LEGIONNEWS.COM – MAKASSAR, Watch Relation of Corruption (WRC) Sulawesi Selatan bakal menindaklanjuti kasus korupsi pengadaan bibit kopi Enrekang tahun 2022.
Mahkamah Agung (MA) telah memutuskan Muchlis, Syamsul Bahri, dan Harun telah terbukti secara hukum dalam kasus pengadaan bibit kopi Enrekang tahun 2022.
Ketiganya sebelumnya diputuskan tidak bersalah dalam kasus tersebut oleh Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Negeri Makassar.
Juru bicara WRC, Alief Alwan mengatakan lembaganya akan segera bersurat untuk melaporkan ke aparat penegak hukum dalam pekan ini, Termasuk ke lembaga anti rasua dalam hal ini Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK.
Menurut lembaga anti korupsi itu, Kegiatan pengadaan bibit kopi yang bermasalah itu tidak hanya berhenti di ketiga terpidana tersebut.
“Kasus ini tidak hanya berhenti di Muchlis cs. Ada pihak lain yang seharusnya ikut bertanggungjawab dalam pengadaan bibit kopi di kabupaten Enrekang yang bermasalah itu,” ujar Alwan.
Dijelaskan oleh WRC Sulsel, Beberapa Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) yang ada di beberapa kabupaten merupakan Unit Pelaksana Teknis (UPT) pada Dinas Kehutanan Provinsi Sulawesi Selatan.
Diungkapkan pengadaan bibit kopi bagi UPT itu, Daftar Penggunaan Anggaran (DPA) ada pada Dinas Kehutanan Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan.
KPH tidak mengelola mata anggaran, Kesatuan Pemangkuan Hutan hanya sebagai fasilitator di lapangan yang menyiapkan Kelompok Tani (KLP).
Para KLP Tani didampingi dibawa untuk melakukan studi tiru di Desa Kurra, Kecamatan Mapilli, Kabupaten Polewali Mandar (Polman) yang telah berhasil Mengembangkan kopi disana yang di infokan oleh Andi Arman yang sudah bekerjasama dengan harun.
“Masih dari penjelasan saudara Muchlis (Terpidana) bahwa tidak mengenal saudara Harun ini,”
Untuk diketahui Harun ada pemilik penangkaran bibit kopi di Desa Kurra, Kecamatan Mapilli, Polman.
Lanjut, Harun dan Kelompok Tani sepakat dalam pembelian bibit dan mengantar langsung ke lokasi masing2 kelompok.
“Muchlis menjelaskan bahwa pekerjaan pengadaan bibit kopi ini dibuatkan laporan hasil pekerjaan/administrasinya lengkap barulah pencairan dana ke rekening masing masing KLP. Intinya kegiatan pengadaan bibit kopi di KPH Mata Allo sudah selesai sesuai dengan petunjuk teknis sehingga dana tersebut dapat di transfer ke rekening kelompok tani.
Muchlis dalam penjelasannya yang disampaikan oleh Jubir WRC kepada awak media bahwa dari fakta dipersidangan Tipikor Makassar 5 KLP tani yang dihadirkan oleh Jaksa Penuntut sebagai saksi kelimanya menjelaskan kegiatan ini dimulai dari sosialisasi kegiatan pendampingan studi tiru ke Kurra Polman.
Pembuatan laporan kegiatan serta pencairan dana yang langsung di transfer ke rekening kelompok tani dan diserahkan ke penangkar bibit.
“Muchlis menjelaskan saat persidangan lalu majelis hakim bertanya ke pada 5 KLP apakah mereka menyerahkan uang kepada Muchlis sebagai KKPH. Para saksi dalam persidangan itu mengatakan bahwa Muchlis tidak menerima dana dari 5 KLP,
“Dipersidangan kelompok tani merasa kaget waktu mereka di periksa dari oleh inspektorat kabupaten Enrekang atas perintah Bupati Enrekang bahwa bibit tersebut tidak bersertifikat. Sedangkan di petunjuk teknis kehutanan bibit berasal dari penangkar yang bersertifikat,”
“Saat di persidangan kuasa hukum Muchlis dan dua rekannya menghadirkan saksi ahli dari BPK, Yaitu Alex Manuputti, Ahli dari Kehutanan (Dosen), Ahli Administrasi Negara kesemuanya diurus Andi Arman,” kunci Alwa.
Disebut sebut AA saat ini menjabat sebagai Kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pelayanan Pendapatan Wilayah Bapenda Sulsel di Kabupaten Sidrap.
Awak media pun menghubungi AA, Kepada media dia menjelaskan, Bahwa dirinya telah berulang-ulang kali diperiksa pihak penyidik di Mapolda Sulsel.
“Dalam kasus ini saya telah diperiksa beberapa kali. Dan tidak ada masalah di dalamnya,” ungkapnya.
“Dalam kasus itu, Putusan mahkamah agung (Muchlis) dan dua orang lainnya ikut serta dalam kasus korupsi pengadaan bibit kopi,” imbuh dia.
AA menjelaskan dari pengadaan bibit kopi itu masyarakat merasa berterimakasih kepada pemerintah daerah yang telah menyediakan bibit kopi.
Bahkan katanya, Tahun ini (2025) masyarakat masih meminta bantuan bibit kopi.
“Justru masyarakat kita meras bersyukur dengan pengadaan bibit kopi. Tujuan daripada pengadaan bibit kopi yang diserahkan ke masyarakat untuk menjaga lingkungan hutan itu sendiri,” tutur AA.
“Kebiasaan masyarakat kita menanam jagung dengan merambah hutan dengan menanam jagung. Padahal hal itu dapat merusak lingkungan, Maka pemerintah daerah mengadakan bibit kopi yang merupakan jenis tanaman keras sehingga masyarakat dapat menanam di wilayah perbukitan tanpa menganggu lingkungan hutan itu sendiri,” tutur mantan Kepala KKPH Sawitto Pinrang itu. (LN)