000.000.000, BPBD tahap tahap Rp 5.000.000.000. Sisa Penggunaan BTT sampai dengan tanggal 28 Mei 2020 sebesar Rp 179.921.137.959. Sisa BTT sampai dengan tanggal 29 Mei 2020 Rp 17.671.137.959.

WRC-Sulsel telah beberapa kali meminta konfirmasi terkait dengan pengadaan sembako bagi warga terdampak Covid-19 tersebut, melalui surat elektronik kepada Kepala Dinas Sosial Kota Makassar namun tidak pernah di respon langsung oleh pihak terkait.

“Ini juga menjadi tanda tanya besar, acuan kami adalah Undang-undang Nomor.14 tahun 2008 tentang Informasi Keterbukaan Publik dan Peraturan Presiden Nomor.4 tahun 2015 Tentang pengadaan barang dan jasa pemerintah, menginggat anggaran yang di kelola dinas Sosial kota makassar untuk pengadaan  60 ribu paket sembako dengan nilai anggaran 24 miliar lebih”, jelas Umar Hankam.

Selain Dinas Sosial kota Makassar WRC Sulsel menduga hal yang sama juga terjadi di Dinas Kesehatan kota Makassar yang mengelolah anggaran penanggulangan pandemik COVID-19 senilai Rp 26.000.000.000 untuk pengadaan Farmasi ataupun alat-alat kesehatan seperti alat perlindungan diri (APD) dan lain-lainnya.

Menurut Umar, sampai saat ini penunjukan rekanan pengadaan Sembako dan Alat kesehatan (ALKES) tersebut tidak nampak dalam sistim aplikasi pengadaan barang dan jasa  (LPSE Pemerintah Kota makassar) melalui sistem “Non Tender” mengingat paket sembako yang diadakan tidak masuk dalam daftar E-Catalogue dan E-Purchasing pengaturan Non tender tersebut seperti yang diatur dalam Peraturan Presiden Nomor. 4 Tahun 2015.

Watch relation of corruption Sulawesi selatan dalam waktu dekat ini akan meminta pihak Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) wilayah Sulawesi dan Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) wilayah Sulawesi, untuk melakukan audit kepada perusahaan-perusahaan yang ditunjuk langsung oleh pihak Dinas sosial kota Makassar termaksud Dinas Kesehatan kota makassar dalam melakukan penunjukan kepada perusahaan farmasi dan alat kesehatan, apabila ada indikasi Persekokolan dan indikasi korupsi di dalamnya maka sesuai dengan amanah Undang-undang No.28 jo PP.No.68 Tahun 1999 “Tentang peran serta masyarakat dalam penyelengara negara yang bersih dari KKN”. Maka WRC Sulsel tidak segang-segan mengambil langkah pelaporan masyarakat kepada aparat penegak hukum.

WRC-Sulsel menduga ada aroma persekokolan dalam penunjukan pengadaan Sembako COVID-19. Tim Monitoring dan Investigasi WRC Sulsel akan membuka dugaan tersebut setelah data lengkap masuk ke sekertariat serta dilakukan kajian-kajian hukum adapun hasilnya akan segera ditindak lanjuti pelaporan ke KPPU,BPKP, dan Pihak kepolisian daerah sulawesi selatan, tutup Umar hankam. (**)

Advertisement