LEGIONNEWS.COM – SINJAI, Lembaga Anti rasuah Watch Relation of Corruption (WRC) Sulawesi Selatan, Kembali menyoroti kasus penangkapan 24 ton BBM jenis solar bersubsidi di wilayah hukum Polres Sinjai.
Diketahui Lembaga Pengawas Aset Negara Republik Indonesia ini merupakan badan hukum dari Direktorat Ditjen AHU KemenkumHam, WRC berdiri sejak 2018 lalu, yang fokus dalam penyelamatan dan pengawasan aset negara.
“Apa kabar kasus penangkapan 24 ton BBM jenis solar bersubsidi beberapa waktu lalu oleh pihak kepolisian polres sinjai, yang mana saat itu 3 unit mobil truck bermuatan solar bersubsidi di tangkap oleh personil polres sinjai dan diduga milik 2 orang oknum polisi yang berdinas di Polsek Tanete, Polres Bulukumba, inisial Aipda ILY dan Aipda Hus ,” tanya Koordinator Divisi Pengawasan Aset Negara itu kepada awak media di Makassar, Rabu (8/3)
“Sampai saat ini belum ada kejelasan terkait perkembangan kasus penangkapan 24 ton BBM jenis solar itu,” ungkap Andi Hasrul Koordinator Divisi Pengawasan dan Penindakan WRC Sulsel.
Tidak jelasnya penanganan penggelapan solar bersubsidi itu. WRC Sulsel akan melakukan upaya pelaporan di Propam Mabes Polri.
“Bila tidak ada kejelasan. Ya kami akan melaporkan hal ini ke DPP WRC di Jakarta, Untuk segera menanyakan ke pihak Propam Mabes Polri sejauh mana penanganan kasus BBM subsidi yang digelapkan oleh oknum yang diduga korps Bhayangkara di Polres bulukumba itu,”
Di ketahui bahwa kasus ini di tangani Unit Tipiter Satuan Reskrim Polres Sinjai. “Hingga sampai saat ini belum ada pemanggilan terhadap kedua oknum anggota polri itu, yang diduga sebagai pemilik solar bersubsidi sebanyak 24 ton tersebut,” imbuh Andi Syahrul.
- Baca juga:
Temukan Pemilik Media Diduga Abal Abal Kerja sama Humas Kementan, WRC: Segera Kami Laporkan Kejagung - Baca juga:
500 Ton Beras Raib di Gudang Bulog Pinrang, WRC Sulsel: Tindak Tegas Pelaku!
Sebelumnya anggota Komisi III DPR RI, Supriansa. Politisi Partai Golkar ini mendesak agar tiga Kapolda di Sulawesi turun tangan, Terkait dengan penanganan mafia migas yang marak ditiga wilayah hukum di Sulawesi.
“Jika benar ada bisnis gelap penjualan solar subsidi secara ilegal ke Industri di wilayah Sulsel dan sekitarnya, maka saya harap segera bongkar jaringan itu. Tidak ada alasan membiarkan hal seperti itu terjadi. Ini tidak bisa dibiarkan terjadi di tengah tengah masyarakat. Karena selain merugikan negara juga berdampak kepada masyarakat yang membutuhkan tapi hilang di pasaran,” tegas Supriansa, Minggu (15/1/2023) lalu seperti dilansir dari pedomanmedia
- Baca juga:
Diduga Rugikan Negara Hingga 1,8 Triliun Rupiah, Aktivis Sultra Akan Laporkan Perusahaan Plat Merah Ini! - Baca juga:
Ancam Buka Kasus Baru, JPU KPK: Selain Kas Tekor, Ada Perjalanan Dinas Fiktif di DPRD Sulsel
“Harus diproses hukum dengan tegas. Segera tangkap dan adili jangan takut,” tegas Supriansa.
Hasil penelusuran menyebutkan, solar subsidi yang dibeli lalu ditimbun kemudian dijual ke industri, diduga masih marak. Bahkan, terkesan semakin berani.
Ulah sejumlah pengusaha yang terkesan cuek dengan sorotan publik itu, diduga karena dibekingi oknum aparat kepolisian. Pembelian solar dalam jumlah banyak dilakukan di sejumlah SPBU dengan menggunakan mobil boks dengan tangki yang sudah dimodifikasi. Sekali angkut bisa mencapai 3 ton.
- Baca juga:
Danrem 172/PWY Tegaskan Tidak Ada Penyisiran Di Yahukimo - Baca juga:
Jokowi Cenderung Membelot dari Megawati, Upayakan Ganjar Capres KIB
Di sejumlah kabupaten, bahkan masih ada yang melakukan pembelian dengan menggunakan jerigen, dalam jumlah banyak dan berulang ulang. Hampir semua kabupaten di Sulsel diduga rawan dengan aksi pembelian serta penimbunan BBM bersubsidi.
Menariknya, karena aksi ini terkesan mulus mulus saja. Tanpa ada tindakan tegas dari aparat penegak hukum.
Di wilayah Luwu Raya, penjualan BBM subdisi ke industri diduga juga masih terjadi. Bahkan, di sebuah industri disebut ada empat perusahaan yang diduga silih berganti memasok bahar bakar tersebut. sistem pembayaran dilakukan dengan istilah “Tumpah Bayar”.
Menariknya, karena para pengusaha yang memasok BBM tersebut disebut mengantongi PO (pesanan order) yang diklaim dikeluarkan oleh oknum.
Para “pemain” BBM ini biasanya lebih duluan penampung solar subsidi. Setelah jumlahnya banyak, barulah dipasok dan dijual ke industri.
Selisih harga antara solar subsidi dengan solar industri menjadi iming iming keuntungan yang menggiurkan. Keuntungan dari hasil dari penjualan itu kemudian dibagi kepada mereka yang dianggap berperan dalam memuluskan aksi tersebut berjalan lancar. (**)